Sarah

71 5 0
                                    

Hari masih gelap, umi membangunkanku dengan sedikit kasar. Bukan hal wajar jika umi bertindak kasar seperti ini. "Sarah, cepet bangun. Bawa abi ke rumah sakit, cepet." Aku terlonjak bangun mendengar perkataan umi.

***
Jalanan masih gelap, namun bersyukur jalanan malam terbilang lengang. Dalam waktu singkat kami sampai di rumah sakit. Abi merasa sesak sekaligus pusing. Aku sangat takut, ya Allah lindungi abiku.

Dokter dengan sigap menangani abi. Kantuk tak lagi menggangguku. Aku takut, umi terus menangis. Ini lain dari biasanya, tiba tiba umi memanggilku dan menarikku dalam pelukannya. "Abi bilang, ikhlaskan saja."

"Umi ngomong apa sih? hush, jangan bilang gitu." kupeluk umi lebih erat.

"Abi bilang, abi capek." umi terus memelukku.

Aku menyembunyikan wajahku di bahu umi. "Abi tadi bilang, abi melihat seseorang berdiri disampingnya."

Kata kata itu seolah menamparku. "Umi, berdoa pada Allah. Semoga abi tetap berada di sisi kita. Sarah maupun umi pasti belum siap."

Umi terus menangis, aku hanya bisa terisak di pelukannya. Sungguh, air mataku tak dapat berhenti. Sarah takut, Sarah belum siap hidup tanpa abi. ya Allah cukup Kau ambil Faschal dari kami, jangan abi.

"Umi takut." umi berbisik di tengah isaknya. "Umi melihat sesorangan berdiri di sudut kamar, menyeramkan." umi mencengkeram bahuku.

Aku takut, bukan karena sosok itu. Tapi aku takut jika itu adalah Izrail yang hendak menjemput abi. " Umi, duduk dulu." kuajak umi duduk di kursi tunggu.

Dokter keluar dengan wajah murung. "Berdoa saja, kini bapak anda hanya membutuhkan doa. Semoga Allah permudah penyembuhannya."

Bukan lega, tapi hatiku semakin sakit mendengar abi belum stabil. Abi hanya membutuhkan doa, apa maksudnya? Apa dokter tak sanggup membantunya?Abi punya riwayat diabetes, itu yang membuatku ciut.

Kekasih seperti YusufTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang