Bag 3 ● Payung Biru

250 34 7
                                    

Hari ini tidak seperti biasanya bagi Callista, karna ia harus berangkat sekolah bersama mamahnya. Di sekolah pun terasa hampa tanpa adanya Rehan, karena memang mereka selalu berdua, tapi tidak untuk hari ini.

Selama jam pelajaran berlangsung, Callista pun hanya bengong sambil sesekali mengecek ponselnya siapa tahu ada balasan pesan dari Rehan. Dan pada saat istirahat pula ia kehilangan selera makannya karena terlalu memikirkan Rehan yang masih berada di rumah sakit.

Sampai akhirnya, bel pulang yang ia tunggu-tunggu akhirnya pun tiba. Callista buru-buru mengemaskan barang-barangnya dan meninggalkan kelasnya secepat kilat, ia menghampiri mamahnya yang sudah menjemput di parkiran sekolah.

Sebelum kembali ke rumah sakit, Callista ingin mampir ke toko buku untuk membeli novel keluaran terbaru. Ia ingin sekali menceritakan isi novel itu kepada Rehan.

Tak lama kemudian, mobil mamahnya pun terparkir tepat di depan sebuah butik. Ya! Butik itu adalah milik mamahnya Callista, setiap hari Mellysa -mamah Callista- selalu menghabiskan waktunya di butik ini,

Semenjak orangtuanya bercerai, mamahnya jadi semakin sibuk. Membuat Callista hanya seorang diri dirumah bersama Bi. Inah -pembantunya. Untunglah rumahnya berdekatan dengan Rehan, jadi kapan pun Callista kesepian Rehan selalu datang menemaninya.

Sementara itu, Callista sudah lost contact dengan papahnya. Mamahnya berkata bahwa papahnya itu kembali ke tanah kelahirannya yaitu Berlin- Jerman. Callista memang anak blasteran asal Jerman-Indo, darah Jerman yang mengalir di tubuhnya sama sekali tidak mempengaruhi parasnya, karena ia sangat mirip dengan mamahnya.

Sehubung toko buku itu berada tepat di samping butik mamahnya, maka ia pun langsung pamit dan berjalan memasuki toko buku tersebut.
Di dalam sana terdapat rak buku besar yang menjulang tinggi banyak dipenuhi buku-buku, membuat Callista harus mencari kesana-kemari dimana letak novel yang ingin ia beli.

Sampai akhirnya, Callista pun menemukan novel itu dan langsung membayarnya di kasir. Ia sudah tidak sabar pergi kerumah sakit dan memberitahu Rehan tentang novel ini,

Namun sayang, begitu Callista keluar dari toko ini, ternyata hujan turun begitu derasnya. Membuat ia berdecak kesal, "Ah elah segala hujan!"

Mau tak mau, Callista pun mengambil ancang-ancang untuk berlari menuju butik mamahnya, namun tiba-tiba saja sebuah payung berwarna biru terbuka di hadapannya dan langsung memayungi dirinya dari atas kepala.

Callista pun menoleh untuk melihat siapa yang membawa payung itu, Ternyata dia! Lelaki yang masih mengenakan baju basket di rumah sakit kemarin.

Kini lelaki itu berdiri di samping Callista sambil memegang dan tersenyum simpul, "Hai Callista!" Sapanya.

"Hai! Ee-- anu--," jawab Callista gugup sambil menggaruk tengkuk belakang kepalanya yang tidak gatal, "Siapa ya namanya?" Tanyanya sambil tertawa renyah.

Membuat Dava tertawa terbahak-bahak melihat ekspresi Callista yang sangat menggemaskan baginya.
Memang selama seharian kemarin, selama mereka saling berbicara, saling melempar senyum, saling merasakan perasaan yang aneh, keduanya belum sempat berkenalan. Namun Callista merasa aneh, darimana lelaki itu tau namanya.

"Lo gak tau gue? Serius?" Tanya Dava. Dan Callista hanya menggelengkan kepalanya pelan,

"Yaampun Callista!" Pekik Dava sambil menepuk jidat Callista, "Dari sekian banyak cewe-cewe yang histeris kalau gue main basket, ternyata lo bukan salah satu diantara mereka ya!"

Callista mengerutkan keningnya tak mengerti maksud kalimat Dava,
Dava pun menghembuskan nafasnya kasar, lalu mengulurkan satu tangannya ke hadapan Callista bermaksud ingin berjabat tangan, dan Callista pun menjabat tangan Dava.

NO REASON (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang