-
-
Acara pengenalan budaya universitas sebagai pengganti OSPEK untuk tingkat magister, sudah dimulai sejak tiga puluh menit yang lalu. Maya yang duduk pada bangku paling belakang tampak termenung tanpa minat. Bertolak belakang dengan wajah-wajah cerah mahasiswa yang kebanyakan berumur di atas 25 tahun di ruangan itu.
Sampai seketika mata Maya seolah silau dengan sosok seorang lelaki berambut top knot, berkulit bening cenderung bersih, berpakaian kasual ditambah jaket bombernya, mendekat kemudian duduk di sebelah perempuan itu.
Secara spontan Maya menegakkan duduknya seraya memandangi lelaki itu dari atas sampai ke bawah. Bukan karena parasnya yang di atas rata-rata, tetapi gaya berpakaian lelaki itu yang membuat dia terpukau. Simple but cool.
Maya rasa hanya ini pertanda bagus yang dia temui hari ini, lebih-lebih usai kejadian memalukan di Transjakarta tadi sore.
"Sorry, boleh pinjam pulpen?" tanya lelaki tadi. "Buat absen," lanjutnya seraya menunjuk absensi di tangan.
"Se ... sebentar," ucap Maya terkesiap.
"Oh iya nama lu siapa? Gue Nino," tanya lelaki itu lagi menyerahkan kembali pulpen Maya lantas mengulurkan tangannya.
Namun, sebentar! Cara lelaki itu berbicara, gerakan berlebihan pada tangan, dan kepalanya, kenapa sedikit—
Gemulai?
Maya menelan ludah berkali-kali.
"Kenapa, darling? Kok ngelamun?" tanya Nino menopang dagunya lantas mengerling menatap Maya, "Nama lu?"
"May ... Maya," jawab Maya susah payah. Lantaran perempuan itu merasa dirinya bahkan lebih gahar ketimbang Nino. Hilang sudah satu-satunya pertanda bagus hari ini.
"Full time kuliah? Atau kerja juga?"
"Full time."
"Nice!" ucap Nino lantas berbicara panjang lebar seakan-akan mereka adalah sahabat kental yang bertahun-tahun tidak saling jumpa. Sementara Maya hanya mengangguk seadanya atau sesekali lempar pendapat tatkala lelaki itu mengajukan pertanyaan.
"Malam semuanya. Semoga belum ngantuk ya setelah dengar penjelasan dari kami," suara lantang Profesor Naomi sang ketua jurusan sontak membuat dua makhluk yang tengah bergosip di belakang bungkam.
"Sebelum kita tutup. Mas dan Mbak semuanya perkenalkan ini akka Maha Taftazani. Dia ini bisa dibilang lulusan terbaik tahun kemarin, dan mungkin Mas ini bisa kasih sedikit tips dan trik, apalagi bagi kalian yang juga bekerja sekaligus kuliah. Silahkan Mas," kata Profesor Naomi mempersilakan seorang lelaki berkacamata di pojok ruangan.
Takka?
"Oh My God!" pekik Maya memandangi lelaki yang kini juga menatapnya bingung.
"Mbak yang di belakang kenapa ya? Ini belum waktunya tanya jawab lho."
KAMU SEDANG MEMBACA
[SUDAH TERBIT] Pit a Pat : Karena Tiap Detak Punya Cerita
Fiction générale[HATI] . Terbiasa hidup hanya untuk makan, tidur, dan bernafas sehari-hari, bisa dibilang membuat Maya si Pengangguran dengan track record selama dua tahun itu, benar-benar pemegang prinsip kuat bila hidup seperti air yang mengalir. Let it flow then...