-00-
Mengurus seorang Min Yoongi tidaklah mudah bagi Park Jimin. Yoongi, lelaki pirang nakal tukang menggesek mastercard sembarangan itu kehilangan arah sama sekali. Hampir seperti orang skizofrenia atau yang mengidap penyakit-penyakit gangguan mental lainnya di mana tiap malam dia akan terbangun dan mengasingkan diri di balkon sampai pagi. Kadangkala ia menghilang lebih jauh dan lebih lama, tapi Jimin tahu di mana ia berada saat keadaannya sedang tak bisa ia tangani sendiri. Yoongi pasti berada di apartemen Seokjin. Dan ia tak pernah salah akan itu. Bagusnya Seokjin tak pernah mengusirnya mentah-mentah seperti tipikal seorang sahabat dalam novel remaja; yang melindungi kawannya dengan ego dan prasangka. Ia tidak begitu. Seokjin Jimin katakan cukup dewasa untuk mengerti bahwa menjadi tembok pembatas antara dirinya dan Yoongi bukanlah sesuatu yang bijak. Ia selalu dipersilakan masuk dan disuguhi secangkir teh tiap ia datang untuk menjemput Yoongi.
Hanya saja sekali waktu Yoongi menyiramnya dengan teh panas yang baru disuguhkan. Dan Jimin tidak membalasnya dengan apapun; baik makian atau pun layang tangan berupa tamparan keras seperti dulu. Ini bukan karena Seokjin. Yoongi tahu. Karena Jimin telah berubah sebelum ia mengenal Seokjin. Yoongi seolah memancing hiu dalam lautan. Tapi yang ia dapat bahkan hanya sampah kaleng bekas minuman isotonik. Ia kesal. Itu alasannya mengungsi ke tempat Seokjin sering-sering.
Tapi yang lebih jelas bukanlah perubahan Jimin, melainkan Yoongi sendiri. Mungkin laki-laki itu memang menganggap Jimin sebagai poros-pusat rotasinya. Tapi jika dia beranggapan seperti itu, bukankah poros akan selalu sama? Hanya yang berotasinya mengalami evolusi; berkembang, naik, jatuh, dan bangkit atau makin terpuruk.
Yang terjadi nyatanya adalah sebuah keterpurukan yang membuat Yoongi lebih mirip goblin daripada putri salju, atau diva. Sejak janin dalam kandungannya luruh menjadi darah tanpa nyawa, dan dokter vonis itu namanya keguguran, Yoongi makin kacau. Seperti masuk fase ke tiga dalam evolusi hidupnya. Pertama, Min Yoongi si mahasiswa anggota komisi kedisiplinan kampus yang hidupnya dipermainkan seorang laki-laki tak bertanggung jawab; kedua, Min Yoongi si brandal yang menikmati hidupnya setelah bangun dari koma; dan ini ketiga, di mana Min Yoongi sudah kehilangan segala aspek yang menjadikannya seorang manusia.
.
Seokjin kadang datang mengantar Yoongi pulang. Ia tak pernah bertamu dengan sengaja karena baginya cukuplah Yoongi menjadikannya pelarian dan ia punya kewajiban untuk mengembalikan laki-laki itu ke tempat di mana ia seharusnya berada. Yoongi yang tak lagi melanjutkan kuliahnya itu hanya menggeluyur pergi ke mana pun ia mau. Sedikit banyak tentu membuat Seokjin khawatir. Bukan hanya pada Yoongi, tapi juga pada Jimin yang tinggal di rumah itu.
Mungkin si adam memang sebrengsek yang Yoongi katakan, harusnya. Tapi Seokjin selalu dijamu dengan ramah dan ia selalu mendapatkan secangkir teh hangat dari laki-laki itu.
Seokjin tentu masih ingat dengan kejadian di mana Yoongi menyiram teh panas pada Jimin kala itu. Dan suatu hari ia salah memilih keputusan untuk mengiyakan permintaan Yoongi yang ingin dijemput. Sampai di rumahnya yang menyambut adalah Jimin. Yoongi entah sedang apa, Seokjin terpaksa menunggu. Laki-laki itu menuang teh dan menyuguhkannya dengan tangan yang berlumur darah. Jejaknya bahkan menempel di pegangan cangkir untuk Seokjin. Tapi Jimin tidak bicara apa-apa, hanya kembali ke pantry dan memungut pecahan-pecahan gelas kaca. Sebagian gelas di meja barnya hilang dari susunan. Saat itu Seokjin akhirnya tahu, bahwa kenyataannya hubungan Jimin-Yoongi bukan sekadar hubungan biasa; kekasih yang saling mencintai tapi menjauh karena satu-dua hal, melainkan dua orang yang hidup bersama dalam –ah, Seokjin bingung mendeskripsikannya.
Padanan kata sederhananya adalah saling melukai. Dan itu yang membuat mereka hidup.Ia menyimpulkan ini hanya dari tuturan Yoongi yang gamblang secara sepihak, sedangkan lelaki yang satu malah lebih suka bercerita dengan metafora. Indah memang. Pandai ia bicara. Seokjin akui ia suka ketika laki-laki itu bicara mengenai hal-hal ajaib, seperti dongeng pengantar tidur berbumbu fantasi. Caranya mengucap, menatap, dan menggerakkan tangan serta kepalanya sesekali adalah sesuatu yang bisa disebut menawan. Gorgeus. Bukan berarti Seokjin mengagumi atau malah jatuh cinta padanya. Tapi ia hanya menerima, dan mengikuti ritme Jimin supaya ia tahu apa yang laki-laki itu selalu sembunyikan dalam seulas senyumnya dingin dan berbahaya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Alinet [Minyoon]
Hayran KurguCinta memiliki bermacam ekspresi. Salah satunya adalah menyakiti. Fisik, mental. Mereka melakukan itu satu sama lain. Bahkan tanpa perlu menyebut kata cinta yang picisan. Mereka orang yang bebas, terikat-tak terikat tak jadi masalah. Tapi Yoongi mem...