Setunggal - Bocah Jalanan

3.9K 129 8
                                    

Remang. Malam yang remang. Cahaya purnama menyinari gelapnya malam, ditemani oleh bintang-bintang kawanannya. Penjaga istana pun berjaga-jaga, mata mereka bagai elang. Sungguh jeli pengelihatan mereka, menjaga istana dari penyusup.

Mata Kasurip benar-benar awas, dari puncak menara ia mengawasi kediaman sang Raja. Sudah menjadi suatu kewajiban baginya untuk menjaga raja, dan hanya kepada Raja Sunadharpa ia setia.

Kasurip pun mengadah ke langit. Indah, batin dirinya. Inilah sebab ia mencintai pekerjaannya. Meski kadang melelahkan, pemandangan dihadapannya setimpal dengan pekerjaannya. Disela-sela istirahatnya, ia memiliki waktu untuk mengagumi ciptaan Sang Pencipta, yang begitu indah tak tertandingi.

"Ah, Hyang Widhi," ujarnya sembari menatap bintang-bintang di langit. "Sungguh indah alam yang kau berikan."

Angin berhembus, menerpa wajah Kasurip dengan lembut. Kasurip merasa terlelap, angin nan lembut meninabobokannya.

Srek.

Hampir saja Kasurip terbuai dalam tidurnya, ia pun kembali berjaga. Matanya yang bagai elang kembali awas, mencari si penyusup

Srek.

Suara itu terdengar lagi. Tak lama adalah sebuah bayangan melintas dihadapannya. Kasurip tidak berpikir dua kali. Langsung ia menerjang angin, menyerang sekelebat bayang itu, dan membekuknya.

Si bayangan itu berusaha memberontak, namun ia kalah kuat dengan Kasurip. "Ampun!" serunya meringis. "Ampuni hamba, Tuan!"

Kasurip pun tersentak. Terdengar suaranya seperti suara anak kecil. Ia pun kemudian melepaskan orang itu, dan orang itu pun terkapar di lantai.

Rembulan pun menyinari orang itu, terlihat jelas benar hanyalah seorang anak lelaki kecil yang ia bekuk. Entahlah berapa umurnya, kemungkinan sepuluh warsa. Merasa bersalah, Kasurip pun menghampiri anak itu, dan berusaha berbaikan dengannya.

"Nak?" ujar Kasurip. Ia pun mencoba menyentuh pundak anak itu.

Namun...

Prang.

Bocah itu malah menyerangnya kembali. Rupanya bocah itu membawa pedang, untunglah Kasurip berhasil menahan serangan dengan kerisnya. Sungguh, Kasurip sungguh terkejut. Sepintas dalam benak Kasurip bahwa bocah yang ia hadapi ini adalah turunan iblis. Sebab, kemampuan bocah itu bermain pedang sangatlah ahli. Diluar perkiraannya. Dan butuh waktu bertahun-tahun untuk dapat bermain pedang selihai dirinya.

Prang.

Dengan kerisnya Kasurip pun melucuti keris milik bocah itu. Kasurip pun mengacungkan kerisnya ke arah bocah itu. Sesaat bocah itu terdiam, ia pun memasang raut sedih, lalu bersimpuh kepada Kasurip.

"Kumohon, Tuan," isak bocah itu. "Jangan jebloskan hamba ke dalam penjara, Tuan."

"Tidak ada alasan untuk itu," ujar Kasurip dingin, seraya tetap mengarahkan kerisnya kepada anak itu. "Kau tetap akan kujebloskan ke penjara."

"Kumohon, Tuan! Ampuni hamba! Hamba akan melakukan apapun, Tuan!"

"Kau bahkan mau membunuhku, wahai keturunan iblis! Manakah mungkin aku dapat membebaskanmu?"

"Beribu ampun, Tuan! Hamba hanya melindungi diri hamba!"

"Lebih baik diam saja kau wahai anak pendusta."

"Kumohon beribu ampun, maka hamba berjanji tidak akan menginjakan kaki di tempat ini lagi!"

"Tentu saja kau tak akan pernah menginjak tempat ini." Kasurip menarik lengan bocah itu, menyeretnya tanpa belas kasih. "Akan kupastikan kau tak akan pernah melihat sinar surya kembali!"

Babad Basupati: Petualangan PertamaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang