Second Meet

54 3 0
                                    

Kringgg!!!!...

Bel pulang berbunyi, para siswa berhamburan meninggalkan sekolah.

Dava berjalan menuju parkiran mencari motor hitamnya yang terparkir, Dava berjalan sambil memainkan kunci motor ditangannya.

"Gue parkir dimana ya motornya?" tanyanya pelan pada diri sendiri.

Dava sering lupa posisi motornya terparkir.

"Eh lo tau motor gue parkir dimana?" tanya Dava dengan wajah yang tak terkontrol pada seorang siswa yang tengah lewat.

"Lo bego atau kelewat bego? Lo yang punya motor malah nanyain ke gue, kenal aja nggak. Aneh, sakit lo?" jawab siswa itu ketus sedikit terkekeh berlalu dari hadapannya.

"Lo yang sakit. Orang gue cuman nanya" gumamnya sedikit teriak mengarah ke siswa tadi.

"Duh, ya ampun kenapa gue bisa sampe lupa kayak gini" bisiknya berdecak pinggang.

Alhasil tak ada pilihan lain Dava menyusuri ke semua penjuru parkiran. Tak lama dari itu akhirnya dia menemukan motornya yang terparkir.

"Itu motor gue" gumamnya dalam hati dan melangkah menuju posisi motor hitamnya.

Dava menaiki motornya dan menjalankannya, melaju keluar dari area parkiran sekolah dan menuju satu tempat yaitu tepi danau.

***

Dava melihat jam tangan yang melingkar di pergelangan tangannya menunjukan tepat pukul 15.00. Dava mengunci motornya berjalan menuju tempat pertemuannya dengan Avia minggu lalu berharap hari ini Avia ada di tepi danau.

Dilihatnya gadis berambut panjang hitam kecoklatan lurus tergerai, dengan sweater hijau tosca dan celana jeans hitam, penampilan yang sederhana namun tampak sempurna dimata Dava. Dava menghampirinya berdiri tepat di belakang bangku tempat duduk gadis tersebut.

"Hai, masih inget gue?" suara Dava terdengar sangat ramah menyapa gadis itu yang tak lain adalah Avia.

Avia beranjak dari duduknya, berbalik dengan hati-hati. Avia berusaha mengingat suara tadi yang di dengarnya jelas.

"Gue Dava Vi" ucap Dava mengarahkan Avia untuk duduk kembali dengan menuntun bahunya.

"Oh Dava, iya aku ingat kamu. Apa kabar?" kini Avia sudah berada dalam posisi duduk.

"Baik kok gue"

Avia menganggukan kepala pelan dan seperti biasa senyumannya tak pernah pudar dari wajah gadis cantik ini.

"Oh iya lo udah makam belom? Gue ada roti nih lo mau nggak?" tawar Dava mengeluarkan roti dari tasnya.

"Nggak Dav, makasih. Tapi hari ini aku lagi puasa" ucap Avia.

"Oh, sorry." ucap Dava nada suaranya merendah.

"Kenapa Dav?" tanya Avia lembut.

"Hmm?" ujung matanya melihat ke arah Avia, "Nggak papa kok" lanjutnya. Avia hanya tersenyum ramah, matanya yang terus melihat kedepan dengan tatapan sedikit kosong.

"Vi?" ucap Dava. "Gue pengen deket sama lo" lanjut Dava hati-hati, "Maksud gue, jadi sahabat lo" jelasnya.

"Karna jujur, lo adalah satu-satunya orang yang tau masalah gue saat ini. Baru kali ini gue bisa langsung ngerasa nyaman sama orang yang baru gue kenal." badannya menyamping mengarah kepada Avia.

"Kamu boleh kok anggap aku sebagai sahabat kamu. Kamu juga boleh cerita kalau kamu lagi ada masalah yang mungkin butuh pendengar yang baik" balas Avia.

"Oh iya Dav, gimana sama orang tua kamu? Masih suka berantem?" tanya Avia, "Hmm, maaf Dav, kalo kamu gak mau jawab gapapa kok" lanjut Avi merasa pertanyaannya terlalu mengikut campuri urusan keluarga Dava.

"Gapapa kok Vi" ucap Dava. "Ya gitu lah, masih sama kayak kemarin-kemarin, malah bokap gue jadi sering main tangan ke nyokap gue. Emang tuh cewek perusak rumah tangga orang!" emosi Dava mulai naik.

"Kamu gak coba omongin baik-baik ke perempuan itu supaya nggak ganggu ayah kamu lagi atau ke ayah kamu supaya gak berhubungan lagi sama perempuan itu" ucap Avia.

"Udah Vi, tapi kayaknya cewek itu gak punya hati, dan bokap gue pikiran sama hatinya udah terhasut sama setan laknatulloh juga kayaknya" ucap Dava semakin kesal.

"Dan udah beberapa hari ini bokap gue gak pulang ke rumah. Gue bingung gimana nenangin nyokap gue yang terus-terusan nangis di kamar" suara Dava berubah menjadi parau.

"Oh iya Vi, waktu itu lo bilang bokap lo masih hidup kan? Kenapa gak coba lo cari dia aja" Dava mengalihkan pembicaraannya, seolah tak mau lagi jatuh terpuruk terlalu jauh untuk sekarang.

"Aku gak tau dimana ayah sekarang, gak mungkin juga aku cari ayah dengan keadaan aku yang kayak gini" ucapnya.

"Kalo lo mau ketemu sama bokap lo, gue bisa kok bantu lo buat cari bokap lo" Dava memegang bahu Avia, sementara Avia menyetujuinya dengan tersenyum.

Drrt~drrt~drrt.

Ponsel Dava bergetar dari saku celananya. Dilihatnya ponsel tersebut, satu panggilan masuk dari Bi Sum~pembantu di rumah Dava.

"Hallo Bi, ada apa?"

"Den Dava, Ibu Den Dava, ibu..." ucap Bi Sum di telpon dengan nada panik.

"Mamah kenapa bi?" jawab Dava tak kalah panik.

"Ibu den, ibu masuk rumah sakit"

"Kok bisa bi? Ya udah sekarang Dava kesana ya bi, secepatnya. Bi Sum tolong jagain Mamah dulu di sana ya bi" ujar Dava.

"Baik den Dava"

Telponnya terputus, wajah Dava dipenuhi kegelisahan saat mendengar ibunya masuk rumah sakit.

"Vi, gue harus ke rumah sakit. Nyokap gue masuk rumah sakit. Lo mau sekalian pulang ke panti? Biar gue anter" ucap Dava pada Avia.

"Gapapa Dav, aku bisa pulang sendiri" jawab Avia.

"Gue anter aja ya, lagian gue juga bawa motor, bisa lebih cepet nyampenya"

"Ya udah iya" Avia tersenyum dan beranjak dari duduknya di ikuti Dava yang kini menuntun langkah Avia dengan hati-hati.

***

"Makasih Dav" ucap Avia sesampainya di panti.

"Urwell Vi. Sorry ya gue gak bisa mampir dulu ke dalem, gue harus cepet pergi ke rumah sakit" Dava masih berada di atas motornya.

"Iya Gapapa, salam buat ibu kamu semoga cepet sembuh ya."

"Makasih Vi. Ya udah gue pamit ya salam juga buat keluarga panti yang lain" ucap Dava menyalakan mesin motornya.

"Iya" Avia tersenyum, "Hati-hati Dav"

"Okey. Bye Vi" ucap Dava melajukan motornya.

Saat benar-benar sudah tidak terdengar lagi suara motor Dava, Avia masuk ke dalam panti.

***

Avia duduk di sofa yang berada di ruang tengah. Pikirannya tertuju pada ucapa Dava di tepi danau.

"Kenapa lo gak cari aja bokap lo?"

Ucapan Dava terus terngiang di telinga Avia, jelas dengan suara renyah khas Dava. Sekarang Avia merasakan rindu yang teramat dalam pada ayahnya.

"Aww.." jerit Avia kesakitan memegang lututnya yang berdarah karena terjatuh dari sepeda.

"Avia kamu kenapa nak?" seorang lelaki paruh baya menghampiri Avia.

Avia tak menghiraukan orang itu, dia masih menangis.

"Anak ayah kan kuat, jangan nangis lagi ya sayang" tuturnya lembut mengusap pucuk rambut Avia.

"Tapi sakit ayah" rengek Avia masih menangis.

"Sini ayah obatin" pria tua itu menggendong Avia si gadis kecil.

"Ayah" gumam Avia pelan,air matanya mengalir deras dipipinya.

Blind GirlTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang