Seminggu ini, Intan berubah 180 derajat dari biasanya. Yang dulunya lebih memilih menaiki tiap dahan pohon hingga ke puncak demi sebuah atau beberapa jambu, sekarang dia duduk bersandar di rumah pohon itu, sembari membaca sebuah buku tentang rasi bintang. Di sebelah kirinya, ada setumpuk buku dengan topik sejenis yang siap menunggu untuk dicincang oleh matanya. Di sebelah kanannya, ada setengah cangkir coklat panas yang mulai dingin. Dia tak bergerak se inchi pun dari tempatnya selama kurang lebih 30 menit lamanya.
Lintang memandanginya dengan wajah dinginnya seperti biasa. Baginya, kondisi Intan yang seperti ini adalah suatu rekor besar--yang mungkin layak dinobatkan dalam rekor MURI. Sampai hari ini, ia tak tahu hantu apa yang merasuki Intan hingga menjadi seperti ini.
Seketika, dia tertawa licik. Sifat jahilnya mulai kambuh. Dengan mengendap-endap, dia keluar dari rumah pohon, menuju rumah Intan, lalu kembali dengan cangkir berisi sesuatu. Perlahan, dia mengambil cangkir di dekat Intan, lalu menggantinya dengan cangkir yang ia bawa tadi. Benar saja, Intan mengambil gelas itu dan mulai meminumnya.
"Buuuuh!" Intan menyemprotkan air itu ke depan karena kaget. "Air apa ini? Asin sekali."
Intan mencicipi air itu sekali lagi, untuk memastikan air apa yang telah ia minum. Sontak ia menyeru, "Hei, Lintang, dasar pengacau! Seenaknya saja kau mengganti coklat panasku yang nikmat dengan air garam. Kesel, deh!" Ia melempar bantal kecil di sampingnya ke arah Lintang bertubi-tubi.
"Hei, hei, sudah. Sakit, nih, keras banget," jawab Lintang sambil mengaduh kesakitan.
"Lagian, siapa suruh jahil? Aku nggak mau tahu, aku ngambek!"
Lintang terkekeh, lalu meninggalkan Intan yang sedang kesal. Mereka diam beberapa saat.
"Lintang," panggil Intan tiba-tiba.
"Kenapa manggil? Katanya ngambek," jawab Lintang.
"Bodo amat. Aku mau tanya, kamu suka rasi bintang apa?"
Lintang menoleh, lalu menuju tempat Intan, dan duduk bersila di sampingnya.
"Cygnus," jawab Lintang singkat.
"Cygnus? Aku belum pernah baca tentang Cygnus. Memangnya mengapa kau menyukainya?"
"Ceritanya bagus sekali. Tentang persahabatan."
"Oh," jawab Intan, lalu mengangguk. "Kalau aku, suka sekali rasi bintang Orion. Rasi bintang itu mengisahkan tentang seorang pria tampan bernama Orion yang hobi memburu. Saking sombongnya, dia sampai berkata bahwa dia mampu mengalahkan semua makhluk di bumi ini. Akhirnya, seorang Dewi Bumi bernama Dewi Gaia mengirimkan seekor kalajengking untuk mengalahkannya. Orion akhirnya kalah dan mati karena tersengat kalajengking itu. Karena kemenangan kalajengking itu, Dewi Gaia menempatkannya sebagai rasi bintang Scorpio. Selain itu, Orion juga diletakkan sebagai rasi bintang tersendiri karena Dewi Perburuan, Dewi Artemis sangat menyukai Orion."
Lintang membenahi letak kacamatanya, lantas menimpali, "Lalu?"
"Aku ingin menjadi seperti Orion," sambungnya. "Dia seorang pemburu, dan aku ingin menjadi pemburu sepertinya. Pemburu mimpi. Aku akan memburu semua mimpiku dan mengalahkan semua hal yang menghalangiku. Namun, aku tidak ingin sombong sepertinya. Aku ingin agar ketika aku tiada, orang-orang mengenangku sebagai sosok yang hebat, bukan sebagai sosok pemalas seperti yang teman-teman katakan."
Lintang masih memandangnya dengan wajah dingin, seolah tak peduli. Namun, di hatinya dia bangga, karena sahabatnya mulai menemukan tujuan hidupnya.
To be continued...

KAMU SEDANG MEMBACA
[MINS#2] Bintang Terakhir ✔
Короткий рассказ[COMPLETED | DAFTAR PENDEK WATTYS 2018] (Memories In Nature Series) Tentang indahnya persahabatan dan mimpi-mimpi yang mengikutinya. Copyright © 2018 by ayundaauras