Part. 6

28 4 0
                                    


Kedai itu sederhana, terletak di pinggir jalan tak jauh dari sekolah mereka. Dari kejauhan pun siapa saja pasti dapat melihat spanduk besar di sisi kanan, di sisi kiri, di sisi belakang dan di sisi depan kedai tersebut. Entah, mungkin untuk menutupi dalamnya kedai itu, atau memang sengaja seperti itu agar yang melihat spanduk kedai itu langsung membaca tulisan besar menu-menu yang tertera. Keduanya mungkin bisa. Kedai itu selalu ramai pengunjung dari mana saja yang entah mau makan di tempat, atau mau di bawa pulang. Paling mencolok juga yang membuat kedai itu terkenal salah satunya karena, nama kedainya yang unik bernama 'PECEL LELE PAK LE KUMIS'. Sudah bisa ditebak kan, kedai seperti apa itu?

Di dalam kedai itu menampakkan, Rehan, Rio, Ardi, sedang lahap menyantap makanan yang dipesan mereka dikedai tersebut. Sebenarnya tadi Rehan ingin cepat sampai rumah, sebab memang sudah sangat kelaparan. Akan tetapi, karena kedua sahabatnya mengajak makan terlebih dahulu, dengan dalih akan di bayarkan Ardi, kata Rio. Dengan semangat juang empat lima, Rehan mengiyakan. Membuat Ardi pasrah, harus merelakan uang sekolahnya hari ini dihabiskan tanpa sisa. Sementara Rio hanya menyengir tanpa dosa menatap Ardi, dengan dua jari dibentuk V. Siapa coba yang tidak mau dibayarin? Pikir Rehan.

"Gila lo! Makan atau kesurupan lo?" Rio menyatukan kedua alisnya. Menatap bergantian dua piring porsi Rehan yang tadi masih berisi ikan lele goreng juga nasi, kini habis di makan kilat oleh Rehan dan yang tersisa hanyalah seonggok tulang-belulang ikannya. Padahal Rio makan satu piring porsi saja belum habis, segitu laparnya kah Rehan, pikirnya dalam hati.

"Laki mah gini makannya cepet! Emang kayak lo makan aja kemayu banget! Laki atau peyem lo?" Rehan yang tidak terima dikatai Rio, membalas mengolok Rio juga.

"Peyem mah tape goblok!" Keluar lah kata-kata kasar khas anak lelaki dari mulut Rio.

"Biarin aja bro! Biasa kalo Rehan lagi kelaperan gitu, jadi kayak si Blacky kalau belum dikasih makan." Ucap Ardi karena teringat dengan Anjing peliharaan tetangganya yang diberi nama blacky, kalau dikasih makan pasti langsung cepat habis.

"Anjing dong dia? Hahaha.." Rio yang tahu kalau blacky adalah nama anjing tetangganya Ardi, menyuarakan tawanya.

"Thanks man. Lo emang paling perhatian sama gue! Tapi sorry, gue nggak suka sesama jenis." Rehan memasang raut wajah sedih yang ia buat-buatkan, membuat Ardi menatapnya jijik.

"Hahaha, terus lo sukanya apa bro?" Tanya Rio lalu menyeruput es jeruk kepunyaannya.

"Sukanya sama Adelia. dia kan beda jenis, ya gak han?" Ardi mencuci tangannya di mangkuk stainless yang terdapat air bersih di dalamnya, tampaknya sudah selesai dengan makanannya, setelah itu menatap Rehan dengan tatapan bertanya.

"Emang yang beda jenis dia doang ya?" Bukannya menjawab, Rehan malah balik bertanya dengan kedua sahabatnya itu.

"Ya enggaklah banyak! Tapi, kalo lo mau yang kayak gitar spanyol ada, si sinta tuh. Anjir gue pernah mimpiin dia sampe kebasahan hahaha." Ucap Rio tertawa, sambil pikirannya berkelana mengingat-ngingat mimpinya saat itu.

"Dasar cabul lo Yo!" Ardi melempar tissue ke wajah Rio, yang dipakainya untuk mengeringkan tangan yang basah tadi.

"Daripada lo homoan!" Rio juga balas melempar mengenai seragam Ardi, bukan tissue melainkan batu es yang diambilnya dari gelas minuman Rehan.

Rehan yang melihat hanya diam saja dengan sikap nyelenehnya Rio, memang kedua sahabatnya itu kadang akur kadang enggak.

"Ah kayak dia mah udah sering dijamah, anti bekasan gue man." Ucap Rehan dengan menggeleng-gelengkan kepalanya.

"Bilang anti dimulut, kalo disodorin pasti mau juga lo bro!" Sengit Rio kepada Rehan yang menatapnya.

"Hahaha bener, bener banget! munafik lo han!" Tawa mengejek keluar dari mulut Ardi, disusul dengan dilemparnya tissue ke wajah Rehan, yang ditampik tangan Rehan agar tidak mengenai wajahnya.

ABU-ABUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang