chapter 5 (orang ketiga? 1)

115 12 8
                                    

"apa aku harus memberitahumu? "
Vendi belum selesai menyelesaikan kalimatnya, mereka berdua tersentak mendengar teriakan Nana dari toilet.

"Vendiiii!!!!!"

Dalam hitungan sepersekian detik,  nama yang dipanggil pun muncul.  Ekspresi wajahnya masih asing sekali.  "ada apa?  Kau kenapa? " Vendi sebisa mungkin menahan diri untuk tidak mendobrak pintu itu. Aku yang heran dengan nada bicara makhluk itu pun membuka sedikit pintu, lalu mengeluarkan kepalaku.  Ekspresi wajah panik mudah sekali ditangkap dari wajahnya.  "kau kenapa? " tanyanya dengan cepat.  "kau yang kenapa? " balasku lagi yang heran kenapa dia panik begitu.

"kenapa kau teriak tadi?" ekspresi paniknya mulai surut,  melihat aku berbicara dengan baik.

"handuk"

"@$#%...~>¥}%¥'"
___


#di sekolah

Vendi adalah idolanya kaum hawa di sekolahku.  Dengan bentuk tubuh atletis yang nyaris sempurna,  tinggi dan badan yang tegap,  sorot tatapan mata yang tajam seperti belati,  bibir merah muda,  dan diatas semua itu,  Vendi adalah pewaris dari perusahaan C&C Group yang mendunia.

Terang saja kejadian semalam disekolah membuat banyak orang benci padaku.  Yah...  Tidak bisa dibilang juga kalau selama ini tidak benci.  Mereka benci aku dekat atau bahkan bicara dengan Vendi.  Mereka seharusnya tak perlu khawatir,  karena akupun benci berbicara dengan laki laki sombong itu. 

Meski kesendirian di sekolah sudah kujalani selama 12 bulan,  sayangnya tetap saja tidak bisa terbiasa.

Kuharap aku punya seseorang yang selalu ada disampingku

Pagi ini mereka melihatku datang bersama Vendi.  Tatapan yang mereka gunakan untuk melihatku seperti tatapan melihat...  Bangkai?
Menyedihkan bukan?

"kita sampai turunlah." Vendi menyodorkan tangannya untuk membantuku turun dari jok motor yang memang cukup tinggi itu.
Khawatir dibenci orang yang sudah mulai memperhatikan kami dengan tatapan iblis andalannya yang selalu saja sukses membuatku gelisah. Kubuka helm yang masih terpasang di kepalaku dan meletakkannya di tangan yang Vendi sodorkan.  "terimakasih" aku langsung berlalu meninggalkan Vendi yang masih memperhatikan helm ditangannya.

ini namanya diabaikan kan?

...

" hei burung bodoh!! " langkahku terhenti,  merasa bahwa teriakan dari belakangnya kemungkinan besar ditujukan padaku.

"aku? " tanyaku sambil berbalik dan menunjuk wajahku sendiri,  masih dengan ekspresi keheranan.

"apa ada burung bodoh lain disekolah ini? "

"ada apa? "

Seketika perhatian beberapa oramg terpusat pada kami.  Tak perlu waktu lama,  kini kami berada ditengah kerumunan.  Maklum saja,  sebelumnya aku tidak pernah bicara dengan siapapun di neraka ini.

"menjijikan" katanya tiba tiba dengan tangan bersilang di dada.  Tatapan kami masih bertemu.

Apa yang menjijikan dariku? 

Biarlah mataku yang mengatakan apa yang tidak dapat kuucapkam dengan bibir ku.

"kenapa melihatku begitu? Kau juga merasa bahwa dirimu menjijikan bukan"

Seandainya.. Seandainya.. Seandainya saja ada 1 orang yang berdiri di pihakku,  mungkin aku sudah menamparnya.  Bukan.  Aku pasti sudah menamparnya. Akan kutarik rambutnya dan kupukul dia. 

"Sun Amid The Rain"Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang