10

3.7K 478 24
                                    

Iqbaal berdiri di balkon kamarnya, ia melihat lampu kamar (Namakamu) yang masih menyala terang di dalam sana. Biasanya, ia akan ke rumah (Namakamu), mengganggu gadis itu hingga ia tertawa puas – kemudian melihat gadis itu tertidur lelap akibat menunggu Gilang untuk pulang – yang padahal tidak akan pernah pulang hingga kuliahnya akan berakhir.

Tapi, sekarang situasinya tidak seperti itu lagi. Hari berganti dengan Minggu hingga mencapai Bulan pertamanya dalam situasi yang sangat buruk ini. Memang, (Namakamu) akan selalu berada di dekatnya jika Iqbaal memanggilnya, namun itu jika Iqbaal memanggil – jika tidak maka (Namakamu) menjauh pergi meninggalkan sendiri.

Terpaan angin malam membuat Iqbaal masih membetahkan dirinya untuk melihat (Namakamu) melalui lampu kamar itu, siluet (Namakamu) begitu kontras saat (Namakamu) berbolak-balik entah ke mana.

Iqbaal mengambil ponselnya yang sejak tadi ia genggam, mengarahkan kameranya menuju kamar (Namakamu), ia memfotokan siluet (Namakamu) yang tampaknya berdiri dengan buku yang tengah ia baca sambil berdiri.

Cukup mengambil gambar itu, Iqbaal tersenyum sedih melihat gambar di ponselnya. "Kapan gue bisa dekat lagi sama lo, (Namakamu) ? Kita dekat tapi kenapa gue nggak bisa meluk lo ?"

Iqbaal merasakan getaran di ponselnya – pertanda ada pesan masuk – ia melihat nama Sherly di notifikasi ponselnya, Iqbaal mengabaikannya.

Menyandarkan kedua lengannya di atas pembatas balkon kamarnya, menghela napasnya dengan pelan kemudian membiarkan angin malam menghiburnya untuk kali ini saja. Ia butuh sesuatu untuk membawa rindunya kian dalam untuk menjangkau (Namakamu).

'Ketika kebahagiaan ku lebih memilih menyakiti ku, akan aku berikan asal dia berjanji selalu ada di sisi ku.'

**

Iqbaal men-dribble bola basketnya dengan tidak semangat, pikirannya melayang entah kemana, sedangkanya matanya terpusat ke satu arah, ia melamun.

Belakangan ini Iqbaal terlihat berantakan, kurang tidur, dan muram berlebihan. Tidak ada yang berani mencari perkara dengannya atau perkelahian akan terjadi. Iqbaal membuang bola basketnya dengan sembarangan, ia memilih terduduk di tengah lapangan yang panas itu agar dapat melupakan sekejap rasa rindunya terhadap (Namakamu), ia membiarkan matahari menyengat dirinya, Iqbaal menundukkan kepalanya menatap lapangan basket ini.

Iqbaal mengetahui Reza berada di belakangnya, ia tidak menghiraukannya – ia masih diam untuk melawan rasa emosi di dalam dirinya.

Reza mulai duduk di sisi Iqbaal, ia melihat wajah sahabatnya yang semakin lama semakin terlihat murung. Ia menghela napasnya dengan pelan sembari membuka tutup minuman yang hendak ia minum.

"Gue nggak kenal sama lo lagi."

"Lo nggak perlu kenal gue."

Reza yang hendak minum, kini ia urungkan saat mendengar jawaban Iqbaal yang begitu dingin. "Semenjak lo berpacaran dengan Sherly, lo kenapa berubah sih? Lo ada masalah sama Sherly ?" tanya Reza yang kini mulai penasaran dengan keadaan Iqbaal yang semakin hari semakin murung.

Iqbaal menyunggingkan senyum masamnya, ia melirik Reza dengan tatapan dinginnya. "Kalau lo nggak tau apa yang terjadi mending lo diam, gue muak sama orang-orang kayak kalian."

Iqbaal yang hendak berdiri meninggalkan Reza kini harus tertahan saat Reza menghentikannya dengan cara menahan tangan Iqbaal.

"(Namakamu) jadian dengan Dio." Hanya empat kalimat yang sederhana dari Reza membuat Iqbaal terpaku, ia menghentikan gerakannya, ia kehilangan akal. 'Jadian?'

Reza tahu yang sebenarnya terjadi, ia mengenal Iqbaal melebihi orang yang berada di dekatnya selama ini. (Namakamu) adalah harta Iqbaal yang paling berharga, (Namakamu) adalah kelemahan Iqbaal.

Iqbaal membalikkan badannya untuk menghadap Reza yang masih terduduk. "Jangan sampai gue –"

"Di lapangan voli, Dio nembak (Namakamu) buat jadi pacarnya – dan tanpa mikir ulang, (Namakamu) terima Dio," potong Reza dengan tenang.

Iqbaal berlari dengan hatinya yang sakit, ia ingin mendengar penjelasan (Namakamu) sekarang.

**

"Aku ambil tas aku dulu ya. Kamu tunggu aja di parkiran mobil, oke ?" ucap Dio sembari mengusap rambut (Namakamu) dengan lembut.

(Namakamu) menganggukkan kepalanya dengan pelan, kemudian (Namakamu) merasakan kecupan lembut di dahinya. Dio pergi sembari berlari menuju kelasnya.

(Namakamu) berdiri dari duduknya, ia lebih baik langsung saja ke parkiran mobil untuk menunggu Dio. Saat ia akan menyandang tasnya, tiba-tiba saja ia melihat Iqbaal berlari ke arahnya dengan kedua mata yang memerah. (Namakamu) menyembunyikan kepalan tangan mungilnya di belakang tubuhnya.

Iqbaal memberhentikan kakinya untuk mendekat ke arah (Namakamu), ia membiarkan ada dinding di antara mereka. "Sekarang apa lagi (Namakamu) ? " Suara Iqbaal terdengar untuk pertama kalinya setelah beberapa lama mereka tidak berbicara.

Iqbaal membiarkan tetesan airmatanya jatuh begitu saja saat hatinya sakit.. sangat sakit.Iqbaal memegang dadanya yang sangat sesak, "gu-gue udah turutin keinginan lo...lo suruh gue pacaran sama wanita yang gue benci, gue pacarin (Namakamu).. tapi...tapi kenapa lo yang ingkar janji sekarang ? Lo anggap gue apa sih ? Babu lo ? GUE JUGA PUNYA HATI (NAMAKAMU)!" Iqbaal tidak tahan lagi, ia berteriak dengan kuat di hadapan (Namakamu).

Iqbaal menepuk dadanya yang sesak, ia menangis untuk pertama kalinya di depan gadis yang ia cintai. " Sakit (Namakamu)... sakit..,"lirih Iqbaal dengan tangisannya.

(Namakamu) tersenyum manis di hadapan Iqbaal. " Lo kenapa sih Baal ? Gue ? Ingkar janji ? Ingkar janji di mananya ? Lo manggil gue, gue pasti ada. Hanya itu,'kan perjanjiannya? " sahut (Namakamu) dengan tenangnya.

Iqbaal menutup kedua matanya dengan tangisannya yang sangat menyayat hatinya, "apa salah gue sama lo, (Namakamu) ? A-apa gue salah mencintai lo? Tolong jangan sakiti gue kayak gini, gue nggak tahan (Namakamu).. tolong.. ini sakit (Namakamu),"ucap Iqbaal dengan suaranya yang serak, ia menangis.

(Namakamu) terdiam.

Iqbaal berlutut di hadapan (Namakamu), ia merendahkan dirinya di hadapan (Namakamu). " Gue mohon.. jangan sakiti gue lagi.. gue nggak sanggup.. gue mau mati rasanya.. tolong...,"mohon Iqbaal dengan sangat.

(Namakamu) ingin rasanya menangis, tapi jika ia tidak menjauh dari Iqbaal, Sherly akan terluka.

Iqbaal menangis dengan sakitnya," gue nggak minta apapun dari lo.. terima cinta gue dan tolong jangan sakiti gue lagi.. gue mohon (Namakamu).. gu-gue nggak sanggup lagi...,"kembali Iqbaal memohon dengan tangisnya.

(Namakamu) menarik napasnya dengan pelan lalu membuangnya dengan pelan. Ia mengeluarkan ponselnya lalu berpura-pura menerima panggilan seseorang.

"Ya, Dio ? Ooh, iya bentar lagi aku ke sana.. Nggak, nggak perlu jemput.. iya, oke sayang.. see u.." (Namakamu) berpura-pura mematikan ponselnya lalu berjalan tanpa melihat Iqbaal yang masih berlutut di hadapannya.

Iqbaal masih berlutut hanya dapat menahan sakitnya kembali, ia masih menangis kesakitan.

"(Namakamu)..."panggil Iqbaal dengan tangisannya.

(Namakamu) menutup mulutnya, ia berlari dengan tangisannya, ia benar-benar tak sanggup dengan semua ini.

"Maafin gue, Baal, untuk kesekian kalinya maafin gue,"batin (Namakamu).

**

'God, can you give  me a pain killer? This is so hurt for me.'

**

Bersambung...

Mrs. Happy EndingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang