Bangun pagi-pagi sekali, merapihkan tempat tidur ku, membereskan kamar ku agar terlihat rapih, memasukan baju ku ke dalam koper.
Minggu pagi yang cerah. Hari ini aku akan pulang ke rumah ku. Tapi sebelum itu aku membuatkan sarapan dulu untuk Rival, tante Berliana, om Ryaldi serta Chika yang nanti akan kesini untuk mengantar ku pulang.
Memasak spaghetti bolognese kesukaan Rival. Ya aku tau itu dari tante Berliana. Membuat nasi goreng seafood kesukaan tante Berliana. Kepiting saus tiram pedas untuk om Ryaldi. Serta gurame asam manis untuk sahabat ku Chika.
Aku ingin membuat pagi ini terkesan karena mereka sudah baik dengan ku. Itulah aku memasak makanan favorite mereka.
Aku memang pintar memasak. Dulu setiap hari libur aku selalu masak bersama Mama. Mama pernah bekerja menjadi chef tapi berhenti ketika Mama dan Papa akan menikah. Itulah Mama menurunkan skill nya ke aku. Dan sekarang aku diterima sebagai chef oleh bos Welnes itu karena skill ku.
Bahkan memasak sudah menjadi hobi ku. Sejak aku berumur 10 tahun saat di hari ulang tahun ku saat itulah Mama pertama kali mengajarkan ku memasak.
Cake black forest adalah kue yang kami buat berdua.Tanpa aku sadari air mata ku keluar saat sedang menyiapkan bahan makanan di dapur. Ah aku sungguh merindukan moment itu. Apakah dapat diulang kembali?
"Quin, kamu kenapa? Kok nangis?" tanya tante Berliana yang entah kapan datangnya dan sudah berada di samping ku.
"Eh tante. Nggak kok tante" jawab ku sambil menghapus air mata yang jatuh di pipi ku.
"Kamu nggak mau cerita sama tante?" tante berliana yang kembali bertanya, mengusap lembut rambut ku dan memberikan senyuman nya.
"Cuma kangen mama te" jawab ku yang tidak dapat menahan air mataku lagi sehingga ia kembali membasahi pipi ku.
"Kamu jangan sedih ya" ucap tante Berliana yang memeluk ku hangat sebagai sosok Mama. "Kamu bisa kok anggap tante sebagai Mama kamu" ucap nya yang masih memeluk ku dan menciumi kepala ku.
"Makasih ya tante" jawab ku tersedu-sedu.
"Kamu panggil tante mami aja ya" dia memegang bahu ku dan menatap mata ku penuh kasih sayang.
"Tante serius?" dan hanya senyuman yang diberikan tante Berliana yang sekarang sudah menjadi mami angkat ku.
"Kamu mau masak ya?"
"Iya te, eh maksud nya mi. Hari ini Quin mau pulang, jadi Quin mau buat pagi ini spesial"
"Pulang? Kenapa nggak tinggal di sini aja sama Rival?"
"Nggak usah mi, ngerepotin aja jadinya" ucap ku yang tersenyum ke Mami.
"Yaudah deh, mami bantuin masak ya" ucap nya yang membantu ku menyiapkan bahan makanannya.
"Nggak usah mi, biar Quin aja. Mami tunggu aja di meja makan"
"Bener nih nggak mau mami bantuin?"
"Bukan nggak mau mi. Biar Quin sendiri aja" ucap ku tersenyum dan mami pun membalas senyuman ku, segera ia keluar dapur dan meninggalkan ku sendiri.
Waktu sudah menunjukan pukul lima lewat. Aku harus segera memasak sebelum kesiangan.
*Rival POV*
Her eyes, her eyes
Make the stars look like they’re not shinin'
Her hair, her hair
Falls perfectly without her trying
She’s so beautiful
And I tell her everyday
I know, I know
When I compliment her she won’t believe me
And it’s so, it’s so
Sad to think that she don’t see what I see
But every time she asks me, “Do I look okay?”
I say
When I see your face
There’s not a thing that I would change
‘Cause you’re amazing
Just the way you areAnd when you smile
The whole world stops and stares for a while
‘Cause, girl, you’re amazing
Just the way you are
Dering handphone ku berbunyi saat aku masih terlelap dalam tidur ku dan ini sungguh mengganggu ku.
"Siapa sih yang nelpon masih pagi begini?" gerutu ku yang meraba-raba mencari handphone ku. "Chika?" ucap ku yang melihat handphone ku tertera nama Chika.
"Halo"
"Halo Val. Quin masih di rumah lo kan? Gue telpon dia tapi nggak diangkat-angkat. Gue kan udah janji mau nganter dia pulang hari ini"
"Quin?" aku langsung terbangun dari tempat tidur ku. Segera keluar kamar untuk mencari Quin. Aku lupa bahwa dia akan pulang hari ini.
"Bentar gue cari dulu" terlihat mami dan papi sedang duduk di meja makan.
"Mi, Pi Quin mana? Dia udah pulang?" tanya ku yang masih memegang handphone di tangan ku karena telpon dari Chika belum ku matikan.
"Dia lagi masak, tadi mami mau bantu tapi dia nggak mau" jawab mami.
"Halo Chik, Quin masih di rumah gue. Dia lagi masak" aku yang kembali berbicara dengan Chika dan segera ke dapur untuk nemuin Quin.
"Oke, selesai mandi gue langsung ke rumah lo" Chika mematikan telponnya.
Dan benar aku melihat Quin mengenakan celana pendek, baju merah berlengan pendek, serta rambut yang diikat satu berada di dapur sedang memasak.
"Eh Quin masak? Kalo tau gini mah mending gue nggak usah sewa pembantu. Biar lo aja jadi pembantu gue. Masak sekaligus beres-beres rumah hahahh" ucap ku yang mengejek Quin.
"Eh enak aja lo. Masih untung nih gue masakin spaghetti kesukaan lo" jawab Quin yang masih sibuk dengan masaknya.
"Baik nya calon pembantu gue. Mau gue bantu nggak Mbok?" ucap ku di depan wajah Quin, menaikan alis ku serta senyuman yang tandanya mengejek dia.
"Mbok mbok. Mandi gih lo. Bauk tau" ucap Quin yang mendorong ku untuk keluar dari dapur.
"Oke deh Mbok Quin" mengangkat jempol ku yang tandanya aku setuju.
"Nggak usah panggil gue Mbok" aku langsung lari karena aku tau Quin akan memukul ku. Aku pun segera mandi. Dan Quin melanjutkan masaknya.
Hanya memerlukan waktu 15 menit untuk aku bersiap. Aku kembali lagi ke dapur dengan niat kali ini untuk membantu Quin bukan mengejeknya.
"Hai Mbok, udah siap makanannya?" ucap ku yang terlihat makanan telah berada di piring serta Quin sedang membereskan dapur bekas masaknya tadi. Quin hanya diam, menatap ku kesal dan aku tau itu karena aku panggil dia mbok.
"Sini gue bantu" saat aku melihat Quin mengangkat makanan untuk dibawa ke meja makan.
"Ini makanannya sudah siap" ucap Quin seperti dia seorang pelayan yang bahagia.
"Oh pantes aja nggak mau mami bantuin tadi. Taunya pengennya sama Rival" ucap mami yang menyindir serta mengejek Quin.
"Iya mi ini masakan Rival sama Quin" ucap ku tanpa bersalah karena sudah mengaku-ngaku.
"Eh enak aja lo, lo cuma bawa nih makanan ke meja makan doang. Lo nggak masak" jawab Quin.
"Udah nggak usah berantem. Sekarang kita makan aja ya. Om udah laper nih hahah" ucap om Ryaldi.
~~~
KAMU SEDANG MEMBACA
My Hope
Teen FictionAku seorang wanita yang menginginkan kehidupan seperti yang lainnya. Ingin merasakan kebahagiaan tanpa harus mengenali kesedihan. Ingin merasakan kasih sayang bukan diberi dengan kekerasan. Mengharapkan cinta yang sesungguhnya. Akankah harapan itu d...