Kim Hara, Nama ku. Ah, tidak tidak. Sekarang sudah menjadi Jeon Hara. Aku hanya perlu menerima kenyataan pahit yang satu itu. Istri seorang Jeon Jungkook. Bisa disebut begitu. Menggelikan. Aku tidak menginginkannya, sungguh. Kalian bisa menyimpulkan kenapa kami bisa menikah karena itu sangat mudah, mirip seperti kehidupan dunia fanfiction yang sering ku baca. Ah, lupakan.
Apa lagi jika bukan karena orang tua atau perjodohan murahan, karena kesepakatan atau bahkan karena keuntungan. Memikirkannya saja membuat ku muak. Bayangkan betapa buruk nya hidupku, 17 tahun seharusnya adalah masa indah. Mungkin jika itu adalah keinginan ku sendiri maka aku akan menganggap nya sedikit indah namun aku sama sekali tidak menginginkannya. Aku tidak menyukainya, aku tak suka lelaki itu. Aku benci Jeon Jungkook. Aku tak menyukainya, sikapnya sangat dingin. Ia sangat menyebalkan. Ck, walau pun tidak dingin aku tetap tidak akan menyukainya.
Oh ya ampun, dan kini hidup ku tidak akan tenang mengingat aku harus satu apartemen dengannya apalagi hanya berdua. Ini benar-benar kesialan beruntun.
Hari kedua setelah pernikahan ku. Tidak ada malam pertama, tidak ada. Bahkan malam-malam berikutnya aku berani jamin tidak akan ada, tidak akan. Aku tidak akan rela jika harus melepas sesuatu yang paling berharga ku untuk seseorang yang tidak aku cintai, cukup bibir ini saja yang sudah ia sentuh saat upacara pernikahan tempo hari.
**
Author pov
“Eunghh.. ” Hara mengerang tertahan, lantas meregangkan tubuhnya saat cahaya matahari tanpa permisi menyapa indera pengelihatan lewat celah jendela yang tak tertutup rapat oleh kain. Dengan malas ia mengarahkan satu tangannya untuk mengambil jam diatas nakas samping tempat tidur, jarum jam masih menunjuk kearah angka enam. Seharusnya itu cukup untuk mempersiapkan diri hingga jam berdenting ke arah tujuh.
Hara menggeliat pelan, perutnya terasa berat hingga berhasil memompa jantungnya menjadi berdetak tak normal. Matanya sedikit melirik kesamping dimana seseorang tengah tidur dengan kepala yang masuk pada ceruk lehernya serta meletakkan satu tangan yang terlihat berotot itu diatas perut Hara. Jeon Jungkook, lelaki itu tidur dengan memeluknya.
Menjijikan.
Hembusan nafas keluar sangat pelan bersamaan dengan terpejamnya kedua mata yang sangat malas untuk terbuka, tak pernah ia pikirkan sebelumnya. Tidur bersama seorang lelaki dalam satu ranjang, berbagi selimut dan kamar mandi.
Sangat berlebihan.
Apa yang ia impikan kadang hanya menjadi sebuah mimpi penghantar tidur yang tak akan tercapai dan yang tak pernah ia harapkan sekarang telah terjadi. Kadang permainan takdir memang sangat tak terduga, mereka memang memiliki banyak kejutan.
Kenyataan bahwa hanya ada satu kamar tidur diapartemen yang luas ini, Hara mau tak mau harus ikhlas berbagi ranjang dengan pemuda disebelahnya. Ia tak sudi jika harus tidur disofa dan membiarkan Jungkook dengan tenangnya tidur diatas ranjang yang empuk begitu saja.
Perguliran yang hebat, gadis itu terperangah melihat wajah Jeon Jungkook yang terlihat sangat tenang dan damai saat tidur. Seakan gambaran mengerikan tentang raut muka dingin itu menghilang seketika. Wajah arogan yang terkesan kejam terganti menjadi wajah bak malaikat tampan tanpa sayap.
Gila, apa baru saja aku memujinya tampan?
Dengan tergesa ia menurunkan tangan Jungkook lalu menyingkirkan kain tebal yang menyelimuti tubuhnya dan berlalu melangkahkan kaki menuju kamar mandi.
Setelah rapi dengan seragamnya, ia turun ke bawah untuk menyiapkan sarapan. Hara juga harus memberi suaminya makan bukan?
“Pancake tidak masalah,” gumamnya setelah melihat isi lemari dapur.
“Setidaknya aku sudah berusaha bersikap baik untuk sedikit menghilangkan perasaan benci ku terhadap mu, jadi ku mohon setidaknya tersenyum lah. Dasar pemuda dingin.”
Mulutnya tak henti berceloteh sambil memanaskan kompor. Lima belas menit adalah waktu yang singkat untuk menyelesaikan dua piring pancake dengan balutan madu dan coklat diatasnya.
Sarapan telah siap, namun suaminya belum juga turun. Ini sudah siang, pantas saja Jeon Jungkook selalu dihukum. Dan ya, mereka memang satu sekolah.
Tak perlu menunggu untuk sarapan bersama karena itu adalah ide terburuk dipagi hari. Setelah menghabiskan sarapan, Hara menaruh piring kotornya ke wastafel, kemudian mengambil tas dan pergi ke sekolah. Tak perlu pamit, karena itu juga termasuk ide buruk. Melihat wajah dingin Jungkook dipagi hari memang benar-benar hal buruk.
Namun naas. Saat dirinya tengah memakai sepatu, sang pangeran turun dengan tas yang bertengger dipunggungnya dan jangan lupakan pula raut mukanya yang selalu datar terkesan dingin dan arogan. Kembali, Hara menghembuskan napasnya sedikit kasar. Dia masih sedikit kesal perihal susu strawberry yang dilahap habis oleh bibir mengerikan itu belum lagi mengingat saat bangun tidur tadi ia menyaksikan Jungkook dengan tenang memeluknya.
Ah, sial.
Detik berikutnya pandangan mereka bertemu, namun lelaki itu lebih dulu beralih menatap meja makan yang sudah tersedia satu piring pancake.
“Apa aku akan mati jika makan ini? ” gumam jungkook sambil menyuapkan pancake kemulutnya. Hara menatap jengkel sebelum berdecak kesal “ku pikir racun tikus tidak akan membuat mu mati. Tinggal makan, apa susahnya! ”
Keputusan ku untuk berbuat baik ternyata percuma saja.
Kemudian tanpa permisi ia keluar apartemen untuk pergi ke sekolah. Masa bodo dengan Jungkook, tak mungkin jika mereka berangkat bersama. Hara tak ingin mengambil resiko jika seluruh rakyat sekolah tau hubungan mereka. Lagi pula Jungkook membawa mobilnya sendiri sedangkan Hara lebih suka naik bus[]…