5. Jadian?

107 13 4
                                    

Semua mata tertuju padaku. Bukan, lebih tepatnya pada kami, aku dan Elang. Suara knalpot Elang seakan menjawab berbagai pertanyaan mereka yang tak sempat kami dengarkan.

"Itu Elang sama Nadine? Emang mereka pacaran?"
"Seriusan mereka udah jadian? Kok nggak ada beritanya?"
"Kok bisa sih orang pendiem kaya Nadine deket sama Elang yang super duper cool?"

Aku turun dari motornya, ku perhatikan masih ada beberapa dari mereka yang sesekali melirik kami. Ku rasa Elang juga merasakan hal yang sama. Tak ku pedulikan mereka yang menatap sinis ke arahku. Tapi, yang lebih penting dari itu, ini soal perasaanku. Tak henti-hentinya jantungku bergejolak dengan hebatnya. Bagai es batu yang meleleh di ruang terbuka. Bagai air sungai yang mengalir deras menerjang bebatuan. Atau bagai orang yang sedang menunggu pengumuman lotre? Begitulah kiranya.

"Elang, pinjem Nadine dulu yaah! Heheh byee!" tiba-tiba tangan kiriku ditarik oleh seseorang. Asha membawaku menjauh dari parkiran menuju dudukan kolam ikan depan kelas.

"Apaan sih, Sha?" tanyaku kesal.

"Nad, kok nggak cerita sih kalo jadian sama Elang?" tanyanya sembari memegang kedua pipiku.

"Siapa yang jadian sih? Orang cuma berangkat bareng. Masa nggak boleh?" jawabku cemberut.

"Bukan gitu Nad, semua pada ngomongin kamu. Yang kamu pendiem lah, introvert lah, nggak mungkin sama Elang. Yang ngomongin A B C D sampe Z." jelas Asha berdiri dari tempatnya tadi.

"Sha, aku tuh nggak introvert, aku nggak pendiem. Mereka cuma nggak kenal aku aja. Mereka cuma perlu kenal aku lebih dalem. Soal aku sama Elang, so what? Ini hubunganku sama Elang, nggak perlu restu dari mereka juga kan buat ngejalin hubungan?" bantahku dengan nada meninggi.

"Udahlah, aku masuk dulu." ku langkahkan kedua kaki masuk ke dalam kelas. Ku tinggalkan Asha yang berdiri kaku karena omonganku. Kesal? Jelas! Aku tidak peduli dengan mereka, mereka seakan-akan ricuh dengan kehidupanku. Hidupmu nggak asyik?

*

"Lo jadian sama Elang?" seseorang tiba-tiba saja duduk di depanku.

"Enggak." jawabku singkat.

"Seriusan?" tanyanya lagi.

"Apaan sih, Non. Heran deh sama orang-orang hari ini. Ribet banget sih, tau dah!" ku tundukkan wajahku ke bawah. Pura-pura tertidur seakan tidak ingin lagi mendengar ocehan dari mereka-mereka. Maaf Xenon, aku sedang tidak mood hari ini. Lain kali kita bicara lagi.

*

"Nad, sori." Asha meminta maaf padaku setelah bel pulang sekolah berbunyi. For your information, sedari tadi aku dan Asha tidak saling bicara.

"Aku yang minta maaf. Udah kasar, ngomong nada tinggi." ku peluk sahabat baikku.

"Aku cuma nggak mau kamu jadi bahan omongan sana-sini. Maaf ya." Ku dengar suaranya sudah berbeda. Seperti orang menangis. Bukan seperti, memang dia sudah menangis.

"Kalo kamu jadian sama Elang, aku dukung 10000%!" ucapnya semangat melepas pelukanku.

"Udah-udah, do'ain aja yang terbaik." balasku sambil mengusap aliran air yang terus keluar dari mata Asha.

*

Yea! Akhirnya! Mingguku yang cerah telah tiba! Masih pagi, sinar terik matahari baru saja menyapa jendela kamarku. Tentu saja, aku masih tergeletak di kasurku yang empuk. Tak ingin beranjak. Kalau sudah nyaman, jelas tak ingin pindah, kan?

"Sayang, ayo bangun, Nak. Bantuin Bunda bersih-bersih. Ayah mau pulang lho. Masa kalah sama Nayla?" ucap Bunda dari luar pintu terus mengetok-ngetok pintu kamarku. Memang sengaja ku kunci, karena benar-benar tidak ingin diganggu. Hanya ingin berdua dengan si kasur.

"Kan ada Bi Marni, Bun. Nadine mau tidur lagi. Ntar Nadine bantuin, kalo sempet." ucapku sedikit berteriak.

"Anak gadis ini, malesnya minta ampun." Samar-samar suara Bunda masih ku dengar, lagi-lagi Bunda membiarkanku. Maaf Bunda, Nadine emang maunya selalu dimanja.

*

"Nad, bangun sayang. Ada temen kamu tuh." ucap Bunda mencoba membangunkanku.

"Siapa, Bun?"

"Kalo mau tau, keluar dulu atuh neng geulis." Bunda berlalu pergi.

Ku lihat ponsel pintarku. Terpampang angka 9.45 a.m. Tak ada notif satu pun. Ku balikkan ponselku dan memejamkan mataku, 5 menit saja, pikirku.

"Nadine, ditungguin ini lho. Ayo bangun!" teriak Bunda yang ku rasa dari ruang TV.

Huft. Siapa sih pagi-pagi gini udah mertamu aja? Aku keluar kamar. Rambut acak-acakan. Piyama masih ku kenakan. Tamuku, sudah duduk manis di ruang TV.

"Ngapain, Sha pagi-pagi kesini?" tanyaku sambil menguap langsung ku duduk tepat di samping tamuku.

"Asha? Bangun woy! Masih tidur? Melek melek!"

Bukan Asha, lalu siapa?


Don't forger to add to your reading list yah! 🤗
I highly appreciate your vote and comment! ☺️☺️

Thank you for reading! 💜

-Azzahra

RumitTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang