3 tahun kemudian...
"Cepat sekali ya, kita sudah kelas 3 SMA," ujar Intan sambil berlari kecil di trotoar.
Hari ini, mereka berdua memutuskan untuk pergi ke toko buku. Bersekolah di sebuah SMA favorit menuntut mereka untuk mandiri, sehingga mereka harus mencari buku referensi sendiri.
Lintang dan Intan berpencar ke setiap sudut toko buku, menjelajahi rak demi rak berisi lautan buku. Hingga akhirnya, Intan tak sengaja melihat sebuah buku tentang rasi bintang. Ia memandangi buku itu sesaat, dan akhirnya ia teringat sesuatu. Intan berlari mencari Lintang.
"Lintang!" serunya.
Lintang menoleh, lalu menghampiri seorang gadis berambut panjang yang tadi memanggilnya. "Ada apa, Tan? Mengapa harus teriak, sih?"
"Aku baru ingat sesuatu. Kau akan melanjutkan kuliah dimana? Kita sudah kelas 3 SMA, jadi kita harus merencanakan kemana kita akan meneruskan studi."
"Ah, iya, kau benar," tukasnya. "Aku memutuskan untuk kuliah di FMIPA, agar nantinya aku bisa mengambil Jurusan Astonomi."
"Wah, sama! Hore, akhirnya ada temannya!" Intan bersorak gembira.
"Dasar plagiat. Kau sengaja berkata begitu, 'kan?"
"Sembarangan. Aku memang sudah lama ingin kesana," ujar Intan cemberut,
Lintang mengacak-acak rambut Intan sambil berkata, "Iya aku tahu. Jangan marah, dong."
Selang beberapa waktu, akhirnya mereka keluar dari toko buku sambil membawa kantung plastik berisi beberapa buku. Mereka menyusuri trotoar yang sama seperti sebelumnya. Rupanya hari sudah hampir malam. Angin mulai bertiup membawa dedaunan kering dan kelopak bunga yang terlepas dari kawanannya.
"Hei, Lintang," ujar Intan sambil asyik memainkan permen lolipop di tangannya. "Kalau dipikir-pikir, kau belum pernah memberi tahuku alasan kenapa kau menyukai Cygnus."
"Cygnus?"
"Iya, Cygnus. Rasi bintang yang katamu mengisahkan persahabatan."
"Pikir saja sendiri, kau 'kan sudah besar," jawab Lintang sambil menjulurkan lidah.
"Huh, dasar pelit," ujarnya, lalu memasukkan permen lolipop yang dipegangnya ke dalam mulutnya.
Lintang menggelengkan kepalanya perlahan. Ia tak habis pikir akan tingkah laku gadis itu. Ia mendongak, memperhatikan langit yang sudah berubah warna menjadi gelap. Bintang-bintang itu bertebaran di angkasa, begitu banyak, ramai. Sepertinya, Tuhan tahu bahwa ia kini sedang bahagia.
"Coba kau lihat ke atas," katanya pada Intan. "Lihatlah dengan teliti."
Intan menuruti perkataan sahabatnya itu. Ia mendongak dan memandangi seluruh penjuru langit di atasnya. Matanya menyelami setiap jengkal hamparan bintang-bintang itu. Sesaat, dahinya mengerut, menggambarkan pertanyaan atas kebingungannya.
Seolah paham dengan pertanyaan Intan, Lintang melanjutkan pembicaraannya.
"Kalau kau lihat, di atas sana berhamburan banyak sekali bintang. Tapi, jika kau memang teliti, kau akan menemukan sesuatu yang spesial. Satu bintang yang paling terang. Jadi, jika kau rindu denganku, kau bisa lakukan dengan cara yang sama. Aku ada di sana, sebagai bintang yang paling terang."
Intan terdiam. Dalam hatinya, ia bahagia, walau ia tahu kalimat itu hanya sepersekian dari sekian banyaknya ucapan manis. Dia memilih tak berkomentar apapun tentang itu.
Kalimat Lintang itu sebenarnya adalah suatu pertanda, namun saat itu Intan tidak menyadarinya. Ia tidak berpikir bahwa ia akan benar-benar merindukan sosok sahabatnya itu.
To be continued...
KAMU SEDANG MEMBACA
[MINS#2] Bintang Terakhir ✔
Short Story[COMPLETED | DAFTAR PENDEK WATTYS 2018] (Memories In Nature Series) Tentang indahnya persahabatan dan mimpi-mimpi yang mengikutinya. Copyright © 2018 by ayundaauras