"I Love You Ra." Dia beralih mengecup kepalaku.
Entah bagaimana setitik air mataku menetes mendengar bisikannya itu, rasanya apa yah? Mendengar bisikannya yang akhh aku tidak tahu mendeskripsikannya, rasanya ada yang ganjal. Tiba-tiba bayangan buram yang perlahan jelas terpampan didepanku membuat kepalaku pening. Akhh aku buru-buru menyingkirkan semuanya sebelum kesadaranku menghilang. "Makannya sampai sini aja?"
Mendengar suaraku membuatnya kembali duduk dan lagi-lagi aku melihatnya mengusap matanya yang sepertinya berair. Dia tersenyum kearahku sambil menyuapiku bubur kembali, aku balas tersenyum kearahnya mengabaikan pening dikepalaku.
Tiba-tiba pintu terbuka dan menampakkan dua sosok perempuan yang familiar, Lala dan Aditi. Mereka berjalan kearahku sambil mengucapkan salam dengan buah ditangan Lala dan ditangan Aditi rantang makanan.
"Walaikummussalam," sahutku membalas salam mereka. "Aku tinggal dulu yah?" Saat kedua sahabatku berdiri disampingku dia langsung beranjak dari duduknya.
"Dia itu_" aku henda menceritakan tentangnya pada kedua sahabatku saat Lala langsung memotong. "Udah gak usah ceritain, kita udah kenalan kok."
Aku hanya mengangguk menanggapi. "Eh bubur kamu belum habis, aku suapin yah?" Aditi mengambil mangkuk bubur tadi dan gantian dia yang duduk disampingku hendak menyuapiku bubur. Sedangkan Lala sudah duduk ditepi brankar.
"Udah, aku udah makan banyak Diti," selahku. Aditi menghela napas sambil berdecak. "Udah deh Meira, kamu pokoknya harus ngabisin ini." Dia kembali menyodorkan sesendok bubur, terpaksa aku membuka mulut dan membiarkan sesendok bubur itu masuk didalam mulutku.
"Ini rantang dari simbok, dia gak sempat datang tadi," kata Lala menyampaikan. "Kenapa? Kok dia gak pernah jenguk aku?" Kutanya sambil mendongak. "Dia cuman nitip rantang ini, katanya dia mau ke pasar dulu," jawab Aditi. Aku lagi-lagi mengangguk menanggapi.
***
Selang beberapa detik kedua sahabatku pergi, pintu kembali terbuka. Aku mengira yang datang dia, tapi bukan melainkan simbok. Aku tersenyum melihat simbok yang berjalan mendekat kearahku. "Non Meira udah baikan?" Tanyanya seraya duduk disampingku.
"Lumayang lah mbok," kujawab sambil tersenyum. "Maaf yah non, mbok baru sempat jenguk soalnya mbok beres-beres di rumah," sesal simbok. "Gak papa kok mbok," sahutku. "Oya mbok, kenapa simbok menitipkan aku sama teman laki-lakiku? Apa mbok mengenalnya dengan baik?" Tanyaku penasaran.
Sesaat kulihat air muka simbok berubah lalu berubah datar sambil menggeleng. "Hmm mbok liat dia itu cowok baik-baik non, lagian dia sepertinya sangat menyayangi non."
Aku tersenyum mendengar jawabannya, kurasa simbok memang benar. Dia cowok baik-baik.
***
Lama simbok menemaniku hingga jam dinding kamar rumah sakit menunjukkan pukul 8, simbok juga sudah shalat isha bersamaku. Saatnya ia pulang. "Non, mbok pulang yah? Bentar lagi juga non Meira akan keluar," ucapnya. Aku mengangguk. "makasih yah, mbok," sahutku.
Akhirnya simbok pergi dari kamarku. Selan lima menit pintu kamar kembali terbuka. Terlihat seorang dokter dan suster yang berjalan kearahku lalu memeriksa tekanan darahku. "Besok kamu sudah bisa pulang," kata dokter itu ramah. "Jaga kesehatan yah? Jangan banyak pikiran," Lanjut sisuster. "Iya dok, sus. Makasih," sahutku. Lalu mereka keluar dari ruanganku setelah suster membuka selan infusku. Setelah suster dan dokter keluar, aku melihat pintu yang sudah menampakkan sosoknya yang tengah tersenyum kearahku. Aku balas tersenyum kearahnya.
"maaf, meninggalkanmu lama," katanya, aku menggeleng lalu menyahut, "tidak apa-apa," ucapku, aku rasanya tak minat untuk menanyakan dia dari mana, kurasa dia juga punya kesibukannya sendiri. Bukan hanya aku. "Kamu sudah makan malam?" Dia bertanya. "Belum," kujawab. "Makanan yang dititip simbok masih ada?" Dia meraih rantang yang Aditi bawa tadi. "Kamu mengetahuinya?" Tanyaku. "Simbok memberitahuku tadi diluar." Aku mengangguk menanggapi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tentang dia (END)
Ficção AdolescenteDia seseorang yang aku kaitkan dengan hujan, dia seseorang yang mengajariku makna hujan yang bisa jatuh berkali-kali, dia seseorang yang mengajariku kebahagiaan menari dibawa lebatnya hujan. Tapi ini bukan soal hujan juga bukan tentang hujan, tapi i...