Bukan hanya tidak mengenali wajah istrinya sendiri, Ayah Arisa bahkan tidak mengenali wajah Arisa, padahal ia ingat ia memiliki putri bernama Arisa Rahardian.
Arisa langsung menangis ketika melihat ayahnya yang terbaring di hadapannya itu tidak mengenali dirinya.
Arisa segera berlari ke ruang prakter Dokter Rey.
"Suster, ada yang ingin aku tanyakan kepada Dokter Rey! Mengapa ayah mengingat namaku dan ibu, tapi ia tidak mengenali wajah kami sama sekali? Ada apa dengan ayahku?" tanya Arisa dengan panik kepada perawat yang tengah berada di depan ruang praktek Dokter Rey.
"Dokter Rey baru datang jam sembilan. Ini masih jam delapan, Mbak... Nanti saya akan infokan kepada Dokter Rey. Mbak ini anaknya Jaksa Bambang kan? Nanti saya infokan kepada Dokter Rey kalau ia sudah sampai ke rumah sakit." sahut sang perawat.
"Mengapa ayahku bisa lupa wajahku dan ibu, Sus? Apa ayahku baik-baik saja?" Arisa masih terlihat sangat panik.
"Ayahnya Mbak habis dioperasi untuk pengangkatan tumor otak kan?" tanya sang perawat.
Arisa menganggukan kepalanya.
"Menurut saya, wajar kalau ingatannya agak berantakan. Otak itu kan sumber segala ingatan. Makanya, ketika otak ayahnya Mbak dikutak katik di ruang operasi, pasti ada beberapa ingatannya yang terganggu..." sahut sang perawat.
"Apa itu berbahaya, Sus?" tanya Arisa.
"Seharusnya, asal kondisi fisiknya stabil, semuanya baik-baik saja. Lambat laun ayahnya Mbak akan bisa mengingat dengan baik lagi. Makanya, akan terus kami pantau perkembangan kondisi ayahnya Mbak.. Semoga baik-baik saja.." sahut sang perawat, berusaha menenangkan Arisa.
.
.
.
"Namanya juga otak. Organ tubuh paling utama. Semua memori kan adanya di otak kita. Wajar kalau ingatan Bapak Bambang agak berantakan. Karena operasinya kemarin kan operasi yang berkaitan dengan otak beliau..." sahut Dokter Rey ketika mengecek kondisi Ayah Arisa.
"Tapi ini berbahaya tidak, Dok?" tanya Ibu Arisa dengan ekspresi panik.
"Kalau untuk pasien pasca operasi otak, hal seperti ini wajar. Karena memang ada trauma di otaknya ketika dilakukan operasi. Tapi biasanya ingatannya akan kembali normal seiring berjalannya waktu." sahut Dokter Rey.
"Berarti, ayah akan baik-baik saja ka, Dok?" tanya Arisa. Wajahnya sudah memerah karena menangis.
"Kami akan terus memantau perkembangan kondisi ayah anda, Mbak Arisa. Semoga semua baik-baik saja. Kalau untuk tanda-tanda vitalnya sejauh ini stabil." sahut Dokter Rey.
"Terus berdoa, Ris.. Semoga ayahmu bisa segera pulih seperti biasanya.." sahut Ibu Arisa sambil memeluk erat tubuh anak satu-satunya itu.
.
.
.
Arisa terduduk di kantin rumah sakit sendirian malam itu.
Sambil memegang sekaleng soda di tangannya, Arisa menundukkan kepalanya.
Di saat-saat seperti itu, jujur saja, Arisa tiba-tiba merindukan mantan kekasihnya.
"Coba saja kalau Aiden ada disampingku.. Setidaknya aku punya bahu untuk bersandar. Bahu untuk menangis.... Jadi, aku tidak terlihat begitu lemah di hadapan ibu..." gumam batin Arisa.
Semua kenangannya bersama Aiden kembali terputar di benaknya.
Membuat air mata Arisa menetes, membasahi wajah cantiknya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Inikah Takdirku? (END)
Teen Fiction"Apakah.... Seberat ini... Takdir hidupku?" bisik hati kecil Arisa.