Air mata Ibu Arisa membasahi wajah cantiknya itu ketika Arisa berjalan masuk ke dalam kamar rumah sakit tempat ayahnya dirawat.
Saat itu Ayah Arisa tengah terlelap di atas kasurnya.
"Kenapa, Bu? Kenapa Ibu menangis?" Arisa mulai merasa ada yang tidak beres.
"Ayahmu, Risa! Ayahmu...." sahut Ibu Arisa sambil terisak.
"Ayah kenapa, Bu?" tanya Arisa. Perasaannya mulai tidak enak.
"Ayahmu... Mengidap tumor otak!" sahut Ibu Arisa. Langsung saja tangisan Ibu Arisa pecah saat itu.
Kedua lutut Arisa langsung terasa sangat lemas seketika itu juga.
Arisa terjatuh berlutut di lantai, air mata mulai menetes, membasahi wajah manisnya.
"Ayah... Ayah kenapa, Bu? Ayah kenapa?" sahut Arisa dalam isak tangisnya.
"Ayahmu tadi pagi menjalani pemeriksaan tubuh secara total karena selain masalah dengan lambungnya, ayahmu sering mengeluh sakit di kepalanya, jadi dokter menyarankan melakukan pemeriksaan MRI. Dan hasilnya sudah keluar barusan. Ada tumor di otak ayahmu.." sahut Ibu Arisa, masih dalam isak tangisnya.
"Ini tidak mungkin, Bu! Ibu pasti bohong kan? Ayah baik-baik saja, ya kan?" Arisa menolak untuk mempercayai pendengarannya saat itu.
Ibu Arisa menggelengkan kepalanya, seolah mengatakan ini nyata bukan suatu kebohongan belaka.
Arisa terus terduduk di atas lantai itu beberapa saat lamanya sambil menangis.
Ibu Arisa ikut berjongkok sambil mengusap pelan punggung anaknya untuk menenangkan anak semata wayangnya itu.
.
.
.
"Apa? Risa, jangan bercanda!" sahut Assyfa ketika Risa mendatangi rumahnya pagi itu.
Kebetulan hari Sabtu dan Minggu memang kampus mereka tidak ada kegiatan belajar mengajar.
Mata Arisa masih sembab karena menangis semalaman.
"Aku juga berharap ini semua bohong, Syfa..." sahut Arisa dengan nada lemah.
Assyfa menatap Arisa dengan tatapan iba, tak menyangka bahwa sahabat terbaiknya itu tengah menghadapi cobaan yang sangat berat.
.
.
.
"Ayah kapan akan dioperasi, Bu?" tanya Arisa ketika ia tengah makan siang dengan ibunya di rumah makan yang berada di rumah sakit tempat ayahnya dirawat.
"Kata dokter, ayahmu boleh pulang sore ini. Operasinya tidak bisa langsung dilaksanakan, sekitar tiga minggu atau satu bulan lagi baru operasinya akan dilaksanakan." sahut Ibu Arisa.
"Ayah... Akan baik-baik saja kan, Bu?" tanya Arisa sambil menatap sedih ke arah ibunya.
Ibu Arisa menganggukan kepalanya sambil berusaha tersenyum. "Insya allah, Ris.."
"Lalu, bagaimana dengan pekerjaan ayah, Bu?" tanya Arisa.
"Ayahmu akan kembali bekerja dengan normal Senin besok, sampai jadwal operasinya ditentukan nanti. Ingat, ayah dan ibu ini cukup dikenal publik! Makanya, jangan sampai kabar penyakit ayahmu ini diketahui siapapun ya.." sahut Ibu Arisa.
"Kenapa, Bu?" Arisa menatap bingung ke arah ibunya.
"Kau kan tahu, jaksa seperti ayahmu banyak yang benci. Kalau kabar penyakitnya tersebar, bisa-bisa pihak-pihak yang membenci ayahmu memanfaatkan masalah ini untuk menjatuhkan karir ayahmu.." sahut Ibu Arisa.
KAMU SEDANG MEMBACA
Inikah Takdirku? (END)
Teen Fiction"Apakah.... Seberat ini... Takdir hidupku?" bisik hati kecil Arisa.