Hari sudah gelap tante Elvi masih di rumah, sekarang kami sedang makan malam dalam keadaan hening yang benar-benar hening, hanya ada decitan-decitan suara sendok dan piring hingga dia mengangkat suara. "Mei, itu teman kamu yang jaga pas di rumah sakit gak pernah datang kesini?" Tanyanya lalu meneguk air minumnya.
Aku sejenak mengunyah pelan makanan yang ada dimulutku lalu kujawab, "hmm iya tan," jawabku lalu kembali memakan makananku. "Kenapa? Aku mau ketemu dia, mau berterima kasih padanya," ujarnya. "Nanti aku sampaiin kalau aku ketemu," sahutku.
"Aku mau ketemu dia juga."
Aku tidak lagi menyahutnya, Bagaimana bisa? Tante Elvi mau ketemu? Aku pun juga ingin ketemu dia tan, tapi dia gak pernah aku lihat lagi. "Mei, rumah ini terlalu megah untuk kamu tinggali tanpa Ayah bundamu." Tante Elvi kembali angkat suara. Aku hanya diam tak menyahut, sibuk dengan makananku. "Kalau dijual uangnya lebih dari cukup untuk membiayai uang pesantrenmu nanti." Lagi-lagi tante Elvi mengungkit tentang pesantren.
Aku mendongak dan menyipit menatapnya yang terlihat santai menyuapi mulutnya makanan. "Maksud tante apa sih? Bahas-bahas pesantren? Emang siapa yang mau ke pesantren?"
"Kamu Mei, kamu yang akan tinggal di pesantren setelah tamat SMA. Bukan begitu perjanjianmu dengan Ayah dan bundamu?"
Aku mengernyit benar-benar tidak memahami, aku berusaha mengingat yang telah lalu. Kapan aku berjanji? Akhh aku tidak mengingat apa-apa, aku hanya bisa mengingat sampai kecelakaan itu tentang bunda dan Ayah sebelumnya aku tidak bisa mengingat apa-apa lagi. Aku masih berusaha memutar otakku namun bukannya mengingat malah kepalaku kembali berdenyut sangat hebat.
Aku meringis sambil memegan kepalaku pelan. "Gimana Mei? Udah ingat?" Tanyanya, tiba-tiba si mbok datang. "Nyonya," ucapnya membuat tante Elvi menoleh. "Jangan paksa non Meira mengingat semuanya, itu tidak baik kata dokter."
Ah barusan aku mendengar si mbok menegur tante? Dan... aku makin pusing dibuatnya, jangan paksa mengingat? Memang aku melupakan apa? Kata dokter tidak baik? Maksudnya? Tebak-tebakan apa lagi ini? Sudah cukup tebak-tebakan darinya jangan tambah lagi tebak-tebakan dari simbok dan tante Elvi.
"Cepat atau lambat dia harus tahu semuanya," kata tante Elvi dengan nada agak tinggi. "Tapi nyonya, kasian non Meira. Kalau dipaksakan," kata simbok. Aku berusaha mencerna perkataan mereka, namun kepalaku tambah pening. Perlahan penglihatanku mengabur lalu kesadaranku yang menghilang.
Akhhh lagi-lagi aku pingsan.
***
Aku mengerjap, berusaha menyesuaikan penglihatanku dengan cahaya lampu yang menembus iris mataku. "Non Meira udah sadar?" Tanya simbok yang berjalan kearahku yang tiba-tiba muncul dibalik pintu.
Aku berusaha mengingat kejadian tadi, tadi aku pingsan dimeja makan kan? Aku pingsan karna apa tadi? Akhhh kenapa aku lupa? Aku berusaha mengingatnya, lagi-lagi hanya pening yang kudapat.
"Mbok? Aku kenapa?" Tanyaku pada simbok yang memegan map ditangannya. Aku berusaha bangkit dari tidurku, aku menatap map itu. "Ini apa?" Tanyaku lagi meraih map itu. "Itu non, anu_" ucap si mbok terbata.
Perlahan aku membuka map itu, aku membaca isinya yang bertuliskan tentang aku yang akan kuliah pesantren? Dan ini berkas-berkas yang akan diajukan nanti jika aku lanjut di universitas yang tinggal asrama? Ini ada apa? Akhh kepalaku pening, perlahan bayang dimeja makan.. tadi apa yang terjadi dimeja makan? Kenapa aku melihat bayangan tante Elvi? Tante Elvi tadi ke rumah? Aku menatap simbok yang menatapku dengan tatapan yang sulit diartika. "Tante Elvi disini?" Kutanya.
"Dia udah pulang non," jawab si mbok. "Dia tadi ada disini?" Aku bertanya. "Iya, non Meira tidak mengingatnya?" Dia bertanya, aku menggeleng lemah lalu kembali memeriksa berkas-berkas dalam map yang tadi si mbok bawa.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tentang dia (END)
Fiksi RemajaDia seseorang yang aku kaitkan dengan hujan, dia seseorang yang mengajariku makna hujan yang bisa jatuh berkali-kali, dia seseorang yang mengajariku kebahagiaan menari dibawa lebatnya hujan. Tapi ini bukan soal hujan juga bukan tentang hujan, tapi i...