Part 3 : Pencarian pertama

176 15 0
                                    

Setelah bel pulang berbunyi, aku dan keempat temanku yang lain bersiap pulang. Kami mengobrol sepanjang lorong menuju tempat parkir motor.

“Dea!” sebuah suara memanggilku. Aku menoleh dan tersentak kaget melihat G ada di sana.

“Lo kenapa, Dey?” tanya Shinta yang melihatku pucat pasi.

Aku menggeleng cepat sebelum mereka merasa khawatir. “Gak apa-apa. Gue baru ingat kalau HP gue ketinggalan di kolong meja! Kalian duluan aja, deh,” ucapku beralasan.

“Ya udah, ambil aja dulu. Kita tunggu di sini,” ucap Alza.

“Gak usah, gak perlu. Kalian duluan aja. Lagian gue harus kumpul buat teater,” ucapku lagi. Aku adalah ketua ekskul teater di sekolahku sampai detik ini. Untungnya aku ketua, jadi aku punya alasan kuat untuk meminta mereka pulang duluan.

“Ya ampun, masih ngurusin teater? Ya udah, kita duluan, ya,” ucap Indri mewakili yang lain. Kemudian mereka kembali berjalan pulang. Meninggalkanku sendiri di lorong sekolah yang mulai sepi. Sebenarnya tidak sendiri, sih, karena hantu sialan ini ada di sini juga entah untuk urusan apa.

Setelah memastikan meraka menjauh, aku meminta G untuk ikut ke kelasku yang sudah sepi. “Lo ngapain di sini? Kan udah gue bilang kemaren, lo gak boleh ngajak gue ngobrol kalau gue lagi sama temen-temen gue. Nanti kalau mereka mikir gue gila gimana?” bentakku langsung.

Dia menunduk terlihat menyesal. “Sorry, gue lupa. Gue cuma seneng aja bisa liat lo lagi. Seharian ini gue ngerasa sepi, gak ada yang bisa gue ajak ngobrol. Sampai detik ini cuma lo yang bisa liat gue. Tadi gue berusaha ingat-ingat sendiri tentang diri gue tapi gak berhasil. Cuma lo harapan gue, makanya gue refleks senang banget waktu liat lo lagi tadi.”

Aku mengusap wajahku menyesal juga. “Maaf, gue gak bermaksud bentak lo tadi. Cuma ngerasa sebel aja karena lo bikin gue kaget tiba-tiba ada di sini. Kok lo bisa tau gue sekolah di sini? Kan gue gak pernah cerita,” tanyaku heran.

G mengangkat bahunya tak yakin. “Gue cuma mencoba mikirin lo terus, tau-tau gue sampe di sini. Kayaknya pikiran gue yang bisa bawa gue ketemu lo,” jawabnya tak yakin.

Aku hanya manggut-manggut sedikit tak percaya. “Ya udah, sebelum kesorean, sebaiknya kita ke sekolah lo sekarang.” Aku melirik jam tanganku sebentar. “Kayaknya dari sini ke sekolah lo cuma sekitar sepuluh menit. Kita masih punya cukup waktu buat cari sesuatu tentang lo di sana,” ucapku terdengar cukup yakin. Atau mungkin aku hanya berusaha meyakinkan diriku sendiri.

Aku kemudian berjalan keluar sekolah untuk menuju SMAN 21. G sudah menghilang dari hadapanku, tapi aku cukup yakin ia akan muncul lagi saat aku telah tiba di sana.

Seperti yang sudah ku perkirakan, aku sampai di sana dengan motorku kurang dari sepuluh menit. Aku menghela napas sejenak sebelum berjalan menyebrangi lapangan sekolah itu. Langkahku mendadak terhenti saat aku menyadari satu hal. Bagaimana caraku mencari tahu informasi tentang G? Apa aku harus menanyakan pada setiap orang apa dia mengenal hantu ini? Tapi bagaimana menanyakan pada mereka kalau aku saja tidak tahu nama hantu yang satu ini?

Aku mencoba memusatkan pikiranku pada G berusaha membuatnya muncul di hadapanku, tapi sialnya hantu itu tak kunjung muncul.

“G, lo di mana, sih? Buruan muncul di depan gue!” teriakku pada udara kosong. Untungnya sekolah ini sudah cukup sepi untukku bisa berbicara seorang diri.

Satu menit, dua menit, lima menit…. Masih tak ada tanda kehadirannya.

“G, lo mau muncul atau enggak? Kalau lo gak mau muncul di depan gue sekarang, gue akan pulang!” ancamku padanya. Masih tak ada respon dari hantu sialan itu.

Sweet Story 4 | Love Stuck in The PastTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang