Vote dan comment dulu jangan lupa, ya! Terima kasih. ❤
---------------------------------------
-------------------------------------
"Kalau gue yang jadi Milea, pasti gue terima tawaran Dilan."Gina bermonolog heboh, sembari mengunyah permen karet yang sudah hambar. Pahit mendominasi. Mirip kisah cinta para jomblo seperti Gina.
Tiga jam mengarungi les kimia, otak berkapasitas mini Gina terasa hampir pecah. Ah, tapi tidak. Persis robot, energi Gina masih stabil meskipun ia letih. Jarang berkurang drastis. Ya, novel adalah baterai penyemangatnya.
Dapat Gina rasa, sesekali tubuhnya ditabrak oleh puluhan manusia yang ingin cepat ke area parkir. Berisik, mereka berlari kesetanan--seolah ada harta karun di ujung sana. Ada pula yang sibuk bergibah ria sambil berlari.
Oh, ayolah. Gina tidak suka mengikuti tempo lari mereka. Seperti banci yang dikejar Satpol PP. Tahu, kan?
"Astaga, Gina. Lo jalan kayak keong sawah!"
Perempuan berjaket merah tua di ujung koridor melambai kasar. Dari sela puluhan kepala, Gina berjinjit heboh. Berusaha menemukan sumber suara yang ia tahu adalah Vera.
"Santai aja. Belanda masih jauh," balas Gina tanpa melihat wajah Vera.
"Kita enggak lagi di zaman perang, Markonah!"
"Tapi, suara lo kayak bom nuklir Jepang, Ver!"
"Daripada suara lo, mirip petasan rawit."
Petasan rawit? Ya, benar juga. Malah lebih parah dari itu. Dua gadis pemegang suara tercempreng se-SMA Lentera Nusa ini terus cekcok, ribut sepanjang lorong koridor.
Bisa dipastikan, para telinga yang mendengar suara mereka butuh dokter THT. Siapa tahu gendang telinganya rusak? Ah, berlebihan. Efeknya mungkin hanya berdengung seharian saja.
"Cepat, nanti jam besuknya habis!" teriak Vera lagi.
"Iya. Sabar, Tukiyem," balas Gina santai.
Gina mau menjenguk Evan. Tapi sayangnya, novel berjudul Dilan 1990 ini terlalu menggoda dan candu. Butuh usaha keras bagi Gina untuk melepaskannya.
Puluhan kali sepatu kinclong Vera mengentak-entak ubin yang agak lembap. Aura emosinya menguar. Pekat. Membuat para mata bertanya-tanya. Kenapa Vera Calista yang manis jadi segarang itu?
Diliriknya singkat perempuan stylish yang hobi berdandan itu oleh Gina. Lucu. Dalam imajinasi Gina, Vera layaknya cacing yang sedang joget ubur-ubur. Kalau diputarkan lagu memakai speaker olahraga yang suaranya gember, pasti lebih seru.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Fiction Boy
Teen FictionGina tidak mau lagi menjadi siswi berprestasi sejak orang tuanya bercerai. Bahkan di hari setelah kematian Oma, Gina memilih menghabiskan puluhan novel, menyendiri di kamar, dan tidak peduli pada ujian nasional SMP-nya. Vera, sahabatnya ketika SMA...