sebuah genggaman

228 37 0
                                    

Irene sedikit frustasi. Ia selalu saja mengacak ngacak rambutnya pada pagi hari ini. Napasnya terengah ketika ia kemudian bangkit dan untuk yang kelima kalinya ia membuka kembali lemari putih besarnya.

Matanya terpejam erat. Dalam hati ia berdoa semoga kali ini ia menemukan kostum yang tepat yang akan ia pakai untuk hari ini. Ia menghela napasnya. Di carinya kembali baju baju yang digantung maupun dilipat lalu di cocokkan pada dirinya sambil memandangi cermin besar tepat di samping almari tersebut.

"Duh, kenapa sih gue lemah banget kalo urusan nyari baju".

Handuk piyama dan sanggul handuk kecil yang akan lepas dari kepalanya mempertandakan bahwa ia telah menghabiskan dua puluh menitnya untuk mencari pakaian pasca mandi.

"Ren!".
Irene menghela napasnya pasrah.

"Hhh mulai lagi. Iya mi!".

"Cepetan dong! Chanyeol nungguin tuh dari tadi. Emang mau ke ancol jam berapa sih?!".

"Iya mi! Aku lagi make up!".

°°°°

"Ih ganteng banget".

"Iya ganteng. Ini mah ciptaan tuhan yang paling ganteng yang pernah gue liat".

"Coba aja gue kaya cewek itu. Bisa punya pacar seganteng dia. Hoki banget kali ya".

"Lu mah ngarep. Muka aje pas pasan".

"Tau lo. Jangan kebanyakan mimpi deh. Eh dia noleh ke arah kita. Dia ngeliatin kita".

"Duh gimana nih? Salting gue anjir".

"Halo". Sapa chanyeol dengan senyum happy virusnya.

"Halo". Ucap tiga cewek itu.

"Arrgghhh...". Pekik ketiga cewek itu saling berhadapan. Menurut mereka teriakan para gadis itu terlalu pelan, namun chanyeol yang duduk di kursi transjakarta bersama irene sudah terkekeh pelan lalu memalingkan wajahnya dari kaum akhwat yang memilih untuk berdiri karena kursi disana sudah terbilang penuh.

"Gila. Gue disapa ma dia".

"Ih, geer, gue kali yang disapa".

"Gue njir yang disapa. Pede lu berdua".

"Gue".

"Gue sat".

"Hadeuh Pusing pala ane".

Irene menoleh pada gadis itu saat menyadari bahwa sedari tadi chanyeol tak berhenti untuk terkekeh.

"Mereka baperan ya ngeliat elo?".
Chanyeol tersenyum miring.

"Kaya lo nggak baperan aja".
Irene menatap chanyeol.

"Nggak tuh".
Chanyeol pun mengerucutkan bibirnya lucu.

"Btw, kapan nyampe nya ya?".

Irene menoleh ke arah jam mungil yang melingkar di lengan kirinya.

"Paling setengah jam lagi. Macet nih"
Pria itu mengangguk paham.

Entah kenapa irene saat ini menahan senyumnya. Dan beberapa menit kemudian ketika tiba saatnya chanyeol menoleh ke arahnya, irene menunjukkan senyum yang tersungging itu.

Di genggamnya perlahan telapak tangan kanan chanyeol. Matanya tak dapat lepas dari kedua bola mata cowok yang duduk disampingnya ini.

"Gomawo".

"Wae?". Jawab chanyeol lembut sambil menyeringai.

"Gomawo. Karna, udah ngajak gue jalan sama lo". Tukas irene.

Seoul Voor Liefde ~chanrene~Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang