5

5.2K 568 13
                                    

**

“Minum nggak ngajak gue, teman macam apa lo?!” tegur Gilang yang tampak mendatangi Iqbaal yang tengah duduk di tepi balkon kamarnya. Iqbaal terlihat tengah menatap langit malam dengan minuman yang ia punya, soft drink.

Iqbaal menyunggingkan senyum kecilnya saat melihat Gilang telah mengambil posisi di sisinya. Tanpa perlu tawaran, Gilang telah mengambil salah satu minuman Iqbaal. “Kali ini apa lagi yang jadi beban pikiran lo ? (Namakamu) ? Tuh anak memang—“

“Kali ini bukan dia lagi, Lang,” potong Iqbaal dengan suaranya yang lirih. Gilang yang hendak membuka minumannya kini terhenti, ia mematung. Iqbaal merasakan Gilang tampak mengetahui dirinya tengah ditahap serius.

“Lo masih punya perasaan dengan adik lo, Lang ?” tanya Iqbaal dengan nadanya yang benar-benar hati-hati. Iqbaal melirik Gilang yang perlahan-lahan mulai menundukkan kepalanya, ia memutarkan minuman yang tidak jadi ia buka.

“Kenapa lo tiba-tiba tanya tentang ini lagi, Baal ?” tanya Gilang dengan lirihnya. Iqbaal kembali meminum- minumannya lalu meletakkannya tepat di antara dirinya dan Gilang. “Lo tau, Lang. Gue suka (Namakamu) karena lo, gue ngejar-ngejar dia karena awalnya dari lo, dan gue jatuh cinta dengan (Namakamu) karena lo. Lo mengharapkan bantuan gue buat menghancurkan rasa yang nggak wajar lo ke (Namakamu) dengan cara seperti ini. Gue ikhlas, bahkan gue menikmati prosesnya. Tapi, kali ini gue mulai takut, Lang. Gue takut semua ini akan terbongkar, rahasia yang selama ini kita simpan rapat-rapat akan terbongkar karena perasaan ini juga, itu sebabnya gue tanya ke lo, apa lo masih punya perasaan ke (Namakamu) ?” tanya Iqbaal dengan tatapannya yang mengarah ke gelapnya malam.

Gilang mencoba tersenyum, ia mencoba menyunggingkan senyumnya walau hanya senyum miris yang ia senyumkan. “ Ya, udah nggak lah. Lagi pula perasaan gue lama-lama pasti menipis seiring—“

“Sherly kali ini nggak main-main lagi, Lang. Sherly suka sama gue, dia benar-benar suka sama gue. Dia ngancam akan hancurin hidup (Namakamu). Oke, kalau dia menghancurinya secara fisik, gue masih sanggup menolongnya. Tapi, kalau dengan ini, dengan perasaan lo ?  Gue nggak sanggup Lang. Hubungan lo dengan (Namakamu) pasti renggang. Itu sebabnya gue tanya tentang perasaan lo ke (Namakamu),” ucap Iqbaal dengan lirih.

Gilang menarik napasnya dan mulai menghembuskan napasnya secara perlahan. Gilang menatap sahabatnya ini. “Kasih gue waktu, Baal. Ini bukan perkara mudah, gue sebenarnya nggak mau kayak gini, tapi rasa cinta gue ke (Namakamu) semakin berkembang karena kami tumbuh bersama. Gu-gue butuh waktu, Baal,” balas Gilang dengan nadanya yang bermakna sebuah penyiksaan berat baginya.

Iqbaal kembali membawa minumannya untuk ia jadikan sebagai penguatnya dalam menjalankan kisah peliknya ini.

**

“Pergi lagi ? “ ulang (Namakamu) tidak percaya.

Gilang menganggukkan kepalanya, “benar-benar harus pergi, (Namakamu). Karena—“

“Dosennya bikin jam tambahan lagi, jadwalnya berantakan dan sebentar lagi ada ujian. Betul, ‘kan ? Hafal  gue,” lanjut (Namakamu) dengan kesalnya. Gilang tersenyum serba salah, ia mencoba menatap (Namakamu) untuk dapat mengasihaninya.

“Mau gimana lagi ? Kuliah lo lebih penting, lagian gue nggak takut kok sendirian di rumah. Lo pergi aja,” ucap (Namakamu) yang mencoba mengerti keadaan saudara lelakinya ini. Gilang pun akhirnya dapat tersenyum manis sembari membawa tasnya yang tampaknya berat .

“Gue udah suruh Iqbaal ke sini buat nemani lo, jadi lo nggak perlu khawatir lagi, oke ?”ucap Gilang sembari mengusap puncak rambut adik perempuannya ini. (Namakamu) memutar kedua  bola matanya dengan malas.

“Abang pergi dulu. Bye..” (Namakamu) melambaikan tangannya saat Gilang berlari kecil meninggalkan (Namakamu) di rumah besarnya ini. Sebelum, (Namakamu) membalikkan badannya ke arah dapur rumahnya terdengar suara langkah kaki memasuki rumahnya.

Mrs. Happy EndingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang