Bab 4 ( Unjuk gigi )

2.5K 365 93
                                    

Dirgya berjalan menyusuri koridor dengan santainya. Bel masuk sudah berbunyi lima belas menit yang lalu. Koridor sudah sepi, guru-guru mulai masuk ke kelas-kelas untuk mengajar.

"Hey, kamu!" seru seorang guru piket bermata empat alias berkaca mata.

Dirgya memasang muka santai "Iya Bu, ada apa?" tanyanya membuat guru piket itu melotot tajam.

"Kamu tau kesalahan Kamu?" tanya guru itu matanya masih melotot ke arah Dirgya. Belum sempat Dirgya menjawab, guru itu langsung menyuruh, "Pintain absen dari kelas X sampai XII sekarang!"

Ini yang disebut kesempatan untuk menggoda kakel, pikir Dirgya.

Dirgya menghela napasnya. "Iya Bu," ucapnya patuh kemudian melangkahkan kaki dimulai dari kelas X IPA-1. Firasatnya sudah tidak enak sejak tadi.

"Absen, yang gak masuk siapa?" tanya Dirgya kencang di ambang pintu. Tidak mengucap salam atau apapun padahal ada guru yang sedang mengajar.

"Dirgya, tidak sopan sangat kau ini," ucap guru Batak yang sedang mengajar. "Ulangi!" suruhnya.

Dirgya kembali keluar kelas, kemudian mengetuk pintu sebanyak tiga kali.

"Assalamualaikum," ucap Dirgya kemudian berjalan ke arah guru dan menyalaminya.

"Teman-teman kelas X IPA-1, yang tidak masuk siapa?" tanya Dirgya sopan yang dipaksakan.

"Vanessa sakit, sama Rama ijin," jawab Mia, sekertaris X IPA-1.

Dirgya mencatat yang tidak masuk, pikirannya hanyut ke satu nama yaitu Vanessa. Cowok itu keluar kelas tanpa mengucap kata apapun, mood-nya hancur.

Kini Dirgya sudah berada di kelasnya. Bel istirahat akan berbunyi sepuluh menit lagi. Cowok itu memutuskan untuk kabur nanti.

Kring ... kring ... kring....

Bel istirahat berbunyi. Nathan dan Edi berjalan ke arah meja Dirgya yang terletak di pojok kanan kelas. Tempat yang sangat strategis untuk tertidur pada saat KBM.

"Gue mau kabur," beritahu Dirgya membuat Nathan dan Edi menatapnya bingung.

"Kenapa?" tanya Nathan penasaran.

"Vanessa sakit, gue mau ke rumahnya," jawab Dirgya kemudian memakai tas ranselnya. "Lo berdua bantuin gue!" pinta Dirgya dan dibalas anggukan oleh Nathan dan Edi.

"Lo pura-pura rangkul gue, ceritanya gue sakit," ucap Dirgya. "Nathan, lo lari panik ke meja piket!" suruh Dirgya dibalas acungan jempol dari Nathan.

Nathan segera berlari ke meja piket, ekspresinya pura-pura panik. Sementara Edi merangkul Dirgya dan berjalan lambat mengikuti Nathan dari belakang.

"Bu, Dirgya!" panik Nathan sambil mengatur napasnya. "Dirgya sakit Bu," lanjutnya membuat guru piket itu menampilkan ekspresi bingung sekaligus tidak percaya.

"Dirgya? Sakit? Gak mungkin," ucap guru piket itu.

"Serius Bu, tuh liat!" ucap Nathan menoleh ke belakang dan menampilkan Edi yang sedang merangkul Dirgya.

"Kalau begitu ibu percaya, sudah sana bawa dia pulang," putus guru piket itu membuat Nathan menghela napas lega.

Kini Dirgya, Nathan dan Edi sudah berada di parkiran.

"Thanks," ucap Dirgya menepuk bahu Nathan dan Edi secara bergantian.

"Selow aja kali, btw lo kayaknya beneran suka sama Vanessa?" tanya Nathan, nada bicaranya serius.

"Cewek kayak Vanessa susah ditaklukkin," timpal Edi. "Tapi gue yakin lo bisa dapetin dia," lanjut Edi seraya menepuk bahu Dirgya tanda penyemangat.

Love is pain [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang