PART XI

345 38 7
                                    

Jangan tanya bagaimana perasaan Venus. Kesel luar biasa. Jika ada barometer untuk menghitungnya, mungkin jarum itu akan berputar dengan sangat cepat hingga terlepas.

Apa yang Dirga bilang barusan? Melupakan dietnya. Helooo... Cewek dan berat badan itu seperti kembar siam beda ibu dan bapak, gak bisa di pisahin. Bisa-bisanya pria dengan mata pelit itu bicara seenak jidat licinnya.

Venus hanya bisa melompat-lompat sangking kesalnya mendengar permintaan Dirga. Deru nafasnya mulai  berkejaran dengan detak jantung yang kian keras. Membungkuk di bawah air, sambil mengusap wajah sedikit kasar, membersihkan dari riasan yang sedikit mengganggu. Menampilkan wajah yang sedikit pucat dan terlihat sedikit tirus,  venus rasa, ia terlalu keras pada tubuhnya.

Rasa kesal itu kembali muncul saat matanya menatap pantulan dirinya di cermin. Tidak taukah bagaimana ia berjuang?

Bukan tanpa alasan Venus melakukan sampai sejauh ini. Bukan sekedar memenuhi ego untuk memiliki bentuk tubuh layaknya cewek lain, bukan itu, tapi ada alasan lain. Dia tidak ingin bermasalah dengan rahimnya.

Venus memutar tubuhnya membelakangi wastafel. Menyenderkan belakang tubuhnya pada pinggiran. Kedua tanggannya terlipat. Mutilasi? Apakah jika ia sekurus itu, ia juga akan menjadi korban?

Venus menggeleng kepala, membuang segala ketakutan yang mulai tidak beralaskan. Itu pasti hanya akal-akalan Dirga saja untuk menakut-nakuti dirinya. Venus tidak akan sekurus itu. Hanya sampai ambang batas berat badan saja. Tidak lebih. Tidak sampai seperti tenggkorak berjalan. Benar seperti itu.

Kening Venus mulai terlipat, ada sesuatu yang mulai mengganggunya. Sesuatu yang berhubungan dengan Rei.

Kenapa tadi mas Rei pake jaket mirip punya Dirga ya? Apa jangan jangan orang yang tempo hari aku liat pas acara pertunjukan balerina serena widia itu Mas Rei...tapi masa iya sih...itu mas Rei. Apa jangan-jangan mas Rei pelakunya.

Venus memukul keningnya pelan saat fikiran busuk itu tiba-tiba mampir di otaknya.

Ya... Gak mungkinlah Mas Rei pelakunya, walau mukanya sedikit seram, hatinya kan bikin adem. Venus... Venus... Stop...

*****

Venus menyandarkan punggungnya santai sambil menautkan jarinya, di depan bibirnya. Menaikan sebelah alisnya sambil menggoyang kursinya kekanan dan kekiri. Fikirannya mulai mengingat obrolan dengan anak magang beberapa minggu lalu, belum lagi permintaan Dirga membuatnya sedikit terusik, mengaitkan satu dan yang lain, seperti ada benang merah walau samar-samar. Sudahlah kenapa dia harue memikirkan sejauh itu sekarang. Akan lebih jika ia lanjutkan di rumah, bukankah sekarang sudah cukup terlambat dari jadwal yang seharusnya. Tuduhan tadi hanya ketakukan dia saja, mungkin juga itu efek dari berita kejadian kriminal akhir-akhir ini. Bukan sesuatu yang harus ia fikirkan dengan keras. Venus melirik jam di mejanya saat ia menyambar tas dan berlalu meninggalkan area kantor.

Waktu sudah lewat lebih dari setengah jam menunggu. Namun satu kendaraan pun menuju rumahnya tidak terlihat. Kakinya sudah sangat pegal. Perutnya juga sangat lapar. Setidaknya satu bungku roti di rumah bisa sedikit mengobati perutnya yang terasa melilit.

Venus mulai menghela langkah. Berjalan sedikit lebih jauh sembari membuka aplikasi onlie pesan pengantaran. Kepala Venus mulai terangkat sambil menoleh kekanan dan kekiri saat sadar, ia sudah cukup jauh dari tempat tunggu jemputan. Tempat itu terlihat sepi. Bahkan sangat sepi, ia tidak yakin jika ada kendaraan yang akan lewat di tempat itu.

Hingga langkahnya terhenti saat retinanya  menangkap pandangan sebuah mobil berhenti di tempat sepi seperti ini diikuti dengan seorang pria berpakaian serba hitam. Wajahnya tertutup masker ditambah topi hitam yang mampu menyamarkan siapa dirinya. Pria itu berjalan membuka bagasi mobil, dilanjutkan mengeluarkan sesuatu dan segera melemparnya begitu saja di pinggir jalan yang cukup sepi.

Beauty Obsession "Obsession Seris #1"(di Hapus Sebagian Untuk Revisi Ulang) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang