-
-
Sebuah senyum mengembang di bibir Maya yang sudah rapi hari ini. Usai membenahi isi tas, dia melangkah lebar-lebar menuju meja makan yang sudah dipenuhi aroma telur ceplok, favoritnya. Bundanya memang selalu tahu jika dia butuh asupan banyak hari ini.Ting! Tong!
"Siapa tuh May? Buka gih. Kalau itu Dhika, suruh tunggu aja. Gue mau ambil tas dulu." Perintah Utami yang entah sejak kapan sudah berdiri di samping Maya.
Maya mengangguk, lantas berjalan menuju pintu depan dengan mulut penuh. Tanpa curiga dia membuka pintu di hadapannya.
Maya membeku. Bahkan spontan menelan makanan di mulutnya tanpa dikunyah. Pasalnya dia mendapati lelaki bermata cokelat yang ditemuinya tanpa sengaja beberapa hari lalu berdiri tegak di sana.
"Maaf Mas, Bu RT nya ada?" tanya lelaki itu tanpa rasa bersalah.
Kontan Maya melipat kedua tangannya ke dada, "Mas?! Enggak salah lu panggil gue Mas?!"
Mata lelaki itu membulat dan bergerak ke arah dada Maya seakan-akan mencari tanda-tanda bila lelaki manis di depannya memang berkelamin perempuan.
"Heh! Mata!" bentak Maya geram.
"Ma ... Maap," ucap lelaki itu gugup mendengar suara cempreng khas perempuan keluar dari tubuh lelaki manis tadi. "Bentar. Tapi kamu kan ...."
BRAKK!
Maya buru-buru menutup pintu depan, sebelum lelaki itu menyelesaikan kalimatnya. Dia takut bila lelaki tadi sadar bila dia yang telah dengan dermawannya memberikan hadiah kecil saat di Transjakarta tempo hari. Sebab bila lelaki itu ingat dan sampai memberitahu Sarah, dia pasti akan dikomentari habis-habisan.
Begitu berbalik dia melihat Utami, kakak perempuan yang lahir tiga tahun lebih dulu dari Maya, memandang perempuan itu penuh tanda tanya.
"Kok ditutup? Siapa May?"
"Bukan Mas Dhika!" potong Maya cepat, "Bunda mana? Ada yang cari tuh. Gue berangkat dulu ya, bilang sama Bunda."
"Lah, katanya berangkat. Kok ke belakang?"
"Lewat pintu belakang. Biar lebih cepet!" jawab Maya asal, buru-buru menyambar sepatu kets pada rak sepatu.
"Perasaan sama aja deh. Dasar aneh!"
***
Setelah menghabiskan waktu satu jam, Maya akhirnya tiba di perumahan daerah Tebet. Kepalanya melongok sembari mencari nomor rumah yang sesuai dengan kartu nama dari Takka pada deretan bangunan di sana. Dia terus berjalan, sampai akhirnya menemukan sebuah rumah dengan nomor yang sama.
Maya tersenyum bangga karena berhasil menemukan alamat yang dimaksud, lebih-lebih mendapati plang besar di depan rumah yang bertuliskan Kannaya Wedding Planner & Organizer. Tapi dia sedikit sungkan, pasalnya suasana rumah besar itu terkesan sepi dan tertutup. Setelah ragu selama lima menit, dia pun membuka pintu gerbang yang rupanya tidak terkunci.
KAMU SEDANG MEMBACA
[SUDAH TERBIT] Pit a Pat : Karena Tiap Detak Punya Cerita
General Fiction[HATI] . Terbiasa hidup hanya untuk makan, tidur, dan bernafas sehari-hari, bisa dibilang membuat Maya si Pengangguran dengan track record selama dua tahun itu, benar-benar pemegang prinsip kuat bila hidup seperti air yang mengalir. Let it flow then...