Banana

8.1K 1K 255
                                    

Jihoon mencoba untuk tidak panik.

Ia memilih duduk di atas sofa dan berfikir rasional.

Bahwa pertengkaran adalah hal biasa dalam menjalani hubungan.

Jihoon berusaha mengabaikan lututnya yang lemas dan matanya yang panas ingin menangis.

Masalah tidak akan selesai hanya dengan tangisan, maka Jihoon mengusap kasar air matanya dan menarik nafas.

Masalah akan selesai jika mereka bicara, benar.
Jihoon tidak perlu panik.

Jihoon menggigiti kukunya dan menggoyang kakinya.

Ponsel.
Ia butuh ponsel.

Jihoon meraih ponselnya dan baru sadar bahwa ponselnya sengaja ia matikan sejak tadi.

Puluhan pesan otomatis masuk saat Jihoon menyalakannya.

Ada nama Daniel disana.

Ada sekitar 11 pesan dan 3 voice mail yang Daniel tinggalkan.

Jihoon membuka kotak pesan dan membacanya satu persatu.

"Park Jihoon, kau dimana?"

"Balas pesanku setelah kau membaca pesan ini"

"Ini sudah malam. Kau dimana?"

"Kau baik-baik saja?"

"Hubungi aku"

"Demi Tuhan, dimana kau? Aku mencarimu kemana-mana"

"Park Jihoon... Balas pesanku"

Jihoon mengusap kasar wajahnya.

Dengan ragu mencoba memutar voice mail yang ditinggalkan Daniel dan setelah itu air matanya meluncur turun tanpa izinnya.

"kau bisa memukulku, kau bisa memarahiku sesuka hatimu, tapi aku mohon- angkat teleponku"

"Kau tidak sedang bercanda kan? Ada apa denganmu? Kenapa kau menonaktifkan ponselmu!"

Jihoon duduk terisak dan melepaskan ponselnya.

Membiarkan kakinya yang dingin ia angkat ke atas sofa untuk ia peluk dan menangis disana.

Tidak, Jihoon tidak baik-baik saja.

Jihoon merasa sangat bersalah dan ini gila.

Jihoon ingin menjelaskan segalanya pada Daniel dan mengatakan bahwa ia tidak berfikir jernih tadi dan-

Hiks.

Jihoon menangis.

Membaringkan tubuhnya di atas sofa dan menatap acara televisi yang seperti biasa tanpa suara.

Hening.

Laptop Daniel dan kabelnya masih ada dilantai dan berantakan.

Botol-botol kopi instan ada di atas meja dan Jihoon yakin itu adalah alat Daniel agar ia tidak mengantuk dan tetap fokus pada pekerjaannya.

Benar, Daniel adalah pria dewasa.

Pekerjaan yang ia sukai adalah hal paling penting baginya.

Jihoon- tidak seharusnya menuntut banyak pada Daniel yang sedang fokus dengan pekerjaannya.

Ia bahkan tidak memiliki waktu tidur dan makan yang cukup untuk dirinya sendiri.

Jihoon kembali mengusap matanya yang basah.

Menutup matanya dengan lengan dan menangis makin keras.

Ia mengingat pertengkaran tadi dan suara Daniel yang meninggi.

Sweet Americano . NielWink . EndTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang