6-Surat Buat Pahlawan

94 5 2
                                    

Desir angin menyapu jalan-jalan kota. Aku kembali menatap jalan dan awan-awannya. Dengan kepala penuh dengan tanda tanya. Dan rasa sesak di dada. Menahan semua keluh kesah sang pusaka. Yang terpatri di dalam jiwa.

Di gedung tua jauh dari keramaian kota, aku menulis banyak rangkaian kata. Yang akan ku buat menjadi surat yang nyata. Surat yang mungkin bisa merubah keadaan yang lebih pelik di dalam negeri tercita.

Dengan tangan tegas berlumuran dosa. Dengan tangan kasar namun penuh kasih sayang dan perjuangan. Berhasil kutuliskan sepucuk surat 'tuk pejuang masa lalu ku.

Untukmu para pejuang masa lalu.
Bagaimana kabarmu, Pahlawanku?
Ku harap engkau bahagia selalu.

Aku ingin bercerita,
Tentang bagaimana keadaan yang diperjuangkanmu dulu.
Aku juga ingin bertanya,
Bagaimana caramu dulu untuk memperjuangkan dan menjaga keutuhan nya?

Tentang sesuatu yang sangat berharga.
Tentang negeri tercinta.

Sepertinya kini mulai diambang kehancuran.
Bagaimana mempertahankannya?

Sepertinya sekarang mulai terbukti ucapan beliau.
Generasi nya akan mencoba melawannya.
Generasi nya kini mulai mengusik keadaannya.
Generasi nya kini mulai terpecah-belah.
Bahkan hanya karena masalah kecil saja.

Apa kesalahan kami kini?
Apa karena kami menyimpang dari ajaran Al-Qur'an?
Apa karena kami kurang berbalas dalam kebaikan?
Hingga muncul dendam dalam perasaan.

Aku ingin bertanya,
Bagaimana cara kalian bertahan?
Sudirman yang berperang hingga sakit-sakitan.
Diponegoro yang berjuang sendirian, tanpa menggabungkan kekuatan.
Soekarno yang berpendapat lalu diasingkan.
Berjuang mati-matian.
Bagaimana cara kalian bertahan?
Kami tak akan sanggup jika itu terulang.

Kekayaan negeri yang dikeruk habis-habisan.
Bagus, kalau itu untuk memusnahkan kelaparan.
Tapi sayang, ini dikeruk oleh negeri seberang.

Apa belum ada reikarnasi kalian?
Dimasa sekarang.
Reinkarnasi yang berjuang penuh untuk negeri.

Kami ingin bercerita,
Kami sekarang bebas, tapi bebas dalam jeruji penjara.
Penjara sebuah kengerian dan ketakutan.
Takut dan ngeri yang menyelubung dan membungkus hati.
Sampai tertutup hati ini.
Tertutup untuk melihat dunia luar.
Tak mau melihat kebringasan dan kehausan.
Hingar bingar keadaan.
Kami kenyang, tapi kelaparan.
Kami kaya, tapi kami kemiskinan.

Bagaimana untuk menyelesaikan semua nya, wahai pahlawan?

Sungguh, aku benar-benar bertanya.
Bertanya pada semua peristiwa.
Bertanya pada semua saksi sejarah.
Untuk mengapus semua tanda tanya.
Untuk meredam amarah dan sesak di dada.

Ini adalah curhatan dari masa depan yang diambang kehancuran.

Selesai sudah semua rangkaian kata-kata. Tuk meluapkan semua tanda tanya. Tuk meluapkan rindi yang tak tersampaikan. Tuk bicara dengan kalian.

Kulipat kertas dalam buku. Buku lusuh bersampul biru tua kehitaman. Kembali ku tatap kota dan awan-awan.

Dimana Sebenarnya Negeriku?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang