"Gina! Berhenti baca novel! Kalau enggak niat belajar, keluar kamu dari kelas saya sekarang!"Kata-kata tersebut membuat gadis yang sedang menutupi wajahnya dengan novel itu terperanjat. Buru-buru ia mengangkat kepalanya dari meja. Ia menengadah ke arah pria bertubuh gempal yang sudah mengambil paksa bukunya.
"Duh, jangan, Pak! Gina belum selesai baca," rengek Gina.
Bukannya malu, Gina malah bertingkah seakan tak ada yang lebih penting dari novelnya. Hei, benar! Memang tak ada yang lebih penting dari sebuah novel di kamus hidup Gina—setelah kedua orang tuanya.
Sekuat tenaga, ia menjulurkan kedua tangannya--mencoba meraih buku novel yang sangat ia cintai dari tangan pria paruh baya tersebut.
Tak tahan, Gina pun bangkit—mengikuti langkah gurunya hingga ke meja guru. Gina tidak boleh kehilangan akal.
"Aduh, Pak. Gini aja, Gina turutin apa pun kemauan Bapak, asalkan buku Gina dibalikin. Serius, nih, Pak." Gina mencoba bernegosiasi.
Wajahnya memelas dengan kedua telapak tangan yang disatukan di bawah dagunya. Ditambah lagi, puppy eyes-nya tak lupa ia pasang, persis mata seekor kucing yang minta makan. Kali ini, ia tak akan kalah dengan pak Tomy. Gina tak boleh menyerah demi novelnya.
Pak Tomy menatap Gina sinis, lalu mengembuskan napas berat. Ia tidak tega.
"Sudah, duduk sana! Lain kali jangan baca novel pas lagi belajar!"
Dengan dahi yang masih mengernyit kesal, ia mengembalikan buku novel itu kepada Gina. Senyum Gina mengembang lebar. Pancaran kebahagiaan tampak jelas di wajahnya. Ia pun menyambut buku novelnya itu dengan semangat.
"Ah, makasih, Pak Tomy! I lop yu pul! I lop yu!" seru Gina sambil memeluk bukunya dengan sangat girang.
Pria paruh baya itu hanya memberi tatapan datar. Ia jengah dengan kelakuan Gina.
"Saya keluar dulu, ya, Pak. Maaf, udah buat Pak Tomy marah." Gadis itu pun melenggang ke luar kelas dengan senyum yang merekah.
"Eh, mau ke mana kamu?" cegat Pak Tomy sebelum ia benar-benar keluar dari kelas.
Gina menghentikan langkahnya, membalikkan badan ke arah guru itu.
"Mau keluar, Pak. Gina enggak mau ganggu Bapak mengajar. Jadi, Gina mau baca novel di luar aja. Biar lebih terasa feel kebaperannya, gitu."
Hei, pernyataan macam apa itu? Gina benar-benar sudah tidak waras. Ia kembali tersenyum lebar tanpa dosa, berdiri di ambang pintu sembari menunggu kata-kata apa lagi yang akan keluar dari mulut Pak Tomy.
Seluruh tawa murid yang ada di dalam ruangan itu pun meledak. Ya, Gina tak peduli. Itu sebuah dukungan baginya. Gina terkekeh polos, seolah berterima kasih pada teman-teman yang menertawainya.
Hanya novelnya yang terpenting.
Sungguh, kesabaran Pak Tomy selalu diuji karena muridnya yang satu ini. "Gina!" teriaknya.
"Iya, Pak?" Gina menyongolkan kepalanya dari balik pintu, sedangkan tubuhnya sudah berada di luar kelas. Ia tahu persis apa yang akan dikatakan Pak Tomy.
"Awas kamu, ya! Istirahat nanti temui saya di ruang guru!"
"Siap, Bosku! Btw, jangan lupa doakan Gina supaya ketemu Dilan di dunia nyata, ya, teman-teman!" teriak Gina cempreng.
Sedetik kemudian ia sudah hilang dari pandangan.
"Astaghfirullah. Nyebut, Gina! Nyebut! Huh, darah tinggi saya naik," keluh Pak Tomy mengelus dada. Disambut tawa tak enak hati dari seisi kelasnya.
Gina memang sudah gila!
***
❤
Hello! Selamat datang di dunia fiksi Gina!
Ini hasil remake cerita My Fiction Boy yang pernah dipublikasikan tahun 2017, dan aku publikasi ulang di 2020.
Semoga suka, ya!Vote dan comment jangan lupa, oke? Makasih yang udah mampir. Simpan di reading list kalian, yuk! 😊
Publish awal : Desember 2017
Publish ulang : 15 Februari 2020—with luv, Ketsiamanda ❤
KAMU SEDANG MEMBACA
My Fiction Boy
Teen FictionGina tidak mau lagi menjadi siswi berprestasi sejak orang tuanya bercerai. Bahkan di hari setelah kematian Oma, Gina memilih menghabiskan puluhan novel, menyendiri di kamar, dan tidak peduli pada ujian nasional SMP-nya. Vera, sahabatnya ketika SMA...