11-11-2015

408 20 0
                                    

Senja mulai menyapa, seorang wanita bernama Sarah tengah merapikan kerudung dan bergegas meninggalkan ruang kerjanya. Ia menyapa setiap karyawan yang ia temui. Senyumnya laksana anak panah yang terlepas dari busurnya. Manis dan membekas di setiap pasang mata yang ia temui. Jalannya terburu-buru hingga tak sengaja ia melupakan mukenanya di ruang kerja. Ia mendengus kesal dan melanjutkan langkahnya menuju masjid yang berada tepat di sebelah kantornya. Berharap, ada mukena di masjid itu. Meskipun bersebelahan dengan kantornya, ini akan menjadi kali pertama Sarah sholat di sana.

'Allahuakbar.. Allahuakbar.'

Adzan berkumandang tepat saat Sarah melangkahkan kaki kanannya ke dalam masjid. Dengan sedikit berdesakan ia menata alas kakinya. Wajah itu terlihat sangat polos.

'Allahuakbar.. Allahuakbar.'

Disisi lain seorang laki-laki beralis tebal dengan bibir ranum mulai membasuh wajahnya.

'Asyhadualla.. 'iahailallah'

Sarah bergegas mengambil air wudhu.

'Wa asyhadu'anna muhammadarrasullah'

laki-laki itu mulai memanjatkan doa setelah wudhu di dekat pintu masuk masjid. Auranya terlihat hangat dan menenangkan.

'haiya'alasholaa'

Sarah baru menyelesaikan wudhunya, ia bergegas mencari mukena di sudut ruangan. Hatinya sedikit bimbang, karena tak ada satupun mukena di sana. Sampai akhirnya seorang wanita tua menepuk bahunya. "Nak, pake mukena ibu juga boleh. Mukena di masjid ini masih dicuci semua." wanita itu menyodorkan sebuah mukena pada Sarah. Sarah menerima tawaran wanita itu. "Makasih ya bu, maaf sebelumnya kalo saya ngerepotin."

wanita itu hanya mengangguk lirih. "Nanti mukenanya kamu taruh di lemari itu aja." ucapnya seraya menunjuk lemari di sudut ruangan.

"Baik bu, nanti saya taruh di sana."

'Allahuakbar..Allahuakbar..'
'La..ilahailallah'

Muadzin melantunkan iqomah, sedangkan para jamaah mempersiapkan shafnya. Sarah sudah siap di shaf paling depan khusus wanita.

*****
Seusai shalat, Sarah masih terduduk dan berdoa. Namun segelintir pikiran membekas di kepalanya. Suara imam muda itu membuat Sarah kagum.

'Ya Allah, kirimkan jodoh laksana Yusuf yang berdiri di shaf pertama shalat subuh.'

Sarah tak pernah lupa menyebutkan kalimat itu disetiap doanya. Ia percaya jika kehidupan, kematian, dan jodoh sudah ditentukan oleh Rabbnya.

Saat ini Sarah menatap lekat tirai pemisah shaf laki-laki dan perempuan. Terdengar lantunan surat Maryam dengan suara yang merdu. Suara itu membuat aliran darahnya menjadi panas. Bacaan itu sangat indah, siapapun yang mendengar dan memaknainya pasti kagum.

Sedikit niat Sarah ingin melihat siapa tuan dari suara itu, namun di hentikan oleh seorang anak perempuan. "Kakak, jangan dilihat, cukup di dengarkan saja." ucap anak itu, membuat Sarah kembali duduk dari setengah berdirinya.

Sekali lagi sarah dibuat terkejut, karena anak tersebut adalah penyandang tuna netra. "Kakak pasti belum pernah kesini ya?"

Sarah bingung, "Kamu kok tahu?"

"Karena kakak ga tahu siapa pemilik suara itu."

Hatinya berteriak mendengar cara bicara gadis polos di hadapannya. Suaranya terdengar sangat lembut di telinga Sarah. "Boleh kakak tahu siapa yang membaca surat Maryam ini?" tanya Sarah.

"Dia bukan membaca, tapi menghafal." anak itu berdiri.

"Permisi kak, saya mau pulang. Assalamualaikum." anak itu pergi terburu-buru.

"Waalaikumsalam Warahmatullahi Wabarakaatuh."

Lantunan surat Maryam tak lagi terdengar di telinga Sarah. Sarah pun bangkit dan melihat seisi masjid, namun tak ada satupun ikhwan di sana.

Seketika ponselnya berdering menunjukkan satu pesan tak terbaca.

"Sarah, kamu dimana? Abi ada di depan kontrakan kamu, umi sudah kecapekan, kasihan. Kamu cepet pulang ya." -Abi Daud.

Sarah bergegas merapikan dirinya. Saat ia duduk di tangga masjid sambil membenahi alas kakinya, Sarah melihat punggung tegap yang sedang membersihkan masjid. Sarah menatap ikhwan itu dan mengambil kesimpulan bahwa ikhwan itulah yang melantunkan surat Maryam.

📈📉

Seorang ikhwan yang tengah membersihkan masjid dikejutkan dengan panggilan anak kecil yang sebelumnya bersama Sarah. "Ayah..." begitu panggilnya.

Kekasih seperti YusufTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang