Rival memang nyebelin. Tapi terkadang dia juga perhatian.
Malam ini aku akan pergi bersama mereka.
Ya, aku sedang bersiap-siap. Berdandan untuk malam ini. Dan aku yakin Rival sudah menunggu ku di bawah karena ini sudah jam 18.50.
Haha maklum lah ya namanya juga cewek pasti dandan nya lama.Semua make up aku pinjam punya nya tante Berliana. Bahkan sekarang tante Berliana sedang mendadani ku. Yah mungkin ini kelewatan cuma mau nonton tapi kaya mau pergi ke pesta. Tapi tenang kok dandanan aku nggak terlalu menor.
Dengan setelan rambut gelombang yang di urai dan mengenakan dres kensi di atas lutut berwarna kuning, serta make up yang sederhana aku turun menggunakan tangga dan tante Berliana di samping ku. Ya tadi aku berada di lantai dua di kamar make up tante Berliana jadi kami turun tidak perlu menggunakan lift.
"Quinnnn cepattt. Udah jam..." teriak Rival terpotong yang ketika tiba-tiba berbalik badan dan melihat ku.
"Kamu cantik" dia memperhatikan ku dari ujung rambut sampai ujung kaki, matanya dari atas berjalan ke bawah.
"Lah iya lah gue kan emang cantik. Emang lo, pas-pasan" ucap ku sok kepedean, mengejeknya dan mengibaskan rambut ku.
"Dih nyesel gue muji lo" ucap nya yang mendorong kening ku dengan telunjuknya. Aku pun hampir terjatuh karena dorongannya yang lumayan kuat.
"Aduh kalian ini. Masih terus-terusan mau berantem? Kapan pergi nya?" tanya tante Berliana.
"Duhhh" ucap ku yang menepuk kening ku. "Chika pasti udah nunggu nih, dia bakalan ngomel dah"
"Lu sih lama dandan nya" ucap Rival.
"Yang penting cantik kan" ucap ku yang sambil memberikan senyum manis ku.
"Dihh" ucap nya sambil tatapan ilfeel haha. "Yaudah mi Rival pergi dulu ya" Rival yang menyalami tante Berliana dan aku mengikutinya. "Cepetttt" ucap Rival yang melingkarkan tangan nya di leher ku, menarik ku keluar rumah, dan mengacak-acak rambut ku.
"Ehh berantakan nih rambut gue" teriak ku yang masih berjalan dan dalam lingkaran tangan Rival.
"Bodo amat" ucap nya yang melepas dan menatap ku "Nggak cantik lagi kan lo hahaha" dia tertawa di depan wajah ku lalu mengacak rambut ku.
"Ihh sirik aja sih lo" aku pun merapihkan rambut yang sudah dia berantakin.
Malam ini Rival mengajak ku untuk pergi menggunakan mobil sport merahnya.
Selama di perjalanan kami hanya diam. Rival tidak memulai obrolan begitupun aku tidak niat untuk memulai nya. Aku hanya memperhatikan suasana luar dari dalam mobil melalui kaca di samping ku. Suasana yang ramai. Jalan yang dihiasi lampu di pinggirannya. Kendaraan yang lalu lalang, yah ini malam minggu makanya jalanan rame.
Hampir 15 menit kami sudah sampai di basement Mall. Rival langsung membuka pintu mobilnya yang membentuk butterfly door.
Menelusuri basement bersama Rival untuk menuju ke lantai atas tempat cinema XXI, masih tidak ada sepatah kata pun yang keluar dari dia. Hanya terdiam namun tiba-tiba dia menggenggam tangan ku saat kami sedang berjalan di basement. Selayaknya orang pacaran. Pandangannya masih menatap depan tanpa menoleh pada ku saat tangannya menggenggam tangan ku. Aku yang melihat dia yang hanya memandang lurus ke depan. Aku pun tak memperdulikannya hanya memikirkan ini sebatas teman.
"Chika maaf ya telat. Lo nunggu lama ya" ucap ku yang menghampiri Chika bersama Mike. Dan tanpa menyadari kalau genggaman tangan Rival masih di tangan ku.
Chika yang menyenggol tangan Mike, tersenyum dengan Mike. Aku dan Rival tersedar mereka tersenyum karena genggaman kami. Sontak saja aku dan Rival melepaskan genggaman itu.
"Cieee" ucap Chika yang menggoda. "Udah jadian nih" dia tersenyum dan menggerak-gerakan kedua alis nya.
"Jadian sama dia?" aku melirik Rival. "Ogahhh" ucap ku di depan wajah Rival.
"Siapa juga yang mau jadian sama lo" Rival yang lagi-lagi mendorong kening ku dengan jari telunjuk nya. "Cewek nyebelin gini, kaya nggak ada cewek lain aja"
"Biasa aja dong, sakit tau" gerutu ku yang mengelus-elus kening ku.
"Pintu teater empat sudah dibuka, bagi pengunjung yang sudah memiliki karcis diharap segera memasuki teater empat" ucap seorang perempuan dari sumber suara.
"Dari pada lo berdua berantem mulu,mending kita masuk" Chika menarik tangan ku untuk memasuki teater.
Tidak lama kami menunggu, film tersebut diputar. Dan ternyata itu film Conjuring. Aku pikir Chika akan mengajak ku untuk menonton Magic Hour. Aku benar-benar takut untuk nonton film hantu. Dan Chika tau itu. Tapi kenapa dia ngejebak aku gini, padahal tadi siang dia bilang mau lihat Dimas Anggara. Di Conjuring mana ada Dimas Anggara.
"Chikaaa, lo ngejebak gue ya" teriak ku menatap kesal Chika yang duduk di samping ku. Yah kami duduk di tengah dengan posisi aku, Chika, Mike lalu Rival.
"Eh maaf Quin, kalo nggak gini lo mana mau gue ajak nonton hantu, padahal kan gue pengen banget nonton film hantu. Udah nikmatin aja ya" ucap Chika santai dan tersenyum.
"Gila lo, gue takut"
Aku hanya diam. Melihat 3 orang di samping ku ini fokus nonton. Aku takut. Suara hantu yang menyeramkan. Musik yang mencekam.
Aku memberanikan diri untuk melihat ke layar. Menonton ceritanya. Tangan ku dingin. Aku mencari tangan Chika untuk aku genggam. Dan ya dapat. "Chika gue takut" ucap ku yang masih menatap layar dan menggenggam tangan Chika tanpa melihat Chika di samping ku. Dan Jenggg hantunya datang dengan tiba-tiba dan aku langsung menyembunyikan wajah ku di balik bahu Chika.
Ternyata yang aku genggam tangannya dan bersembunyi di balik bahunya itu bukan Chika, tapi Rival. Dia yang sedari tadi telah pindah di samping ku berniat untuk menakuti ku tapi tidak jadi karena aku sudah ketakutan duluan.
Rival langsung memeluk ku, menutup mata ku, mengelus kepala ku. Aku hanya diam dan menangis karena takut.
"Rival gue takut" ucap ku takut, menangis, dan menggenggam tangan Rival.
"Yaudah kita keluar aja yuk" ucap Rival yang masih menenangkan ku. Rival berbisik ke Chika bahwa dia akan membawa ku keluar teater. Chika dan Mike masih tetap seru menonton. Aku dan Rival langsung keluar teater dengan keadaan aku masih menangis dan dia memegang kedua bahuku untuk menuntun ku.
~~~
KAMU SEDANG MEMBACA
My Hope
Teen FictionAku seorang wanita yang menginginkan kehidupan seperti yang lainnya. Ingin merasakan kebahagiaan tanpa harus mengenali kesedihan. Ingin merasakan kasih sayang bukan diberi dengan kekerasan. Mengharapkan cinta yang sesungguhnya. Akankah harapan itu d...