Kamu dimana?

516 21 0
                                    

Malamnya seperti biasa kalau ada simbok, pasti aku tidak akan telat makan. Simbok yang selalu disiplin dalam menyiapkan makanan sejak aku berada di rumah ini, aku menatap kearahnya yang sibuk menyiapkan makanan diatas meja makan. "Biar kubantu mbok." Aku berdiri hendak mengambil piring. "Udah non, gak usah. Biar mbok saja," cegahnya sambil menuntunku kembali duduk.

"Kok cuman satu piringnya?" Tanyaku. "Emang mau berapa non?" Tanya simbok menyahut pertanyaanku. "Dua mbok," jawabku. "Yang satunya untuk mbok," tambahku ketika melihatnya mengernyit.

"Udah mbok masih kenyang kok," bantahnya. "Mbok, plis temenin Meira makan," rajukku, jarang-jarang aku menggunakan namaku sendiri kecuali jika aku sangat menginginkan hal itu dikabulkan. Melihat wajah memelas yang aku pasang akhirnya simbok duduk didepanku dengan ragu. "Kok gak ambil piring? Aku ambilin yah?" Aku hendak berdiri saat dia lamgsung mencegahku. "Gak usah non, aku temenin aja. Nanti aja aku makannya," ujarnya.

Aku tidak bisa lagi memaksa, cukup aku ditemani makan saja. Dia tersenyum kearahku, aku balas tersenyum lalu memakan makanan yang telah disediakannya. Baru beberapa sendok aku menyuap makananku, nafsu makanku serasa menghilang. "Kenapa gak dihabisin makannya non?" Tanyanya saat melihatku minum.

"Udah gak nafsu mbok," jawabku sambil menggeleng. Aku hendak membantunya merapikan meja makan, namun dia menolak. Aku tidak memaksa, karna kepalaku juga terasa pening.

***

Pagi yang cerah aku mengendarai mobil merahku menuju sekolah, aku tidak dijemput lagi olehnya. Tidak tahu kenapa, dan aku juga tidak ingin diantar oleh supir.

Setelah  kuparkir mobilku ditempat parkiran mobil, aku berjalan keparkiran sepeda. Berharap bisa menemuinya, namun hasilnya nihil aku tak mendapatkannya. Aku beralih ke parkiran motor, namun sama. Hasilnya sama. Aku hanya menghela napas lalu berjalan ke kelas, tanpa memerdulikan tatapan-tatapan yang tertuju padaku.

Sampainya di kelas, aku mendapati teman-temanku sibuk menyalin catatan. Aku tidak menghiraukan mereka, memang beginilah aku di kelas semenjak Bunda dan Ayah pergi. Aku jarang bergabung dengan mereka, akhh bahkan sebelumnya juga aku begini, karna aku hanya sibuk dengan dua sahabatku yang beda kelas denganku. aku punya dua sahabat yang selalu membersamaiku. Tapi setelah merasa aku menghindarinya, mereka juga tidak sering mengajakku bergabung. Meski sesekali ia mengunjungiku di kelas dan mengajakku bercanda, kurasa ia merasakan banyak perubahan padaku.

"Meira," panggil salah satunya yang bernama Lala sambil duduk disampingku, aku hanya menaikkan kening bertanya ada apa?

"Kamu tau gak besok hari apa?" Tanyanya antusias. Aku menggeleng membuatnya menepuk jidatnya. "Astaga! Meira! Kurasa kamu udah amnesia."

"Doa banget sih kamu," ucapku datar, sambil mengeluarkan headsed dengan ponselku berniat mendengarkan lagu. "Besok hari ulang tahun-nya Aditi." Aditi adalah temanku yang satu, aku mengerti maksudnya, memang jika  salah satu dari kami yang ulang tahun. Pasti keduanya menyiapkan suprise atau pesta kecil-kecilan untuk yang ulang tahun. Tapi seprtinya sekarang aku ingin terbebas dengan hal itu. Aku menghembuskan napas lalu merogoh kantongku, kukeluarkan uang seratus ribu dua lembar. "Ini ambilah, maaf aku gak bisa bantu kamu nyiapin."

Kulihat dia berdecih. "Ck. Kita gak butuh uang Mei, tapi kehadiran kamu," katanya menatapku berharap, aku kembali menatapnya dengan tatapan sendu. "Pliss, aku gak bisa kayak dulu lagi," kataku. Dia sejenak membuang muka lalu kembali menatapku dengan senyuman. "Iya kita ngerti kok, tapi jangan sungkan-sungkan kamu masih bagian dari kami. Kalau ada masalah kita siap dengerin, dan jangan ragu jika kamu ingin minta bantuan kekita."

Aku mengangguk sambil tersenyum, dia memelukku sambil berbisik, "kamu banyak berubah Mei," katanya. "Maaf," lirihku setelah melepas pelukannya. Lala langsung keluar dari kelasku, aku menatap pintu yang ia lalui tadi. Rasanya sakit, tapi mau bagaimana lagi aku tidak bisa seperti dulu. Entah kenapa aku merasa berubah, dan memang aku tidak ingin menjadi seperti dulu lagi. Karna dipikiranku, ketika semuanya kayak dulu, berarti Bunda dan Ayah juga... akhhh ngaco aku, intinya sekarang Mbok dan dia udah cukup buatku.

Aku menghembuskan napas lalu mengantongi kembali uang tadi karna Lala tak ingin menerimanya, aku kembali ketujuan awalku kupasang headsead tadi ditelingaku setelah menghubungkannya diponselku lalu kuputar lagu-lagu akustik kesukaanku sambil menunggu guru mapel yang akan mengisi jam pelajaran.

***

Saat jam istirah berbunyi aku kembali memasang headsead-ku lalu keluar duduk di depan kelas, berharap retina mataku menangkap sosoknya yang sedari tadi pagi kucari.

Mataku terus saja berselancar dilorong-lorong sebrang hingga lantai teratas yang terlihat jelas didepan kelasku, namun hasilnya tidak ada. Semua yang retina mataku tangkap muka-muka orang asing.

Aku mencoba membuka-buka aplikasi sosial media yang telah lama tidak kubuka, ternyata banyak permberitahuan juga diakun line, Ig dan Wa. Aku menghiraukan semuanya, tanpa membuka pesannya aku langsung menghapusnya.

Banyak teman kelasku yang mengajakku ke kantin untuk makan atau sekedar membeli cemilan, tapi aku menolaknya hingga aku mengingat sesuatu. Mungkin ia ada di kantin? Aku cepat-cepat berdiri dan sedikit berlari mengejar teman kelasku yang baru beberapa langkah meninggalkanku. "Gina," panggilku membuatnya menoleh. "Mei? Ada apa?" Tanyanya menoleh. "Aku ikut," nyengirku. "Ya udah ayok." Aku langsung berjalan beriringan dengannya, disepanjang perjalanan menuju kantin mataku terus saja jelajakan mencari sosoknya namun tak ada kudapat.

Sampainya di kantin, aku kembali mengedarkan pandanganku kesisi ruangan, namun tak ada. Hasilnya sama, setelah Gina dan satu temanku lagi selesai dengan urusannya, aku langsung mengikutinya keluar dari kantin. "Kok gak beli Mei?" Tanyanya saat melihat aku tidak membeli apa-apa.

Aku menggeleng. "Gak ada yang cocok," alasanku. Dia hanya mangguk, lalu melanjutkan jalannya menuju kelas.

Kamu dimana? lirihku dalam hati sambil mataku terus saja berkeliaran dikiri kanan mencarinya.

"Mei cari apa?" Tanya temanku yang satu, yang tak kuhafal namanya. Akhh aku, beginilah jika banyak berteman diluar kelas dibanding teman kelas sendiri. "Hmm gak ada kok," jawabku gelagapan sambil menggeleng.

***

Lagi. Saat jam pulang tiba, aku kembali ke parkiran sepeda dan motor untuk mencari keberadaannya, namun sama. Tidak ada. Dengan langkah gontai, aku berjalan menuju parkiran mobil. Retina mataku menangkap sosoknya, aku langsung berlari mengejarnya diantara kerumunan orang-orang yang berada di parkiran, namun saat aku menembus orang-orang itu sosoknya menghilang. Aku hanya bisa menghembuskan napa lalu menuju mobilku.

***

Sore yang mendung, benar-benar kolaborasi yang cocok. Aku tersenyum miring, lalu kembali membaca majalah yang benar-benar tidak nagih buatku, aku kembali meletakkan majalah itu dimeja bundar sampingku lalu menatap kolang renang yang tenang didepanku.

Sekarang aku sedang berada dihalaman belakang rumahku menikmati angin sore, yang sepertinya mendatangkan rindu. Namun entah siapa objek rindu itu, aku juga tak tahu. Akhh pastilah Ayah dan Bunda, dan dia? Hmm aku tak tahu, rasanya baru kemarin bertem dengannya.

"Non, ini teh hangatnya." Simbok datang dan meletakkan teh hangat pesananku disamping majalah tadi. "Makasih mbok," ucapku tersenyum. "Mbok masuk yah non?" Pamitnya. "Gak mau temenin aku disini?" Tanyaku.

"Gak usah non, mbok masih banyak pekerjaan didalam," tolaknya lalu kembali ke dapur untuk melanjutkan pekerjaannya yang tertunda.

Aku kembali menatap kolam didepanku hidup memang seperti air. hanya bisa mengikuti arus meski terkadang arusnya itu-itu saja, Terbelenggu dalam rindu.

Ada rindu yang tak akan ada temunya, ada juga rindu yang temunya tebak-tebakan.

__________________

Tentang dia (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang