"tanganmu sangat dingin. Tidak bisa. Ikut aku!" Vendi menarik tanganku dan ternyata membawaku ke UKS.
~" Vendi... Nana.. Darimana kalian? Kenapa masih membawa tas? Ha.. Kalian baru datang? Tapi kenapa yang satu basah kuyup dan yang satunya lagi tidak kenapa kenapa? Kok bisa kalian... " sejuta pertanyaan dilontarkan oleh dokter UKS kepada kami. Tapi karena Vendi adalah putera bungsu pemilik sekolah yang elit itu, guru bahkan menghormatinya.
"bapak bisa diam?" kata Vendi dengan nada ancaman menatap tajam mata dokter itu. Apa boleh buat, sekalipun dia dokter dia hanya bisa menutup mulut.
Kelakuan Vendi memang sewenang wenang. Anak bungsu dari keluarga yang berpengaruh pada dunia itu menganggap hidup hanyalah sebuah game. Ya. Game yang bisa dia mainkan sesuka hati.
Tempo hari, dia melawan guru olahraga. Dan anehnya guru itu hanya bisa menundukkan kepala dan meminta maaf. Dan 1 minggu yang lalu, satpam yang sudah bekerja 30 tahun untuk sekolah ini.. Dan bahkan sudah menganggap sekolah ini adalah rumahnya, dipecat hanya karena terlambat membukakan gerbang. Sungguh tidak adil bukan. Dan akulah anak dari satpam itu.
"untuk apa kesini? " tanyaku pada Vendi yang masih menggenggam pergelangan tanganku.
"obati dia" dia berbicara dengan sangat angkuh bernada memerintah dan bahkan mencampakkan diriku kearah dokter itu. Hampir saja aku terjatuh.
"baik nak" jawab dokter yang mungkin bodoh itu tergagap gagap.
"apa aku anakmu?! Atau kau yang memberi makan aku? Kau pikir kau siapa? Ha?! " Vendi perlahan melangkah mendekati sang dokter, tapi malah dokter itu yang mundur perlahan.
Melihat hal konyol itu, sebentar aku memejamkan mataku. Aku tak bisa pura pura tidak melihatnya lagi
"eh! Kau sudah selesai? "
Kaget mendengar ucapanku yang tidak sopan, ia berbalik melihatku.
"heh.. Apa kau sedang bicara denganku?? "
"menurutmu aku sedang bicara sendiri? Sudahlah. Aku tidak akan menerima pengobatan apapun dan aku juga ada kelas hari ini. Aku akan pergi. "
Setelah menyampaikan kata yang menurutku singkat itu, aku beranjak meninggalkan UKS. Saat aku mulai keluar dari pintu, dokter banyak bicara padaku bahkan memaki Karena aku tidak sopan pada Vendi. Kuteruskan langkahku tanpa menoleh sekalipun ke belakang. Aku langsung menuju kelas, mengetuk pintu dan masuk.
" oh nana.. Kau masih hidup? Untuk apa kau datang? 15 menit lagi kelas selesai" kata Bu Shya membesar besarkan volume suaranya. Entah ada dendam padaku atau apapun itu, ia sangat membenciku.
"apa kau baru kabur dari klub? Pakaianmu basah kuyup" Sambungnya lagi yang kali ini membuatku mengepal tanganku.
"saya minta maaf bu. Tadi ada sesuatu yang mendesak." jawabku hanya tertunduk.
" oh ya? Jadi kenapa repot repot datang kesini? Kalau begitu pulang saja dan urus urusanmu, oke!"
Kali ini aku benar benar dipermalukan lagi di depan kelas. Yang lainnya hanya tertawa ketika ibu berkata kasar begitu. Padahal Vendi juga tidak hadir di kelas itu. Tidak ada pilihan, aku lalu berbicara kata demi kata.
"saya.... Saya... Benar-benar minta... " belum selesai aku bicara, perkataanku dipotong oleh Vendi lagi. Ternyata si brengsek itu menyusulku ke kelas. "minta apa? " jawabnya yang lalu masuk juga di kelas. Kelas menjadi lebih bising, semua mata tertuju pada tokoh baru yang baru saja masuk.
"oh Vendi.. Kau sudah datang? Silahkan duduk" kata Ibu Shya pada Vendi.
" Kenapa kau tinggalkan aku? Bahkan tanpa berterimakasih. atau kau lupa? Aku yang menjemputmu" Vendi berbicara menatapku dengan sebelah tangan masuk ke saku celana nya. Ia tak menghiraukan Bu Shya yang berbicara padanya. Setelah mengatakan kalimat itu, kelas jadi lebih bising lagi. Aku bisa mendengar dengan jelas namaku disebut bebrapa kali oleh seisi kelas."apa aku memintamu untuk menjemputku?" jawabku tepat setelah ia selesai bicara. Entah kenapa kali ini mataku berkaca kaca. mungkin karena saat itu jelas sekali terlihat perbedaanku dengan dia. Aku jadi tampak menyedihkan.
"apa katamu? " Vendi tidak memalingkan matanya dariku.
"kenapa kau jemput aku brengsek!!" mataku mengeluarkan air mata. Seluruh kelas melihatku dengan tatapan kebencian lagi.
"kenapa kau menangis? " Vendi bertanya... Sama sekali ia tidak memalingkan matanya dariku.
Hai.. Manteman:v
Cukup sekian dulu ya chapter 2 nya..
Jangan lupa nantikan chapter selanjutnya.
Terus.. Mohon dukungannya ya, maklum kalau ceritanya nggak menarik gitu. Soalnya saya baru belajar. 😅
KAMU SEDANG MEMBACA
"Sun Amid The Rain"
Teen FictionJesic Kirana adalah remaja yang akrab disapa Nana oleh teman sekolahnya. Tipikal orang yang tidak percaya diri dan selalu menundukkan kepalanya, seolah semua adalah salahnya. Wanita itu dipertemukan oleh takdir dengan Vendi, pemilik sekolah kesenian...