Angin sore hari ini membuat sejuk kain-kain yang menutup kepala ku.
Menderu menyapu panjang wajah-wajah yang basah berkeringat.
Tak bisa dihentikan tiupan yang melewati setiap ujung rambut sekalipun.
Yang tertiup masuk menyusup ke dalam kain-kain penutup kepala ini.
Dari sini ku mulai mendengar suara-suara narasi dari dalam hati.Ku mencintai seseorang.
Seorang bapak yang rela berkorban tuk ribuan anak-anak nya.
Anak dalam satu negeri tercinta.
Beliau dihormati semua orang yang hidup se-zamannya. Bahkan beliau dihormati orang yang ada di masa depannya. Di masa dia telah tiada di dunia.
Sebuah puisi terketuk sampai di hati.
Hati yang belum pernah melihat perihnya sejarah kelam bumi ini.
Puisi tentang seorang bapak bersama seorang sahabatnya.Bapak datang dari Blitar ke Jakarta
Bertemu dengan seorang kawan dari
Sumatera
Berjalan bersama dengan pemuda lainnya
Terlihat tampan dan gagah perkasa
Membuat semua mata tertuju pada bapak
Yang berjalan hilir mudik dengan sepeda
Atau dengan kedua kaki yang rapi memakai sepatu hitam baru diambil dari rak-nya
Gadis-gadis berteriak melihat senyuman bapak dan pemuda lainnya
Gadis-gadis yang mata nya tertuju satu arah
Kepada bapak yang berjalan dengan busana nasionalisnya
Bapak yang aura nya melebihi pemuda belanda
Bapak sudah beristri, namun masih banyak penggemarnya
Bapak yang setia akan satu tubuh
Tubuh yang berisi ribuan jiwa
Jiwa yang hidup penuh dengan rasa cinta
Cinta kepada tanah airnya
Bapak yang datang membawa sembilu
Bapak yang datang membawa tangis haru
Tapi bapak juga datang membawa semangat baru
Bapak yang datang membawa sepotong semangat untuk rakyat
Sepotong tapi cukup tuk rakyatnya menggonggong
Menghidupkan api kecil dalam hati
Yang mampu membakar tubuh dan jiwa nya
Bahkan membakar dan menghanguskan bumi pertiwi
Yang membuat para serdadu sekutu berteriak ngeri
Bapak yang dicintai rakyatnya
Yang berjuang penuh sukarela
Bapak datang dari Blitar ke Jakarta
Bertemu seorang kawan dari SumateraAku kembali masuk ke dalam rumah tua jauh dari jalan raya. Jauh dari keramaian kota. Tempat aku menghabiskan waktu untuk mencintai bapak. Bapak yang telah lama pergi dan takkan pernah kembali.
Banyak orang yang berkata-kata tentang bapak. Keburukan atau kelebihan bapak. Semua dibicarakan. Tapi aku tidak pernah peduli tentang apa yang dibicarakan mereka.
Aku tetap mencintai bapak.
Mencintai kawan bapak dari Sumatera.
Mencintai pemuda-pemuda di zaman bapak.
Di dunia ini, aku telah mencintai banyak anak adam Pak.
Tapi aku pun berdo'a agar Tuhan memaafkan semua kesalahan aku kepada-Nya.Aku kembali masuk kedalam ruangan.
Ruangan 2x3 meter yang cukup untuk ku berkelut dalam dunia kesendirianku.
Aku kembali membuka buku tuk menuliskan puisi yang tadi sampai mengetuk hatiku.Aku kembali berkelut dalam buku.
Buku bersampul biru gelap hampir hitam. Yang lembar-lembar nya penuh dengan coretan-coretan kawanku hari ini. Yang penuh juga dengan kalimat singkat dari dalam hati ku.
Hati yang telah mencintai banyak anak adam.
Salah satunya bapak dan kawan bapak dari Sumatera.
Juga seorang penyair pelopor tahun '45 yang juga berasal dari tanah Sumatera.
Juga mencintai seorang musisi yang amat mencintai negeri ini.
Seperti kalian yang mencintai tanah kotor ini, aku pun juga begitu pak.
Amat mencintai negeri ini.
Do'a kan saja aku pak, semoga bisa menjadi seperti dirimu.
Kalau kau 'bapak' dari negeri ini, aku yang akan menjadi 'ibu' dari negeri ini.
Aku yakin, hari ini istri-mu takkan cemburu dengan ku pak. Toh aku melanjutkan perjuangan bapak dan kawan bapak. Perjuangan bapak dan seluruh pemuda nusantara.
Perjuangan tuk kembali merdeka. Benar katamu pak,"Perjuanganku lebih mudah karena mengusir penjajah. Perjuanganmu akan lebih sulit karena melawan bangsamu sendiri."
Benar sekali katamu pak. Kini, aku dan pemuda-pemudi se-zaman ku, sangat sulit tuk melawan tubuh sendiri.
Akan terasa sangat pilu.
Sakit sampai ke hati.
Tak hanya badan dan jiwa yang tersakiti.
Di zaman ini, batin pun rasanya ikut tersiksa pak. Sakit menahan amarah diri sendiri. Amarah yang muncul dari dalam batin yang dibuat diri yang bodoh ini.
Melawan bangsa sendiri, sama saja dengan menusukkan tombak panas kedalam jantung hati ini pak.
Sepertinya, pemuda di zaman sekarang ini, harus lebih kuat batin daripada fisiknya pak.
Agar bisa bertahan dari siksa batin yang dibuat sendiri.Do'a kan saja kami pak.
Supaya kami tak kehilangan pemimpin yang seperti bapak dan pemuda di zaman bapak. Walaupun sebenarnya sudah tak mungkin kami mendapat do'a dari bapak. Karena bapak telah lama tiada. Sudah 47 tahun yang lalu bapak pergi dari sisi kami. Bahkan sebelum kami melihat rupa wajah bapak yang mengalahkan aura pemuda belanda. Yang noni belanda juga lebih tertarik pada bapak. Dibanding pemuda dari bangsanya.Tangan ini tiba-tiba bergerak mengetik suatu kalimat singkat tuk melengkapi senja hari ini. Senin, 20 November 2017.
Pesan itu berbunyi:"Simpan rasa rindu pada bapak di dalam hati kamu. Simpan rasa rindu pada sahabat bapak dari sumatera. Simpan juga rasa rindu untuk Sang Penyair dan Musisi yang kamu sebutkan tadi. Buktikan saja kamu bisa melebihi pemuda-pemuda di zaman bapak ini. Buktikan bahwa kamu dan pemuda-pemuda di zaman kamu mampu menandingi bapak."
Sepucuk pesan yang ku ketik sendiri untuk menyemangati diri ini. Ku anggap saja pesan itu tertulis dari bapak yang kucinta. Tuk melengkapi senja yang penuh dengan awan bertabur rasa cinta yang berwarna kemerah-merahan seperti wajah bapak dan para pemuda diterpa cahaya senja. Senja yang sama. Di negeri yang sama eloknya. Senja yang sama dari zaman bapak dan para pemuda.
***
Yang mau dilanjut, vote terus yaa..
Masih banyak kelanjutan tentang cerita "Dimana Negeriku Sebenarnya?"
Maaf kalau cerita nya membosankan kalian, pemuda zaman sekarang. Yang berbeda dengan pemuda zaman bapak yang saya cinta.Semoga cerita ini bisa bermanfaat untuk kita pemuda. Kita adalah satu-satunya penerus bangsa. Masa harus tunggu generasi dibawah kita? Kalau bukan kita, siapa lagi? Kalau bukan sekarang, kapan lagi? Disini saya cuma mau mengingatkan dan mengajak semua pemuda pemudi zaman saya, angkatan saya, angkatan 2000, semoga kita senantiasa selalu bersatu. Dan semakin cinta sama negeri ini. Tapi kembali ke kalian aja si. Kalian akan terenyuh sama tulisan saya kali ini atau nggak, toh itu kan hati kalian. Buka hati saya. Dan saya hanya menuliskan apa yang ada di dalam hati saya. Di dalam hati yang penuh cinta.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dimana Sebenarnya Negeriku?
RandomAngin menyapu dahan pohon. Menggoyangkan daun. Daun yang ada di ujung dahan pohon. Yang rapuh namun masih tetap bertahan