Seorang gadis dengan rambut ikal di bawahnya itu menatap Callista dengan sinisnya dari pantulan kaca, membuat nyali Callista menciut saat itu juga. Ia jadi teringat kejadian kemarin saat gadis itu dengan tegannya melempari telur busuk kepadanya.Callista harus berhati-hati dengan gadis yang satu ini, ia pun memundurkan langkahnya secara perlahan menuju pintu keluar kamar mandi.
Namun dengan cepat, gadis itu langsung mencengkram lengan Callista dengan kuat.
"Mau kemana Callista yang sok cantik?" Tanyanya dengan penuh penekanan.
Callista tak dapat menjawab, karna cengkraman gadis ini sangat kuat, sampai membuatnya meringis kesakitan.
Amarah gadis itu semakin memuncak, terlihat jelas dari raut wajahnya yang berubah menjadi sangat menakutkan, dengan matanya yang semakin tajam menatap Callista.
Tak segan-segan, ia pun menjambak rambut Callista dengan kencangnya sambil membawa tubuh Callista ke salah satu bilik kamar mandi yang paling ujung,"Tolong lepasin, ka Brenda." Ujar Callista lirih,
"Gue gak akan ngelepasin lo gitu aja!" Ujarnya dengan penuh penekanan sambil melepaskan jambakannya dari rambut Callista dengan kencang, hingga punggung Callista membentur tembok.
Kini, posisi mereka berhadapan dalam bilik kamar mandi yang ukurannya tidak terlalu besar.
"Lo tau kan gue siapa?" Tanyanya semakin tajam sambil mencengkram kuat rahang Callista. "Gue ini pacarnya Dava! Dan lo bukan siapa-siapanya dia! Jadi gak usah cari muka gitu deh di hadapan Dava, apalagi sambil nangis-nangis!" Lanjutnya.
"Gue udah peringatin sama lo untuk mutusin hubungan lo dengan Dava, tapi sampai detik ini, lo belum melakukan itu. Sampai akhirnya lo benar-benar bikin gue ingin bunuh lo!" Ujarnya yang membuat sekujur tubuh Callista bergetar hebat, dan dengan susah payah, ia meneguk salivanya.
Brenda pun melepaskan cengkramannya dari rahang Callista, tangannya beralih membelai rambut Callista dengan lembut, "Lo cantik," pujinya dengan nada meremehkan, "Tapi sayang, mungkin besok mayat lo udah membusuk disini!" Lanjutnya dengan penuh penekanan.
Callista sungguh tak habis fikir dengan apa yang Brenda lakukan kepadanya. Ia tak ada keberanian apapun untuk melawan Brenda, kata-kata Brenda berhasil membuat dirinya lemas.
Hanya karna satu lelaki saja, semuanya jadi semakin rumit. Ia tidak merasakan apa yang Callista rasakan, Callista masih sangat mencintai dan menginginkan lelaki itu, hatinya berat untuk melepaskan Dava begitu saja.
Namun semakin mencintainya, Callista terkutuk oleh rasa cintanya sendiri.
Setelah mengatakan kalimat itu, Brenda keluar dari dalam bilik ini dan menguncinya rapat-rapat. Lalu Brenda menyalakan semua keran air yang ada disetiap bilik ini dan menyumbat saluran airnya.
"Selamat tinggal Callista!" Teriak Brenda dari luar bilik,
"Ka Brenda, tunggu!" Sekuat tenaga, Callista menggedor pintu bilik.
"Aku masih mau hidup ka, please. Aku bakalan ngelakuin apapun yang kaka mau, please kak!" Ujar Callista dengan nada memohon. Namun semua itu percuma saja, karna Brenda telah keluar dari kamar mandi ini dan ia juga mengunci pintu utama kamar mandi, lalu membuang kuncinya ke sembarang tempat.
"Selamat tinggal Callista, gue gak sabar liat mayat lo yang membusuk besok. Dan sekarang, Dava sepenuhnya milik gue!" Ujarnya sambil tertawa penuh kemenangan.
***
Hampir setengah jam Rehan menunggu Callista keluar dari kamar mandi, namun gadis itu tak kunjung menampakkan dirinya. "Pipis apa mandi sih tu orang?" Kesal Rehan.
Tak lama kemudian, sesorang dari arah berlawan memanggil namanya, Rehan pun menoleh, melihat Pak. Yanto yang melambaikan tangan ke arahnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
NO REASON (Completed)
Teen FictionTolong jangan bertanya kenapa. 'Kenapa aku mencintai mu?' Tolong jangan tanyakan! Aku hanya mencintai mu tanpa alasan. Dan takkan ada alasan pula untuk meninggalkan mu. Biarlah tetap perasaan ini ku simpan, agar tidak menghancurkan semuanya. Biarla...