"apa katamu? " tanya Vendi yang tidak memalingkan matanya dariku
~
"kenapa kau jemput aku brengsek!! " mataku mengeluarkan air mata. Seluruh kelas melihatku dengan tatapan kebencian lagi.
"kenapa kau menangis?"
"kalau saja tadi kau tidak menjemputku... Aku tidak akan menerima penghinaan ini. Kalau saja tadi kau tidak datang, aku juga tidak akan basah kuyup seperti ini. Lain kali.. Tolong jangan dekat dekat denganku. Aku benar benar tampak menyedihkan di dekatmu, dan aku benci itu. Kalau saja kau tidak menjemputku, aku juga tidak akan datang kesekolah ini!! Mengerti?!"
aku menangis.. Melampiaskan semuanya kepada Vendi. Aneh sekali dia hanya diam dan menatapku dengan tatapan tajam handalannya.
Kukira itu hari terakhirku disekolah ini. Meskipun dikeadaan seperti itu, Bu Shya membelanya lagi. "heh nana! Dimana kau diajari sopan santun?! Jaga bicaramu atau kau akan kukeluarkan dari kelasku. "
"kau menangis karena kujemput? " si Vendi lagi lagi tidak menghiraukan Bu Shya. Aku hanya bisa menangis, menundukkan kepala, dan mengepal tanganku, tanpa menjawab pertanyaan Vendi.
"Nana! Cepat minta maaf pada Vendi atau kau akan kukeluarkan dari kelasku! "
Sejujurnya, ini adalah kata yang paling kutakutkan. Kalau nenek tau aku berulah begini, Aku bukan hanya akan ditendang dari kelas, melainkan dari rumah. Apa lagi sampai kehilangan kelas piano. Aku tidak bisa berfikir panjang.
"maaf"
Kata yang sangat pait itu keluar dari mulutku.
"apa salahmu sampai sampai minta maaf?"
Dia bukan Vendiii!!! Itulah teriakku dalam hatiku. Dia sedang mabuk atau kesurupan, aku tidak tau pasti. Tapi seluruh kelas menatap aneh pada brengsek yang ada di hadapanku ini. Kalimat yang dilontarkannya barusan, terdengar sangat asing di telinga semua orang. Aku membulatkan mataku menatapnya, masih dengan ekspresi terheran heran.
"kau minta maaf karena takut dikeluarkan dari kelas? Jangan khawatir.. Sebelum dia mengeluarkanmu, aku akan lebih dulu mengeluarkannya. " kali ini dia mengeluarkan tangannya dari saku celana.
"eh?" kata kata anak itu menampar pipiku. Aku hanya melongo menatapnya. Kelas sangat bising. Bahkan saat aku menyempatkan melirik Bu Shya, wanita angkuh itu kelihatan mulai pucat. Ada apa dengan Vendi?
Kebisingan kelas kami mengundang pak wakepsek datang. "ada apa ini?!! Apa kalian tidak tau kelas lain terganggu?!! " dia benar benar marah. Kumis ulat bulu yang selama ini dipeliharanya, basah karena air liurnya.
Tapi itu kata kata sebelum ia melihat Vendi.
"oh, ada nak Vendi. Kenapa nak? Ada yang mengganggumu? Sshts! Kau lagi Nana!! Minta maaf!! Dimana ada dirimu pasti ada keributan"Aku lagi.. Bukankah dalam kalimat ini jelas sekali terlihat betapa menyedihkannya aku? Kupikir Vendi sedang dalam mood yang baik padaku. Walau horror, aku tidak bisa diam lagi. Air mataku tak terbendung, tanganku terus kukepal. Sampai akhirnya.. Aku menutup mataku dan berkata
"brengsek!"
Sebenarnya aku membuatnya cukup pelan, tapi terdengar oleh semua orang. Setelah kubuka mataku... Entah berapa mata yangharus kuhadapi saat itu.
"eish! Anak ini benar benar..!! " si kumis itu berjalan dengan cepat kearahku, sambil mengangkat sepotong rotan kecil di tangannya,tapi Vendi berkata "biarkan dia. Bukankah bapak selalu berceramah untuk tidak mencela perkataan orang lain. Ayo kita dengarkan, apa yang ingin disampaikannya.
"baiklah. Heh Nana! Setelah kau jelaskan, ini mungkin jadi hari terakhirmu di sekolah ini.
"aku bukan Nana!! Kenapa kalian terus saja memanggilku dengan nama itu? Dan apa salahku? Kenapa aku harus minta maaf? Bapak bahkan belum tau permasalahannya!! Kalian semua semua selalu memandang aku rendah!!"
Semua orang hanya terdiam. Kini suara tangisanku menguasai ruangan. Tidak. Sama sekali tidak ada ekspresi rasa bersalah terpasang diwajah mereka. Tidak seperti sebelumnya, kini tidak ada mata yang harus kuhadapi. Teman teman di kelasku sebagian besar hanya melirik jam menghitung berapa waktu yang telah terbuang karena aku, yang tidak penting ini. Kecuali satu orang yang sejak semula memang terus mengarahkan tatapan tajamnya buatku.
"dan kau brengsek!!"
Kalimatku barusan, mengundang kembali perhatian seisi ruangan. Ku layangkan jari telunjukku diudara menunjuk seseorang yang menurutku adalah dalang semua ini.
Kini ia lebih menegapkan badannya dan mengarah padaku.
"tempo hari aku tidak mencuri dompetmu!! Aku tidak seharusnya menerima makian, hinaan dan telur busuk itu!! Apa kau tau betapa sulitnya bagiku berada di sekolah ini setiao hari?! Tanpa teman... Aku selalu disudutkan. Sebenarnya apa yang berbeda dariku? Kenapa begitu sulit? "
Vendi hanya mengangguk pelan seolah mengerti apa yang kukatakan. Tak berhenti disitu kulanjutkan kalimatku
"Vendi! Aku tau aku tidak seharusnya mengatakan ini.. Tapi tindakanmu memecat satpam yang sudah menganggap sekolah ini sebagai rumahnya, bahkan mengabdikan dirinya untuk sekolah ini! Itu sangat sewenang wenang! "
"kenapa bawa bawa satpam!!" Vendi berteriak keras kepadaku.
"dia ayahku brengsek!"
Air mata terus bercucuran selama aku bicara. Semua orang terkujut mendengar kalimat yang kukatakan barusan.
~
Halo guys.. Itu buat yang chapter 3 dulu ya. Oh ia.. Aku udah nentuin siapa yang bakal peranin Vendi. Yah... Supaya ekspresinya dapet aja.
Vendi Aditya Wijaya
Ups.. Tenang dulu. Kalian bebas kok bayangin seperti apa wajah Vendi.
Mungkin kalian kurang setuju sama tokoh yang kuputuskan. Nyantai aja :vTolong ditungguin ya chapter selanjutnya. Jangan lupa dukungan dan komentarnya. Ditungguin :v
Maap kalau kurang menarik gitu.. Di setiap chapter saya akan belajar terus kok. Jadi jangan sampai bosan ya. 😊
Trims. 😉
KAMU SEDANG MEMBACA
"Sun Amid The Rain"
Teen FictionJesic Kirana adalah remaja yang akrab disapa Nana oleh teman sekolahnya. Tipikal orang yang tidak percaya diri dan selalu menundukkan kepalanya, seolah semua adalah salahnya. Wanita itu dipertemukan oleh takdir dengan Vendi, pemilik sekolah kesenian...