"Bener gak ya ini rumahnya" ucap Dava pelan.
"Kita udah nyampe Dav?" tanya Avia yang menyadari motor yang dikendalikan Dava berhenti.
Dava turun dari motornya melihat ke rumah besar yang tepat berada di hadapannya, dan melihat secarik kertas di tangannya. Menyamakan nomor rumah yang tertera di tembok depan pinggir pagar.
"Dav" panggil Avia, tidak ada jawaban dari Dava. "Dava!" panggilnya sedikit menekan nada suaranya.
"Eh iya Vi, kita udah nyampe" jawab Dava tersentak kaget.
"Ya udah yuk kita masuk, aku udah nggak sabar ketemu sama ayah" segaris senyuman terlukis diwajah Avia.
Dava kembali menuntun Avia memudahkan jalannya.
Ting-tong!!
Dava memencet bel di dekat pintu. Belum ada seorang pun keluar membukakan pintu. Dava melakukannya berulang kali.
"Vi, kayaknya gak ada orang deh" ucap Dava.
"Kita tunggu aja Dav"
"Oke, sini duduk" Dava menuntun lagi jalan Avia mengarah ke suatu kursi di depan jendela besar yang tepat berada di samping pintu.
30 menit kemudian~
1 jam pun berlalu~
Pukul 15.00 hari mulai sore, dan langit hari ini terselimuti awan hitam.
"Vi, udah sore nih cabut yuk. Kita juga udah lama nungguin disini, udah mau mendung juga." ucap Dava dan beranjak dari duduknya.
"Aku masih pengen nunggu ayah" ucap Avia.
"Gue coba sekali lagi deh pencet bel nya ya." Dava berjalan ke arah pintu, ditekannya bel sekali lagi, namun tetap hasilnya-- nihil.
Drrrt drrrt,
Ponsel Dava bergetar di dalam saku celananya. Panggilan dari Alisa~ibunya Dava
"Hallo mah,"
"Dava kamu dimana? Pulang sekarang nak" Alisa menangis di sebrang telpon sana.
"Mah? Mamah kenapa nangis?" ucap Dava khawatir akan sesuatu pada ibunya.
"Papah nak, papah.." isak tangis Alisa disana semakin terdengar jelas.
"Papah kenapa?" sebenarnya Dava malas untuk peduli terhadap ayahnya, tapi naluri seorang anak pasti merasa khawatir terhadap orang tuanya.
"Papah kecelakaan!"
Deg! Jantung Dava seketika seperti berhenti berdetak, bagaimana tidak, ayahnya saat ini mengalami kecelakaan. Setetes air mata jatuh dari pelupuk matanya cepat di tepis oleh jarinya.
"Dava? Kamu gakpapa?" tanya Avia.
Dava menoleh ke arah Avia, dilihatnya cukup lama sebelum ia menghampiri Avia lagi.
"Vi, bokap gue kecelakaan" ucap Dava, suaranya terdengar parau.
"Gue harus nyusul kerumah sakit."
"Ya udah Dav, kamu pergi aja." ucap Avia.
"Tapi lo..., Gimana sama lo disini? Gue anter balik ke panti ya?" tangan Dava tepat berada di pundak Avia dan Avia beranjak dari tempat duduknya.
"Gapapa Dav, biar aku disini tunggu ayah." ucap Avia tenang, tersenyum ke arah Dava.
"Beneran lo gapapa?" tanya Dava di balas senyum dan anggukan dari Avia. "Oke, lo jaga diri baik-baik ya. Oh iya ini gue punya hp, kalo lo ada apa-apa bisa telpon gue, lo teken aja tombol on disini, geser ke kanan otomatis lo telpon gue" ucap Dava memberikan sebuah telpon.
"Ya udah Vi, gue pergi dulu ya. Nanti gue kesini lagi kok" ucap Dava. "Oke!" Avia mengacungkan jempol kanannya. Dava berlari ke arah motor dilajukannya motor dengan kencang.
Sementara Avia masih menunggu, menunggu dan menunggu. Sampai Avia mendengar suara mobil yang sepertinya mendekat ke arah rumah, Avia berdiri berharap itu ayahnya.
Derap langkah seseorang menghampiri Avia.
"Avia?" ucap seseorang itu dengan suaranya yang cukup tegas. Suara yang selalu teringat olehnya, suara yang tegas dan hangat di telinga Avia. Yap! Suara Gintara~ayah Avia.
"Kenapa kamu bisa ada disini?" ucapnya lagi.
"Ayah! Ini bener ayah?" Avia mendekati sumber suara, matanya menitikan air mata.
"Ayaaaah, Avia kangen sama ayah" Avia memeluk Gintara, sedangkan Gintara hanya mematung, terdiam, bingung bagaimana anak ini bisa datang ke rumahnya.
"Apa kabar kamu nak?" tanyanya masih sama seperti dulu, ramah.
"Baik ayah." Avia meregangkan pelukannya.
"Ya sudah, mari masuk nak. Kita ngobrol di dalam." ajak Gintara, menuntun langkah Avia.
Di dalam Avia berbincang dengan ayahnya, mengingat masa lalu, saling meminta maaf. Dan Gintara meminta untuk Avia tinggal menetap disini bersamanya, sesungguhnya sudah lama Gintara memperhatikan Avia di panti namun, pada saat itu Linda~nenek Avia, membenci keadaan Avia yang sekarang menjadi gadis tuna netra, karena Linda selalu mementingkan nama baiknya, tidak mau mengakui cucunya yang buta. Itulah yang menjadi penghalang bagi ayah Avia, tapi penghalang itu tlah terbawa oleh massa, Linda meninggal 3 bulan lalu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Blind Girl
Teen FictionAvia Reksa Tamara adalah seorang gadis tuna netra yang menjalani kehidupan kesehariannya sebagai anak asuh di salah satu panti asuhan. Pertemuannya dengan Dava Mahendra Alengga membuat Dava jatuh cinta pada Avia, akankah di antara mereka berakhir de...