4-24 November 2017

34 8 0
                                    

Semilir angin siang menembus masuk kedalam kain-kain penutup kepala ini. Terasa sejuk. Menyejukkan hati dan pikiran ini.
Seraya sehabis ujian menimpa di pagi hari tadi. Masih tanggal 24 November 2017. Satu hari sebelum Hari Guru Nasional. Masih 3 hari lagi perayaan hari guru di sekolah. Hari guru di sekolah baru akan di rayakan tanggal 27 November 2017, di hari senin. Semua murid mulai bersiap dalam menyambutnya. Juga dengan kelas saya.

Ruangan 5x4 meter itu ramai dengan riuh nyanyian kawan-kawan. Nyanyian untuk dipersembahkan kepada guru di lapangan. Kala itu mereka mulai latihan. Tanpa saya sebagai pembaca puisi dalam nyanyian. Sedikit-sedikit saya bergabung dan ikut latihan. Beranjak dari meja menghampiri kawan-kawan. Belum tampak linangan air mata disini. Sampai tiba saya membaca puisi. Puisi yang telah saya siapkan jauh hari sebelum tiba masa-masa ini. Begini bunyi puisi yang saya buat dalam sunyi di siang hari dan hanya ditemani hembusan angin damai nan sunyi. Sangat sepi.

Begitu besar pengorbananmu
Begitu besar ketabahanmu

Apa aku boleh tahu?
Perasaan hatimu saat menebarkan ilmu
Pasti bahagia dan penuh haru
Apa aku boleh tahu?
Harapanmu 'tuk anak didikmu?
Pasti kesuksesan dan bahagia selalu.

Bait diatas saya tinggalkan tak saya baca.

Tiba saatnya saya mulai membaca,

Guru,
Aku melihat perjuanganmu
Begitu perih dan penuh lika-liku
Guru,
Perjuanganmu bukan ada di barisan tentara terdepan
Tapi dihapan para calon cendekiawan

Mata ini mulai berkaca-kaca. Diiringi alunan musik yang mendukung suasana.

Perjuanganmu tidak lagi membawa senapan
Tapi dengan pena dan buku catatan

Semakin deras air yang bening ini mengalir. Hingga jatuh di atas tangan. Tangan yang berani mengusap pedihnya air mata ini. Tangan diri ini.

Guru,
Semangatmu tak pernah padam
Hingga matamu selamanya terpejam

Deras sudah air mata ini mengalir. Tak sanggup saya melanjutkan membaca. Mulut terasa dibungkam tak bisa bicara. Masih ada satu kalimat di akhir puisi. Tapi aliran air mata ini tak sanggup ditahan lagi. Saya mundur ke belakang. Ke belakang barisan kawan-kawan yang  sedang latihan. Musik terhenti dan terdengar suara isak tangisan saya. Kawan yang sedang latihan, menghampiri lalu menenangkan.
Saya ucapkan pada mereka.
"Aku tidak kuat, aku takut tidak kuat. Aku tidak bisa bicara jika sudah menangis." (isak tangis)

Satu kalimat dalam puisi terakhir terdengar,

Hingga matahari di senjamu tenggelam.

***

Vote sama komen kalian jangan lupa ya. Komen gimana menurut kalian? Mohon maaf jika terjadi banyak kesalahan atau salah ketik, dan sebagainya. Mohon maaf ya. Sekali lagi, mohon dukungannya

Dimana Sebenarnya Negeriku?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang