#10. Memori Pembunuhan

49 5 0
                                    

M Y  F I C T I O N  B O Y

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

M Y  F I C T I O N  B O Y

Ketsiamanda

○●○

Sebisa mungkin Karel melupakan gejolak perutnya yang minta diisi. Ocehan Evan belum juga mencapai inti. Padahal nasi ayam geprek di seberang rumah sakit sudah memanggil-manggil jiwanya.

"Tadi, gue kecelakaan," tutur Evan akhirnya.

Bola mata Karel merotasi. "Iya, kalau itu gue tahu! Terus?"

"Hampir tabrakan sama truk pembawa kayu di pertigaan. Untungnya, ada satu pengendara yang bantu klakson supaya gue fokus lagi. Belum sempat ambil tindakan, cewek itu langsung mendorong gue ke arah kiri dengan kakinya."

Evan antusias menjelaskan. Binar mata penasaran bercampur getir seolah terpancar. Ini teka-teki suram yang hampir menemukan jawaban.

"Terus, lo jatuh ke selokan? Terus, lo dirawat di sini? Kalau itu gue juga tahu," potong Karel tidak sabar.

"Diam dulu, Netizen! Nah, alhasil, gue batal adu moncong sama truk. Gue terguling di pinggir jalan. Motor gue terseret jauh, sekitar lima meter dari badan gue," papar Evan sambil sesekali mengingat potongan kejadian.

Karel mengerjap. Jemarinya seolah memberi gerakan pelintir pada janggut panjang yang tertanam di dagu. Padahal ia tidak punya janggut. Botak mulus. Ralat, hanya ada sisa cukuran yang nyaris tak terlihat.

"Lo kenapa cerita soal ini ke gue? Udah kayak polisi aja gue," celetuk Karel.

Gigi Evan sontak bergemeletuk. Geram. Jika saja tangannya tidak dipasang gips yang kaku ini, maka kepala Karel sudah pasti dibelai oleh jitakan manis Evan.

"Bisa diam, enggak? Lo buru-buru karena mau ketemu pacar lo, ya?" terka Evan sembarang.

Hampir saja bola mata Karel keluar dari tulang wajahnya. Tidak, itu mustahil. Ah, lain kali Karel tidak boleh melotot lagi. Ia terlalu tampan untuk menjadi manusia tanpa bola mata. Seram.

"Pacar apa, sih? Gue jomlo!" Karel membantah tegas.

"Udah, gue tahu lo punya. Makanya, dengar dulu cerita gue."

Terpaksa, Karel mengangguk. Ia duduk di sisi ranjang sambil bertopang dagu. Bibir kering Karel sesekali mengerucut. Helai rambutnya yang tak sengaja keluar dari alur sisiran ditiup-tiup asal. Bersiap mendengarkan walau ia paling tidak suka basa-basi.

"Lanjut, Bos!" titah Karel, antara tidak sabar dan malas.

Jelas ia penasaran. Selama ini tidak ada yang tahu bahwa Karel punya pacar, kan? Rahasianya aman, kan?

Evan patuh, lalu lanjut bercerita. "Jadi, cewek yang bantu gue tadi juga oleng motornya. Dia jatuh enggak jauh dari gue. Parahnya, dia ditabrak lagi oleh pengendara lain. Dia pingsan dan daerah kaki sama lengannya berdarah."

My Fiction BoyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang