Senin ini matahari tidak seperti biasanya. Matahari seakan tidak mau memberi sinar hangatnya ke bumi. Awan yang mengepul, seakan menutupi matahari untuk berada di belakangnya.
Vanessa menuruni anak tangga, dilihatnya ibunya sudah rapi mengenakan pakaian kantoran. Di meja makan sudah tersusun rapi roti beserta susu cokelat kesukaan Vanessa.
"Vanessa, sarapannya buruan, mamah mau ada meeting," ucap ibu Vanessa di sela-sela suapannya.
Vanessa mengangguk dan segera duduk tepat di hadapan ibunya. Terlihat wajah lelah di garis wajah ibunya. Walaupun tertutup make-up Vanessa masih bisa melihat garis-garis wajah yang mulai keriput di wajah ibunya.
"Vanessa," ucap ibunya, tetapi Vanessa belum tersadar juga. "Vanessa, are you okay?" tanya ibunya, kali ini berhasil membuat Vanessa tersentak.
"I'm okay, mom, " jawab Vanessa dihiasi senyum bangga yang terpancar jelas di wajahnya.
"Udah, cepet makannya," tegur ibu Vanessa mengingatkan Vanessa sekali lagi dan membuat gadis itu mengangguk.
"Let's go, mom!" ajak Vanessa yang kini sudah berdiri rapi dengan tas ransel di bahunya.
Seraya menunggu ibunya yang sedang mengeluarkan mobil di garasi, Vanessa hanya menghentak-hentakkan kakinya di tanah seperti anak kecil.
"Ayuk Nak! Udah mendung," ajak ibu Vanessa dari dalam jendela mobil sedan pribadinya.
Vanessa membuka pintu mobil depan, tepat di samping ibunya. Aroma terapi seketika menyeruak masuk ke penciuman Vanessa, membuat gadis itu rileks dalam sekejap.
Butuh waktu sekitar dua puluh menit untuk sampai ke SMA Garuda. Itupun jika tidak macet. Dan hari ini jalanan ibukota lenggang, mungkin sebagian orang menunggu hujan reda yang kini mulai turun membasahi bumi.
"Alhamdulillah, hujan!" pekik Vanessa girang melihat rintikan air yang membasahi kaca mobil ibunya.
Ibu Vanessa geleng-geleng kepala melihat tingkah anaknya yang seperti anak kecil diberi balon. "Pasti Kamu seneng gak upacara?" tebak ibu Vanessa seraya tertawa.
Vanessa sampai di sekolah 10 menit lebih cepat dari biasanya. "Aku sekolah dulu ya mah," pamit Vanessa seraya menyalami tangan ibunya.
"Turunnya gimana? Mamah gak bawa payung." Nampak khawatir lewat mimik wajahnya.
"Lari mah," jawab Vanessa sekenanya membuat ibunya geleng-geleng kepala.
Baru saja Vanessa membuka pintu mobilnya, sebuah payung menghalangi rintikan hujan yang turun. Vanessa mendongak, dilihatnya Aldo sedang tersenyum manis ke arahnya.
"Itu siapa, Nak?" tanya ibu Vanessa yang sudah penasaran.
Vanessa gelagapan. " Hmm, Ketos mah," jawab Vanessa jujur.
"Oh," ucap ibu Vanessa mangut-mangut. "Makasih ya Nak," lanjutnya kini menatap Aldo dan dibalas senyuman oleh Aldo.
Kini Vanessa merasakan degup jantungnya yang tak karuan. Aldo dan Vanessa melewati halaman tengah untuk sampai ke koridor dan membuat siswi-siswi yang berada di balkon lantai 2 dan 3 berteriak histeris.
"Makasih," ucap Vanessa setelah sampai di koridor. Nada bicaranya biasa dan ekspresi mukanya biasa walau jantungnya tak biasa.
"Sama-sama," ucap Aldo seraya tersenyum manis.
Banyak tatap mata anak-anak yang berada di koridor, tetapi tidak dihiraukan oleh Aldo. Vanessa justru menundukkan kepalanya.
"Vanessa...." panggil seseorang yang berhasil membuat gadis itu menoleh. Tanpa perlu berbicara, tatapan Vanessa sudah menjelaskan ada perlu apa memanggil.
KAMU SEDANG MEMBACA
Love is pain [Completed]
Teen FictionBagaimana jadinya jika ratu es bertemu dengan playboy seperti Dirgya? Vanessa yang beku apakah akan mencair? Dirgya memang bukan cinta pertamanya, tapi apa boleh buat jika cinta kedua yang membuat kita nyaman? Sosok periang bernama Vanilla tiba-tib...