Pitu

251 23 1
                                    

"Ini kurang asinnya" lelaki berpakaian putih seperti chef pada kebanyakan itu sibuk mengomentari seluruh makanan yang dibuat oleh para anggotanya, ada aja yang kurang menurut lidahnya, maklum sebagai chef seorang kafe yang sedang naik daun, dia harus dituntut untuk sempurna.

"Kamu nanti jangan kayak kemarin lagi, kalau ada pelanggan datang kamu harus senyum, jangan masang wajah ga enak diliat, ngerti kamu?" ucapnya lagi, kali ini pada seorang yang sedang berdiri dihadapannya, cewek berseragam biru itu hanya bisa mengangguk.

"Kalian itu harus menempatkan diri kalian sebagai konsumen, jadi kalian ngerti apa yang diinginkan sama mereka, ngerti?" ujar cowok itu kembali, dengan tangan menyilang dan tubuh menyandar pada meja, ia memberi arahan pada semua karyawannya pada pagi itu, hal yang selalu ia lakukan setiap pagi, agar kafenya ini bisa berkembang dengan sukses.

"Yaudah kalau gitu, kembali ketempat kalian masing-masing"

"Baik Pak" ucap mereka serentak, ketika semua sudah beranjak pergi, ia menghela nafasnya pelan. Sungguh ia sangat lelah, membangun semua ini, butuh pengorbanan yang luar biasa. Namun bagaimana, untuk meyakinkan ayahnya bahwa ia bisa, ia harus membuat kafenya ini sukses dan tidak dipandang sebelah mata.

Ia kembali ke dapur untuk melanjutkan pekerjaannya, ia akan sukses dengan caranya sendiri, itu janji yang akan dia wujudkan menjadi nyata.

Baru setahun ia memulai bisnis kafenya ini, bisnis yang ia bangun dari nol, sampai ia harus menentang ayahnya sendiri. Ayahnya tidak pernah mengizinkan dirinya untuk menjadi seorang chef, menurut lelaki yang membesarkannya itu, ia lebih pantas untuk menjadi dokter, mengikuti jejak sang ayah dan abangnya. Tapi terima kasih untuk itu, ia tidak mempunyai otak yang encer seperti kedua lelaki itu, ia tidak mampu menjadi seorang dokter.

Prasdio Alansyah, lelaki itu berusaha keras untuk mewujudkan impiannya, ia suka memasak, hal aneh menurut ayahnya karna ia seorang lelaki. Beruntung, sang ibu mendukung ia sepenuh hati sejak memutuskan untuk mengambil sekolah kejurusan tataboga dulu. Setidaknya masih ada satu orang yang akan mendukungnya sampai sekuat ini.





Dan juga dia.



****

"Rafin bangsat, lo ngerjain gue anjir" umpat Angga didapur sambil membersihkan soda yang muncrat ke wajah dan mengenai bajunya, sedangkan yang diteriaki sudah lebih dulu tertawa di ruang keluarga, "Awas lo!"

Ketika ia sedang bermain ps tadi, tiba-tiba Rafin memberikan minuman kaleng bersoda kepada Angga, ia yang sedang bermain hanya menerima kaleng itu tanpa melihat Rafin, tepat saja pada saat ia ingin membuka penutup kalengnya, air soda itu langsung menyembur begitu saja ke wajah dan mengenai bajunya, sedangkan sahabat gilanya itu langsung kabur sambil ketawa. Sambil mengumpat ia meneruskan membasuh mukanya yang lengket, ia akan membalas cowok itu, awas aja!

Setelah puas tertawa, Rafin menghidupkan televisi lalu mengambil camilan yang ada di meja, ditengoknya sahabatnya yang sedang menggerutu sambil mengambil baju ganti di kamar Rafin. Rafin memang ga tau kalau minuman bersoda itu akan muncrat begitu saja, memang sih sebelum memberikannya kepada Angga ia sempat mengocok-ngocok kaleng tersebut tapi bukan dengan disengaja lho ya.

"Anjir banget lo Apin bangsat" umpat Angga lagi ketika sudah duduk di sofa bersebalahan dengan Rafin.

"Uda dianjingin, dibangsatin lagi, kalo mau ngumpat jangan banyak-banyak bego" kekeh Rafin sambil memindah-mindahkan siaran tv.

"Jangan digonta-ganti napa sih Pin, puyeng mata gue liatnya" kata Angga lagi sambil menyelonjoran kakinya ke paha Rafin yang langsung dihempas kasar oleh Rafin.

"Gada yang seru"

"Uda jwp aja"

"Apaan?"

"Jodoh wasiat bapak, enak tuh biasa ada ulangannya jam segini" Kata Angga sambil memakan kembali camilan di toples berwarna ungu yang tadi ia ambil di kulkas, Angga emang suka gatau diri kalo uda ngembat makanan Rafin.

Pacarku (Enggak) GendutTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang