*Rival POV ON*
Gadis ini,, malang sekali hidup nya.. Andai aku dapat menemaninya setiap saat.. Huftt,, aku merasa dia masih menganggap ku musuh nya.
Entah kenapa akhir-akhir ini perasaan ku aneh terhadap Quin.. Sejak Ia masuk rumah sakit,, melihat Ia setiap hari yang terbaring lemah di tempat tidur nya.. Aku sangat merasa iba terhadapnya.. Sejak itulah aku selalu ingin melindungi nya setiap saat. Aku selalu ingin berada di samping nya.
Saat aku sekolah pun aku tidak fokus untuk belajar,, rasanya ingin cepat-cepat pulang dan pergi ke rumah sakit untuk melihat Quin,, Apakah Ia sudah sadar atau malah semakin memburuk keadaannya??
"Kamu tau Quin?? Saat bel sekolah sudah berbunyi, aku segera pulang tanpa memperdulikan guru yang masih berada di kelas ku. Aku langsung bergegas menuju rumah sakit untuk menemui mu Quin.." aku menghela napas sejenak.
"Entah kenapa sejak kamu terbaring lemah,, aku selalu mengkhawatirkan mu." aku menunduk dan memikirkan apa yang terjadi dengan hati ku..
"Oh Tuhan apakah aku mencintai gadis malang ini??" batin ku.
Ku tatap kembali ia yang tengah terlelap dalam tidur nya. Aku harap ia sedang memimpikan sesuatu yang indah... Sesuatu yang menghiasi tidurnya.
Aku berjalan menuju kamarnya,, mencari sesuatu yang bisa menghangatkan tubuh nya.. Di tempat tidur nya aku melihat buku deary Quin,, ingin sekali aku membaca nya, namun rasanya itu adalah tindakan yang salah.. Karena setiap deary pasti bersifat privasi..
Segera aku keluar dari kamar Quin dengan membawa selimut untuk nya.. Ku selimuti tubuh mungilnya..
Aku merasa tidak tega untuk meninggalkan dia sendirian malam ini.
Ku belai rambut halus nya. "Aku tau bagaimana perasaan mu saat ini Quin. Kamu sendirian. Bahkan siang tadi kamu merasa hidup mu tiada artinya lagi. Walaupun orang tua mu meninggalkan mu,, dan sekarang kamu pun sedang sakit. Ketahuilah aku disini selalu menjaga mu. Jangan selalu merasa sepi Quin,, Kamu masih punya aku, kamu juga masih punya Chika.. Jangan lelah untuk hidup Quin.." ku tatap wajah imut nya.
"Quin,, kau tau? Apa yang membuat ku bahagia detik ini? Yaitu saat aku melihat kamu menemukan kebahagian mu.. Aku berharap suatu saat nanti aku bisa menjadi salah satu kebahagiaan mu Quin,, menjadi alasan mu untuk selalu tersenyum.." Huftt, aku menghela napas sejenak.
"..Aneh-aneh saja yah Quin harapan ku hahah.. Nggak mungkin kan aku menjadi kebahagiaan mu sedangkan kamu saja selalu menganggap ku musuh" ucap ku kecewa dengan nada pelan agar Quin tidak mendengar nya.
Masih ku tatapi wajah mungil Quin tanpa memperdulikan tv yang masih menyala.
"Aku memang belum tau pasti apa masa lalu mu dulu,, dan kenapa orang tua mu meninggalkan mu tanpa memberikan alasan apapun?? Ibu mu tega meninggalkan mu di rumah sakit tanpa mengucapkan kata selamat tinggal,, apapun alasan dia meninggalkan mu Quin?? Aku yakin itu yang terbaik buat kamu.. Aku memang tidak tau apa masalah mu?? Kamu juga tidak pernah menampakkan kesedihan mu di depan orang lain.. Itulah yang aku senang dari mu, kamu tetap tegar dalam menjalani hidup ini,, walaupun kamu menyembunyikan masa lalu mu dan berpura-pura kamu tidak ada masalah,, tapi aku tau bahwa kamu tengah bersedih Quin,,"
"Kamu tau Quin?? Aku sangat senang bisa menjaga mu di rumah sakit waktu itu.. Menghibur mu di taman dengan badut Barney.. Membuat mu tertawa.. Aku juga senang kamu tinggal di rumah ku.. Setiap malam saat kamu tidur aku selalu mengendap-endap masuk ke kamar mu untuk melihat bagaimana keadaan mu.. Aku pun selalu melihat mu di pagi hari,, melayani mu layaknya seorang pelayan pribadi,, Kamu tau? Aku sangat senang bisa melayani seorang wanita yang tegar seperti mu Quin.. Tapi kenapa,,?? Kenapa kamu ingin cepat-cepat pulang?? Padahal,, kamu masih belum pulih dari sakit mu.. Atau kamu,,?? Nggak betah yah di rumah aku?? Kamu nggak suka di dekat aku Quin?? Kamu tau? Aku sedih,, aku sedih tidak bisa melihat lagi senyuman mu di pagi hari,, tidak bisa melayani mu lagi,, bercanda tawa dengan mu setiap detik,," Ku pegang tangan nya yang halus. Aku merasa ada sesuatu yang ingin ku sampaikan,, namun aku tidak bisa menyampaikannya sekarang. Aku takut gadis ini akan menjauhi ku..
"I love you Quin" tanpa ku sadari batin ku berkata seperti itu.
Andai gadis ini mendengar apa yang batin ku katakan tadi,, apa yang akan ia jawab? I love you too atau I hate you..
Aku masih menatap nya.. Terkadang Ia sedikit bergerak-gerak dan saat itu juga aku langsung berpura-pura menonton tv dan duduk di kursi ku.
Namun setelah itu aku kembali mendekatinya,, menatap Ia kembali yang tengah tertidur nyenyak..
Aku merasa tidak ingin pandangan ku berpaling darinya.. Karena pada saat ini lah aku bisa menatap nya lebih lama..
Pikiran ku terlintas kembali tentang deary Quin.. "Apakah aku harus membacanya??,, mungkin dengan aku membacanya aku bisa lebih mengerti perasaan Quin.." ku perhatikan kembali Quin..
"... Tapi bagaimana jika Quin tau??,, Quin nanti pasti akan sangat marah karena aku sudah berani membacanya.. Tapi bagaimana dengan perasaan ku?? Aku sangat penasaran dengan isinya,, aku ingin tau apa yang dirasakana Quin,, aku ingin tau semua masalah Quin." Mencoba untuk mempertimbangkan lagi penasaran ku. Aku tidak ingin gadis ini marah dengan ku..
Aku terbangun dari duduk ku,, segera aku masuk ke dalam kamar Quin dengan sedikit-sedikit menoleh ke arah Quin takut Ia akan bangun..
Segera aku mengambil deary Quin,, aku hanya memphoto tulisannya saja.. Karena aku tau jika aku bawa pulang deary nya dia pasti akan mencari nya.. Dan aku akan ketahuan telah membacanya..
Segara aku photo lembar demi lembar tanpa aku membacanya sedikit pun.. Setelah selesai ku letakkan kembali deary nya di posisi semula. Segera aku keluar dari kamar Quin.. Kali ini aku tidak niat untuk pulang kerumah..
Aku tidur di sofa di rumah Quin.. Sofa yang berhadapan dengan sofa Quin dan sekarang aku bisa memperhatikannya dari sofa ku sebelum aku tertidur pulas..
*Rival POV OFF*
~~~
KAMU SEDANG MEMBACA
My Hope
Teen FictionAku seorang wanita yang menginginkan kehidupan seperti yang lainnya. Ingin merasakan kebahagiaan tanpa harus mengenali kesedihan. Ingin merasakan kasih sayang bukan diberi dengan kekerasan. Mengharapkan cinta yang sesungguhnya. Akankah harapan itu d...