Part. 4

26 5 0
                                    

"Selamat Pagi!"

"Morning!"

"Hai!"

Sapaan itu terdengar begitu jelas di telinga Adel, yang baru saja menapakkan kakinya dilantai koridor sekolah saat ini. Ia merasa bingung apa benar sapaan itu untuknya? Tumben sekali, empat teman sekolah perempuannya itu menyapanya. Biasanya juga cuek bebek dan terkesan membuang muka kalau Adel lewat. Tapi saat ini mata mereka melihat kearah Adel, berarti benar kan ya mereka menyapa Adel?

"Hai ju..." Baru saja Adel ingin menjawab sapaan teman sekolah perempuannya itu, tapi tiba-tiba saja..

"Hai Rehan! Selamat pagi!" kompak mereka berempat dengan semangat, yang membuat Adel langsung tersadar.

DEG!
Adel mematung seketika, matanya membulat menatap kosong lantai koridor saat ini, mulutnya menganga mendengar kalimat lengkap, yang disampaikan ke-empat teman sekolah perempuannya itu.

"Hai Adelia! Selamat pagi! hehe..." Bisik Rehan lembut di telinga Adel dengan diakhiri kekehan, namun sangat terdengar menyebalkan bagi Adel.

Setelah menyampaikan sapaan itu ke Adel, Rehan melangkahkan kakinya santai mendahului Adel, memasukkan tangannya ke dalam saku celana, bersikap seolah tidak terjadi apa-apa. Membalas sapaan dari ke-empat teman sekolah perempuannya itu, yang membuat mereka berempat berseru kegirangan seperti mendapat undian hadiah.

Jadi sedari tadi Rehan dibelakang Adel? Jadi sapaan-sapaan itu bukan untuknya tapi untuk Rehan? Adel merasa sangat malu saat ini, karena sudah kegeeran saja tadi. Apalagi ditambah sapaan Rehan yang lebih terkesan mengejeknya, membuatnya berkali-kali lipat lebih malu saat ini.

Tak mau lebih terlihat memalukan lagi, Adel segera melangkahkan kakinya cepat menuju kelas, mukanya saat ini benar-benar memerah karena menahan malu.

"MENYEBALKAN!" Jerit Adel dalam hati.

***

BRAK!
pintu kelas terhempas ke tembok dengan begitu kerasnya, menimbulkan suara berdebam yang membuat kaget seluruh penghuni kelas, mereka semua menoleh penasaran ke arah pintu yang menampakkan muka Adel yang muram seperti belum makan sebulan, juga memerah seperti tomat busuk saat ini.

Setelah tau siapa yang membuka pintu seperti itu tadi, mereka semua bersikap tidak peduli, dan melanjutkan kembali aktifitas mereka yang sempat tertunda tadi.

Adel menghempaskan tasnya kasar dikursi tempatnya, di lanjut ia dengan cepat duduk diatas kursinya.
"Santai aja bisa kali del!" Serafina Yola Tarisa atau yang sering disapa fina ini adalah sahabat Adel di sekolah, pertama kali bertemu dengan Adel sewaktu MOS ( Masa Orientasi Sekolah) di sekolah, karena merasa saling cocok membuat keduanya berteman sekaligus menjalin persahabatan hingga kini.

"Tau ah, gue lagi bete nih!" Adel menoleh sebentar kearah Fina, lalu membuat gerakan tangan kanan diatas tangan kiri untuk menopang kepalanya, matanya menatap kosong kearah depan, bibirnya dimanyunkan untuk menampilkan kesan kalau dia sedang kesal saat ini.

"Bete kenapa coba?" Fina bertanya sambil memainkan ponselnya, sedang mengetik pesan sepertinya...

"Males gue ceritanya, nyebelin banget emang!" Adel mengucapkannya sambil melihat ke arah fina yang masih sibuk dengan ponselnya, setelah itu Adel menyembunyikan wajahnya kedalam ruang kosong yang dibuat tangannya sendiri.

"Yaudah kalo lo gak mau cerita sekarang." Jawab Fina melihat ke-arah Adel sebentar, lalu kembali fokus ke ponselnya.

"Oh iya, lo kemana sih kemaren fin? Udah nggak ada kabar, nggak ngasih tau gue juga. Bete tau gue ditinggal lo, huh!" Adel merubah posisi duduknya lebih tegak, menatap Fina yang masih fokus pada ponselnya.

"Bilang aja lo kangen sama gue del, jaim banget deh sama sahabat sendiri." Fina tersenyum menatap Adel sambil dua alisnya dinaikkan.

"Gue kemarin ikut papah ke surabaya." Tutur Fina lagi.

"Lah emg lo ngapain kesana sama papah lo?" Adel bertanya lagi sambil melipat tangannya dibawah dada.

"Papah ada urusan kerjaan sehari disana, gue nemenin dia." Kali ini Fina lebih fokus menatap Adel, ponselnya sudah ia masukkan kedalam saku roknya.

"Dasar anak papah! Harus banget gitu ikut papah mulu?" Tanya Adel lagi. Namun Adel tidak benar-benar serius mengatai Fina seperti itu, karena Adel sama seperti Fina, dan Fina pasti mengerti akan hal itu.

"Ya enggak sih, cuma kan gue takut sendirian di rumah. Lo kan tau ART gue lagi pulang kampung!" Fina menjawab apa adanya, sambil tangannya mulai merogoh ponselnya yang berbunyi.

"Sadar dong lo juga anak mamih, del!" Tiba-tiba saja Rehan sudah duduk di meja Fina, lalu mengatai Adel begitu saja. Membuat Adel dan fina menoleh berbarengan menatap Rehan jengah.

"Apa sih lo! Kabel butut! Nyambung-nyambung aja!" Ketus Adel tak terima dikatai seperti itu oleh Rehan, walau memang kenyataanya sih iya.

"Emang iya kan lo anak mamih! Berangkat sekolah dianterin, pulang sekolah dijemputin! Untung lo bukan jelangkung." Rehan mencecarnya lagi, dengan fakta yang memungkinkan Adel tidak bisa beralasan lagi.

"Suka suka gue dong, sirik aja lo!" Sentak Adel sambil melirik Rehan tajam.

"Kalau udah kena sekak gitu tuh! dasar anak mamih!" Rehan membalasnya lagi dengan lirikan yang tak kalah tajam, lalu menjulurkan lidahnya mengejek Adel lagi.

"Udah udah ih jangan pada berantem! Lagian..gue gak butuh belaan lo rehan!" Fina mencoba menengahi perdebatan antara Adel dan Rehan.

"Lah siapa yang ngebelain elo! Gue pengen ngeledekin Adel aja!" Rehan mengatakan apa adanya dengan satu alis dinaikkan. Kemudian berlalu pergi menuju tempat kursinya yang dipojok kiri paling belakang, membuat Adel dan Fina tak habis pikir dengan jalan pikiran Rehan, terlebih lagi Adelia.

"Sabar Adel sabar." Fina menepuk-nepuk pundak Adel, sementara Adel hanya terdiam menahan kesal yang kian hari kian menumpuk, merenung menatap kosong meja dibawahnya.

"SALAH APA HAMBA SAMA REHAN YA TUHAN, SAMPE HAMBA DIJAILIN MULU SAMA DIA!" Batin Adel merengek pedih.

***

HalloHai,

Tankyutz💜

DILARANG MENJIPLAK DAN MENCOPAS CERITA INI.

HAK CIPTA TERLINDUNGI Tankyutz©2017

ABU-ABUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang