🗣️Chapter 1

40.1K 636 9
                                    

Pagi-pagi buta Shiena harus terbangun dari tidur lelapnya ketika ada rasa aneh yang menjalar dari perut hingga tenggorokan. Semakin di tahan, gejolak itu semakin memaksa keluar hingga membuat Shiena mau tak mau menyeret kakinya dengan setengah sadar menuju kamar mandi.

Huek huek

Suara muntahan Shiena menggema di segala penjuru kamar mandi. Shiena merasa ada yang sedikit aneh dengan yang di muntahkan. Hanya berupa cairan bening saja yang keluar, bukan bekas makanan yang bergerombol seperti pada umumnya.

Lima menit lamanya Shiena masih betah membungkuk di depan wastafel, cairan bening itu tak kunjung berhenti hingga menimbulkan rasa perih di kerongkongannya. Juga otot perutnya terasa sakit karena ikut tertarik ketika memaksakan muntahnya keluar.

Tak cukup sampai disitu, Shiena berinisiatif memasukkan jari telunjuknya ke rongga mulut. Mencongkel apapun yang bisa telunjuknya jangkau. Namun tindakan itu masih belum mempan untuk mengeluarkan semua rasa yang mengganjal itu.

Tak kehabisan akal, Shiena akhirnya melingkarkan kedua jari tangannya di depan leher dan mulai mengurut dari bawah ke atas. Benar kata pepatah bahwa usaha tidak akan mengkhianati hasil. Cairan itu akhirnya keluar mengikuti pergerakan tangannya, meski tak seberapa namun itu cukup membuat Shiena lega dan merasa lebih nyaman.

Merasa cukup dan tak ada lagi tanda-tanda ingin muntah, Shiena akhirnya membasuh mulut dan wajahnya. Sekilas dia memerhatikan penampilannya di cermin. Pucat. Itulah yang ada di benaknya ketika pertama kali melihat wajahnya.

Setelahnya Shiena kembali menyeret kakinya keluar kamar mandi. Tujuannya hanya satu, yaitu kasur. Tak tahu kenapa, pasca muntah-muntah Shiena ingin sekali berbaring dan melanjutkan tidurnya. Energi yang sebelumnya sudah terisi penuh kini kembali ke titik awal. Muntah membuat energinya habis terkuras.

"Kenapa?" Diandra, sahabat Shiena bertanya dengan suara seraknya bangun tidur.

"Gak tau. Mual, muntah doang," sahutnya.

Tak menghiraukan kondisi Diandra yang menatapnya heran, Shiena kembali merebahkan tubuhnya di bad single miliknya.

Sekedar informasi tambahan, Diandra ini adalah sahabatnya dari kecil. Ibarat kata mereka sudah seperti saudara kandung yang kemana-mana mesti berdua, mau apa-apa selalu bersama. Seperti sekarang merantau jauh dari orang tua menempuh pendidikan pun keduanya sudah berjanji untuk kuliah di universitas yang sama. Yang berbeda hanya jurusan mereka.

"Kok bisa? Gak salah makan kan? Makan apa kemarin?" tanya Diandra beruntun.

"Seblak. Masa makan seblak doang bisa sampe mual, muntah begini?" Shiena jadi bingung sendiri.

"Ya, bisa jadi kalau seblaknya yang level tinggi."

"Gak. Aku makan level yang biasa aku makan, Di. Pedesnya juga masih bisa terkontrol."

"Berarti kenapa tuh bisa sampe mual, muntah gitu?" nada suara Diandra perlahan melemah. Kedua matanya sudah terpejam, tapi masih sempat menimpali Shiena.

"Itu juga aku gak tau, Di. Ampun deh. Berapa kali harus aku ngomong sih," gerutu Shiena dengan posisi yang sama. Tinggal menunggu siapa duluan yang hilang kesadaran baru obrolan mereka bisa berhenti. Sepertinya!

"Hm."

•••

"Berangkat jam berapa, Di?" tanya Shiena. Kini jarum jam sudah menunjuk pukul sepuluh dan Diandra maupun Shiena masih goleran di atas tempat tidur.

Gila! Lama juga keduanya tidur.

"Jam satu," jawab Diandra. "Kamu?"

"Jam sebelas," balas Shiena tanpa semangat. "Berarti sejam lagi dong?!"

Diandra mengalihkan pandangannya pada Shiena. Diandra heran tumben banget sahabatnya ini di tanya soal perkuliah kok kayaknya kurang bersemangat. Tidak seperti biasanya.

"Iya, sejam lagi. Kenapa? Kok kayak gak semangat gitu?"

"Hah?"

"Hah, hoh, hah, hoh! Kamu tuh kenapa sih, Shi, tiap ditanya jawabnya ngang ngong melulu. Kesambet setan toilet ya lu!" Diandra bergidik sendiri memikirkannya.

"Mungkin kali."

"Yeh, nih anak jawabnya gitu. Bikin merinding aja. Hus, sana bangun terus mandi. Jangan lupa baca doa dan kembaliin setan yang nempel di badanmu ke tempatnya."

Shiena memastikan jam sekali lagi sebelum akhirnya memaksakan diri untuk bangun. Hari ini badannya sangat berat sekali meninggalkan kasur. Seakan ada magnet yang ingin menarik punggungnya untuk kembali menempel di kasur empuk itu.

"Lawan Shiena. Kalau kamu gak lawan mau jadi apa kamu entar. Jangan biasain malas-malasan, nanti kebawa sampai tua gimana? Ayo, semangat pejuang sarjana biar dapat suami konglomerat! Kalau udah dapet suami konglomerat, baru deh kamu bebas tiduran seharian, terserah!" gumam Shiena menyemangati dirinya sendiri dengan motivasi versi dirinya sendiri.

Terbukti motivasinya itu ampuh membuatnya semangat kembali. Sesegara mungkin Shiena bergerak cepat sebelum kobaran semangat itu hilang. Semangatnya seperti kobaran api yang sangat mudah terbakar.

Shiena bersenandung ria selagi merapikan tempat tidurnya. Ini adalah salah satu cara agar semua anggota tubuhnya bangun sehingga tidak akan kaget jika nantinya kena air dingin.

"Kek orang gila aja si Shiena," ejek Diandra. "Aku anter ke RSJ, mau?"

Shiena melempar guling pas mengenai muka Diandra. "Sst, diem Di. Jangan ganggu dulu. Mumpung semangatku masih berkobar. Meski kobarannya sepoi-sepoi."

Kalau Shiena sudah bilang sepoi-sepoi, itu tandanya semangatnya hampir redup. Dan jika Diandra tidak ingin kena amukan Shiena maka dirinya harus berhenti atau itu batok kepala charger terbang ke mukanya.

Diandra akhirnya membiarkan sahabat labilnya itu masuk kamar mandi. Begitu Shiena menghilang dari pandangannya, Diandra kembali bergelung dengan selimutnya. Dinginnya Ac membuat Diandra semakin nyaman menikmati sisa waktu yang tersisa.

"Weesh, udah mandi aja, Shi? Kek kerbau aja mandinya bentaran doang."

"Sotoy. Sepuluh menit masih di bilang bentaran? Hellow?!" balas Shiena sambil memutar bola matanya. Tangannya sibuk mencari pakaian di lemari.

"Perasaan kamu masuknya barusan dah."

"Terserahlah, Di. Aku buru-buru."

Debat terus. Perdebatan mereka memang tiada ujung sampai salah satunya mengalah demi kewarasan mental. Debat-debat mereka saling sayang kok. Buktinya ketika Diandra putus cinta minggu lalu, Shiena yang paling tersayat ketika sahabatnya yang usut-usut punya usut ternyata di selingkuhi oleh sang mantan pacar dengan salah satu teman kelas Diandra sendiri.

Betapa murkanya Shiena kala itu hingga dengan segala keberaniannya melabrak mantan pacar dan selingkuhannya. Segala cacian yang belum pernah Shiena katakan sebelumnya tiba-tiba keluar tanpa kontrol dan membuat Diandra ikut kaget mendengarnya.

"Aku pergi dulu ya, Di. Udah mau jam sepuluh nih," Shiena berpamitan setelah dia sudah rapi memakai pakaiannya.

"Daah, ti-hati di jalan. Jangan ngebut."

"Yoi. Dah, assalamualaikum."

"Waalaikumsalam."

•••

TBC...

Yg pernah baca cerita ini jangan heran yak kalo nama tokoh dan alurnya sedikit berubah wkwkwk tapi tenang inti ceritanya tetap sama kok. Cuman ganti suasana aja plus ganti dialog doang biar sedikit membaik;) kemarin kan dialog sama penjelasan suasananya ambur adul hihi✌️

Pregnant Still VirginTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang