Bab 8 ( Bagaikan orang asing )

1.7K 232 46
                                    

Di ruangan yang tidak terlalu luas, terbaring Vanessa yang lemah. Cewek itu pingsan sudah hampir setengah jam.

Semua yang berada di ruangan itu hanya bisa diam. Terutama Dirgya, cowok itu bungakam. Aldo yang berada di sebrang Dirgya menatap Dirgya tajam, tapi mulutnya terkunci. Ibu Vanessa yang baru saja datang, sedang terduduk di samping bankar UKS.

Jari jemari Vanessa tergerak. Perlahan kelopak mata Vanessa mulai terbuka.

"Mah," ucap Vanessa lemas seraya menatap ibunya.

Ibu Vanessa terlihat terkejut. "Vanessa, Kamu sudah siuman, Nak?" tanya ibu Vanessa. Terpancar jelas kebahagian di mata wanita tersebut.

Vanessa mengangguk lemah, cewek itu mengedarkan pandangannya. Pandangan Vanessa jatuh pada Dirgya yang sedang menatapnya tanpa arti. Lalu tatapan Vanessa jatuh pada Aldo yang sedang tersenyum ke arahnya. Vanessa membalas senyuman Aldo.

Terus aja tebar pesona, batin Dirgya jengkel.

"Yuk! Kamu pulang sekarang," ajak ibu Vanessa seraya bangkit.

"Iya," ucap Vanessa seraya bangun dari ranjang. Aldo yang melihat Vanessa kesusahan segera membantu. Sementara Dirgya, tetap sama, diam tanpa suara dan tidak bergerak seperti patung.

"Aldo, tolong bantu Vanessa ya?" tanya ibu Vanessa.

"Iya tante," jawab Aldo seraya memperlihatkan senyuman termanisnya sepanjang masa.

Dasar caper, batin Dirgya. Dirgya jelas cemburu, bahkan dirinya dan Vanessa belum resmi putus.

"Satu kosong," bisik Aldo tepat di telinga Dirgya saat dirinya melintas melewati Dirgya.

Sabar, orang sabar pan, eh maksudnya kuburannya lebar, batin Dirgya menenangi dirinya supaya tidak tersulut emosi.

Dirgya keluar UKS saat tersisa dirinya yang berada di dalam ruangan tersebut. Cowok itu berjalan ke parkiran motor tidak peduli ranselnya yang masih berada di dalam kelas. Dilihatnya Aldo sudah berada di atas motornya.

"Turun!" suruh Dirgya. "Gue gak mau berantem sekarang," lanjutnya menahan nafsu untuk tidak adu tangan.

Aldo tersenyum sinis, cowok tampan itu lalu turun. "Berengsek," ucapnya.

"Apa lo bilang tadi?" tanya Dirgya pura-pura tuli. "Berengsek?" tanyanya lagi tanpa tersulut emosi.

"Iya, lo emang brengsek." Sesarkatis apapun Aldo berbicara, Dirgya saat ini tidak ingin terjadi keributan.

"Gue emang brengsek," ucap Dirgya, cowok itu lalu menghela nafas. "Terserah lo mau pacarin Vanessa, karena dia gak pernah tulus cinta sama gue," lanjutnya.

Aldo menaikan sebelah alisnya. "Lo serius?" tanyanya memastikan pendengarannya tidak terganggu seperti Dirgya tadi. Atau ... jebakan saja?

Dirgya tidak menggubris pertanyaan Aldo. Cowok itu menaiki motornya dan segera pergi meninggalkan gedung sekolah.

Dirgya mengendarai motornya dengan kecepatan rata-rata. Entah tujuannya ke mana, yang jelas Dirgya tidak ingin pulang ke rumah saat ada ayahnya.

Ponsel di sakunya bergetar, cowok itu masih mempunyai etika saat berkendara. Tertera nama papah di panggilan masuk.

Tangannya memutuskan untuk menekan tombol terima.

"Hallo, Dirgya?" terdengar suara ayahnya diujung telepon dengan nada suara seperti habis menangis.

"Hmm," Dirgya hanya menyahut dengan berdehem malas.

"Nak, ke Rumah Sakit Fatmawati sekarang! Mamah kamu kecelakaan," sahut ayahnya dalam satu tariakan nafas.

Love is pain [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang