Bab 15 (Pendirian yang kokoh)

1.5K 158 11
                                    

Sudah berpuluh-puluh kali Vanessa menelpon Vanilla via WA dan sudah hampir tiga kali via pulsa. Mencoba tenang dalam keadaan seperti ini memang bukan suatu hal yang mudah.

"Ayolah angkat," gumam Vanessa mencoba menelpon kesekian kalinya dan hasilnya sama tidak diangkat. Sudah cukup tadi yang terakhir dan Vanessa memutuskan untuk menonton televisi.

Jika hari libur di rumah memang terasa amat lama, berbeda jika di sekolah justru waktu berjalan dengan cepat walau harus terpaksa belajar. Manusia, makhluk hidup yang meminta libur, tapi jika libur justru meminta masuk.

Tontonan televisi pada siang hari memang beragam dan membuat Vanessa memutuskan untuk menonton kartun melayu asal Malaysia yang tidak bosan untuk ditonton walau diulang-ulang.

Tiba-tiba saja Vanessa teringat sesuatu yang penting dinilai dari nominal harganya. Motor matic. Selepas tadi memang Vanessa baru sekarang ingat tentang motornya yang masih di bengkel.

"Mampus gue! Gimana nih? Masa iya telpon Dirgya? Apa boleh buat," monolog Vanessa seraya mencari kontak Dirgya diponselnya dan segera memencet icon 📞

"Apa?" tanya suara Dirgya di sebrang telepon tanpa basa-basi lagi.

Vanessa diam. Ingin berkata tapi lidahnya kelu. Sementara lawan bicaranya di telepon juga sama-sama diam menunggu dirinya bersuara.

Tutt ...tutt ... tutt....

Dirgya memutuskan telepon secara sepihak. Semua pasti tahu kondisi Dirgya saat ini bagaimana, yang jelas tidak baik. Cinta ditolak emang gak enak. Nyesek.

"Pasti Dirgya marah," duga Vanessa. "Terus nasib motor gue gimana? Kesel banget gue hari ini, sialan!" lanjutnya seraya mencari keberadaan remot yang tiba-tiba suka menghilang.

Manusia, makhluk paling sempurna diantara makhluk-makhluk lain ciptaan Tuhan. Tapi bisa juga menjadi makhluk terbodoh. Ini terjadi pada Vanessa saat ini, bayangkan saja dalam genggamannya ada benda yang sedang ia cari.

"Udahlah bodo gue gak peduli lagi masalah hari ini yang belum selesai," monolog Vanessa lalu berjalan dengan hati-hati menuju kamarnya. Trauma dengan tangga walaupun luka di keningnya sudah mengering.

Cewek itu membanting tubuhnya ke kasur dengan kasar hingga memantulkan dirinya kembali akibat per. Membentuk bintang besar, menatap langit-langit kamar yang hanya dihiasi sebuah lampu putih yang masih bergaransi.

Drttt

Ponsel di atas nakas bergetar dan segera diam begitu Vanessa mengangkat. Tertera nama Pak Joko di layar ponsel berbentuk persegi panjang.

"Hallo neng, ini motornya sudah diantarkan sama ... hmm ... siapa tuh tadi namanya."

"Iya. Dirgya maksudnya?" sahut Vanessa.

"Iya itchuuu."

Vanessa terkekeh sebentar
mendengar lawakan Pak Joko yang terkesan garing namun lucu saja jika didengar.

"Dirgyanya masih ada disini neng."

Deg

Tutt ... tutt ... tutt...

Vanessa mematikan telepon secara sepihak dan segera mengintip lewat kaca jendela kamarnya yang transparan. Benar, Dirgya setia berdiri seraya mengisap rokok yang terampit di antara jari telunjuk dan tengah.

Tidak bisa dipungkiri, kedua kaki Vanessa gatal untuk menghampiri. Hatinya pun setuju. Angin buatan menerpa kebingungan Vanessa seolah-olah ikut menyetujui.

Akhirnya Vanessa segera turun untuk menemui Dirgya. Jantungnya berdegup kencang begitu melihat Dirgya yang sedang menatapnya terang-terangan, dengan rokok yang masih setia diisap oleh cowok itu.

Love is pain [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang