Chapter 6 (orang ketiga 2)

89 12 8
                                    

Tak terasa sudah 1 jam Vendi di ruangan yang sempit itu. Posisinya yang semula bersandar di sisi ranjang,  kini ia memilih untuk duduk di kursi jaga,  disampingku.

Tangan kiri dengan arloji mahal miliknya menopang dagunya.  Sementara tangannya yang lain nampak ragu ragu untuk menggenggam tangan mungil di hadapannya.

Glek

Vendi dikagetkan dengan suara seorang yang menyentuh gagang pintu.  Dia segera berdiri menghadap ke pintu.  Dengan cepat Vendi mengarahkan jari telunjuknya ke depan bibir.

Sshhts..!

Mungkin khawatir aku bangun?

Terang saja Adhi yang ternyata membuka pintu tersentak melihat Vendi.  "Vendi?  Sedang apa kau disini? Kamu kenal dengan dia? "

"ini sekolah ayahku.. Apa perlu ijinmu untuk memasuki ruangan manapun yang kumau? Tidak usah repot repot berbicara denganku." Yah layaknya Vendi,  itulah jawabannya.  Setelah mengatakan kalimat horror tak ber pri-kemanusiaan itu,  Vendi duduk lagi di kursi itu.

"hmmm... " Adhi tersenyum tipis. " tetap aja. Ini sekolahnya om Radit.  Bukan sekolahmu.  Dan aku sebagai osis..  Aku harus mendata siswa yang sakit. Itu alasanku masuk ke ruangan Nana.  Dan kau? "

"tidak usah bicara layaknya kau teman kecilku. Kenapa?  Tidak terima alasan kenapa aku dilarang berteman denganmu?  Sebenarnya sih jelas sekali... " Vendi berdiri,  memasukkan sebelah tangannya ke saku celananya dan perlahan melangkah mendekati Adhi.  Ia berhenti tepat 1 langkah di depan Adhi lalu mendekatkan bibirnya ke telinga kiri laki laki itu.  "kau anak dokter umum,  dan aku anak milioner. Jelas bukan? " bisiknya tepat ditelinga Adhi. 

Adhi membulatkan matanya mendengar bisikan itu,  tapi dengan cepat langsung bisa lagi menguasai diri.

"gausah bersembunyi dibalik topeng iblis.  Jika yang didalam domba,  meski memakai kostum serigala..  Suaranya akan tetap terdengar layaknya domba. " Adhi menatap tajam pada Vendi, namun tidak membuat pria angkuh itu sedikit pun gentar.

"sekali lagi aku tanya. Untuk apa kau ke ruangan ini? " tanya Adhi kembali ke topik utama.  Masih belum menyerah bertanya,  dan membuat Vendi jengkel. 

"apa urusanmu sih?!! "

"aku osis,  dan aku harus memastikan kau tidak meracuni dia" balas Adhi segera setelah Vendi selesai bicara.

"hmm.. " Vendi tersenyum tipis sebelum akhirnya melanjutkan kalimatnya.  "dia yang sudah meracuni aku.  Menunggu disini hampir 1 jam,  benar benar bukan style ku. Jawab Vendi tanpa mengedipkan mata menatap Adhi.  Terang saja berbagai hal datang ke kepala Adhi seperti...  "tidak mungkin.. Apa kau..  Apa wanita ini? .. Tidak mungkin dia meracunimu kan? "

Pfft..

Wajah Vendi langsung berubah tanpa ekspresi.  Mungkin karena itu bukan pertanyaan yang diinginkannya?

"huh...  Kesalahan terbesar sekolah ini adalah memilihmu menjadi osis " Vendi memutar malas bola matanya.

"sepertinya pertanyaanku salah. "

Tiba tiba saja aku tersadar. Agak terlambat bukan?  Aku seharusnya tidak melewatkan perdebatan mereka tadi.

"pasien Nana,  dari kelas 3-1 kau mendengarku?" Adhi yang lebih dulu melihatku membuka mata mulai berpindah ke samping kiri kasurku.

"Sun Amid The Rain"Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang