#13 Sakit Ginjal?

299 26 0
                                    

M Y  F I C T I O N  B O YKetsiamanda

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

M Y  F I C T I O N  B O Y
Ketsiamanda

○●○

Jika bicara perihal bohong dan dibohongi, mungkin para manusia enggan terlibat dalam permainan dosa semacam itu. Menumpuknya beban jiwa yang tak kasat mata adalah alasan kenapa permainan itu dihindari. Namun, sebagian orang mengambinghitamkan kata ‘terpaksa’ sebagai awal mula mereka berbohong.

Ya, manusia itu lucu. Tidak mau dibohongi, tetapi sibuk menutupi kebohongan dengan kebohongan lain. Apa itu bisa dibilang wajar?

Gina tidak suka, dan kalian pun tidak suka, kan?

Cara Gina berbeda. Ia selalu pura-pura bodoh, mengikuti permainan, demi membongkar kebenaran. Karel tidak akan bisa menipu.

“Jangan telat makan, ya. Nanti maag ini kambuh lagi, dan bisa lebih parah.”
Lamunan sok bijak Gina terpecah ketika pria dengan stetoskop yang mengalung di lehernya ini bicara.

Dilekatkan bungkus-bungkus obat begitu rapi. Lalu mulai mencoret-coret plastiknya dengan resep aturan makan. Tulisan yang cuma bisa dibaca oleh kaum seprofesinya saja, mungkin.

“Oke, deh. Ini gara-gara Bang Gerald, Dok. Gina enggak makan semalaman,” adu Gina sambil turun dari ranjang pemeriksaan.

Gadis itu merengut sebal—berjalan menuju meja sang dokter muda. Ali Zefran adalah nama yang tercetak di name tag yang mengait di jas putih kebanggaannya. Cukup tampan dengan lesung pipi dan rambut yang dipotong rapi.

“Mau salahin Abang, hmm? Siapa suruh pulang malam dan enggak makan siang?” balas Gerald tak mau kalah.

Gina pun duduk di kursi yang berdampingan dengan Gerald. Menunggu sang dokter selesai mengemas resep dan obatnya. Tidak bicara lagi, karena berdebat itu melelahkan.

“Kalian ini. Dari dulu ribut terus,” ucap Dokter Ali sambil tertawa kecil.

“Dokter, jangan bosan jadi dokter pribadi Gina karena masalah ini, ya, Dok,” ucap Gina sambil memelas pura-pura.

“Iya, kalian udah saya anggap sebagai adik, kok. Tenang aja. Ya, enggak, Ger?” tanya dokter berusia dua puluh delapan tahun itu.

Pandangan Dokter Ali berpindah dari bungkusan obat ke Gerald. Lelaki itu hanya tertawa. Dokter muda tersebut memang selalu menjadi dokter andalan mereka. Karena tidak membuka praktik di rumahnya, maka Gerald harus ke rumah sakit demi mendapat pelayanan sang dokter.

Belum sempat bicara lagi, pintu ruang Dokter Ali pun terbuka. Menampilkan seorang perawat yang menongolkan kepala di sela pintu. Papan data-data pasien berada di pelukannya.

My Fiction BoyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang