"Aku sebenarnya anak angkat dari keluargaku yang sekarang.. Dan kau tahu siapa ayah kandungku?" tanya Aiden.
Arisa menatap Aiden. "Siapa?"
"Seorang narapidana. Ia dituduh atas kasus penggelapan dana di kantornya. Dan kau tahu siapa yang menjebloskannya ke dalam penjara?" tanya Aiden.
Arisa terdiam. Perasaannya sangat tidak enak.
"Ibumu adalah pengacara yang gagal dalam membela ayahku... Dan ayahmu adalah jaksa yang menjebloskan ayahku ke dalam penjara.. Apa kau pikir, kita masih bisa berpacaran dalam kondisi seperti ini?" sahut Aiden.
Kedua bola mata Arisa terbelalak.
Air mata kini mulai menetes juga dari kedua bola mata Arisa.
"Kau... Pasti bohong.." sahut Arisa sambil menatap Aiden dengan tatapan sangat terkejut.
Aiden menatap Arisa. Kedua bola matanya masih basah oleh air mata.
"Apa kau pikir.. Ini situasi yang bisa dijadikan bahan bercandaan?" tanya Aiden.
Arisa terdiam. Ia hanya bisa menghapus air mata di wajahnya. Lidahnya kelu. Ia bahkan tidak tahu lagi harus berkata apa menghadapi kenyataan yang baru saja terkuak itu.
Dalam hati kecilnya, Arisa bertanya, "Mengapa takdir mempermainkan perasaanku seperti ini?"
"Maafkan aku, Arisa..." sahut Aiden dengan nada lirih. "Aku.. Sangat menyayangimu.... Tapi..."
Aiden terdiam sejenak. Dari ekspresi wajahnya, terlihat dengan jelas betapa ia juga sangat terluka saat itu.
"Tapi aku tidak mungkin bisa... Berkencan dengan anak dari seseorang yang sudah menjebloskan ayahku ke dalam penjara.... Maaf..." sahut Aiden sambil menggigit bibir bawahnya, berusaha menahan agar tangisnya tidak meledak.
Arisa menundukkan kepalanya. Air mata terus membasahi wajah cantiknya itu.
Aiden pun pergi. Meninggalkan Arisa berdiri seorang diri disana.
Arisa tidak langsung kembali ke dalam kamar tempat ayahnya dirawat. Kakinya terlalu lemas untuk berjalan.
Arisa terus berdiri disana sambil menangis sejadi-jadinya.
Aiden pun berjalan menuju parkiran sambil meneteskan air matanya. Ada rasa sakit dan sesak yang dirasakan dalam dadanya.
"Mengapa Arisa... Harus menjadi anak dari kedua orang itu?" gumam batin Aiden sambil terus berjalan dengan hati yang terluka.
.
.
.
"Kau kenapa, Risa?" Ibu Arisa tercengang ketika melihat Arisa masuk ke dalam kamar itu dengan wajah agak memerah dan mata yang sembab.
"Ada apa denganmu dan Aiden, Nak?" Ayah Arisa juga tak kalah bingung ketika melihat wajah anaknya itu.
Padahal, Arisa baru masuk ke kamar setelah setengah jam lebih ia berhenti menangis. Namun ternyata bekas tangisan itu masih terlihat jelas di wajah Arisa.
"Mengapa pacarmu itu pergi begitu saja tanpa mengucapkan salam pada kami? Katamu ia anak baik. Mengapa sikapnya setidaksopan itu?" tanya Ayah Arisa.
"Ada apa antara kau dengannya, Risa?" tanya Ibu Arisa.
Bukannya menjawab pertanyaan ayah dan ibunya, tangis Arisa justru kembali meledak.
Ayah dan Ibu Arisa sangat tercengang. Setelah beranjak dewasa, mereka tidak pernah melihat Arisa menangis seperti itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Inikah Takdirku? (END)
Teen Fiction"Apakah.... Seberat ini... Takdir hidupku?" bisik hati kecil Arisa.