The love story begin

317 34 3
                                    

Malam ini, hanya ada satu pertanyaan terbesar yang memenuhi ruang hati somi.

Kenapa ia harus jatuh cinta pada orang yang salah?

Setelah ia menyimak alasan kenapa irene memutusi hubungannya dengan alva, somi lebih memilih diam. Diam dari hatinya tergores.

Somi menghela napasnya pelan. Ia sama sekali tak memiliki hak untuk menangis. Yang bisa ia lakukan adalah menyunggingkan sedikit senyumnya yang kecut. Menertawakan dirinya yang aneh dan bodoh. Aneh dan bodoh karena bisa bisa nya ia mencintai seorang pria yang mustahil untuk ia miliki.

Somi tetaplah manusia yang percaya akan keajaiban takdir. Namun entah kenapa rasa percaya itu hilang ketika ia sadar, tak ada lagi secuil harapan yang bisa ia hadirkan untuk alva.

Maka dari itu, ia tersenyum miris. Tangannya mengambil sebuah gitar yang menggantung dipojokan kamar. Itu adalah gitar kesayangannya.
Terbukti dengan adanya, beberapa tanda tangan anggota band nya yang tertera disana. Ada tanda tangan dirinya sendiri, Andre, rizal, pak Iwan selaku pembimbing, dan juga alva.

Dan disaat itu, ia mulai memetik gitar dan mengalunkan sebuah lagu yang lumayan ia kuasai.

Padamu, pemilik hati yang tak pernah ku miliki...

Yang hadir sebagai bagian dari kisah hidupku...

Engkau aku Cinta, dengan segenap rasa di hati...

Selalu ku mencoba menjadi seperti yang engkau minta...

Dan disaat itu juga, ada selintas wajah alva yang hadir di benak somi. Mungkin itu terkesan lebay. Karena justru dengan ini, ia dapat merasakan bahwa ternyata cintanya bertepuk sebelah tangan.

Bukan. Bukan hanya bertepuk sebelah tangan. Namun hanya sekedar terbawa angan angan.

Bertahun lamanya, ku jalani kisah, Cinta sendiri

Pada kalimat terakhir itu, somi tersenyum samar dan melirik foto band mereka yang lumayan besar yang terpajang di dinding.
Matanya tersorot pada seseorang yang berdiri di paling ujung di deretan personil band mereka. Yang difoto nya, terlihat orang itu tersenyum sambil merangkul Andre. tak lupa dengan sampiran tas gitar di bahunya.

"Annyeong. Alva".

Somi hampir terlonjak ketika ada seseorang yang mengetuk pintu kamarnya yang setengah terbuka.
Disana berdirilah sang mantan kekasih pria itu. Irene. Kakaknya sendiri.

Somi sedikit terkejut dan ia menyesali sikapnya yang selalu lupa untuk menutup pintu setiap akan tidur.
Dan semoga, irene tak mendengar semua monolog yang dilakukan somi.

"Hai kak".

Irene melangkah masuk dan duduk di pinggir ranjang. Ia tersenyum manis.

"Lagi, lagi lo ninggalin hp lo di meja makan".

"Oh, iya. Ya ampun. Makasih ya kak".
Irene mengangguk dan somi pun meraih hp nya.

"Ada memo ulang tahun alva. Jadi hp lo bunyi. Lusa kan ulang tahun nya?".

Somi terdiam lalu mengangguk pelan. Sementara irene. Ia tersenyum lebar dan menggeleng pelan.

"Lo yang sabar ya. Gue nggak heran kok, kenapa lo bisa suka sama dia. Ya, alasan nya simpel. Karena dia awalanya adalah sahabat lo. Dan ternyata, sifat dia beda kaya yang lain. Dia dingin. Namun suatu saat, dia akan menghangat dan perhatian. Jadi, wajar kalo lo ngasih ke harapan ke dia".

Somi menelan ludahnya dengan susah payah. Tenggorokannya terasa tercekat setelah mendengar penjelan panjang yang cukup cukup tiba tiba dari kakaknya ini.

Seoul Voor Liefde ~chanrene~Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang