Happy Reading.
Dia mengetukkan sepatunya cemas. Tak henti-henti memandang jam tangan bermerek yang ada di pergelangan tangan.
"Mampus gue! Mana kurang tiga menit lagi," runtuknya ketika melihat jam tangannya lagi. Perjalanan masih kurang satu kilometer, belum lagi dengan jalanan yang macet.
Pada akhirnya, kecemasannya menjadi kenyataan. Dia terlambat dan terpaksa berdiri di antara sepuluh siswa lainnya. Cuaca pagi hari yang entah mengapa bisa secerah ini membuat dahinya langsung berkeringat di menit kedua ia berdiri.
Salsha membuang muka. Tepat ketika Iqbaal beserta deretan petugas piket OSIS hari ini berdiri di depan. Dia malas melihat lelaki penyebab keterlambatannya itu. Andaikan saja Iqbaal semalam tak susah dihubungi dia mungkin akan tidur nyenyak. Nyatanya, ia harus begadang mencari segala cara untuk menghubungi lelaki itu dan berakhir tidur pukul 2 dini hari. Belum juga lelaki itu tak menjemputnya. Awas saja! Dia berani bersumpah akan mengambek lima hari.
"Cel, kamu catet semua nama siswa yang terlambat hari ini," kata lelaki itu, Iqbaal yang notabenya adalah ketua OSIS sekaligus pacarnya. Ingat! Pacar Salsha!
Ketika tanpa sengaja mata mereka bertubrukan, Salsha membuang mata. Kemana saja asal bola matanya masih berada di pelupuk. Dia marah, kesal, dongkol, dan apalah itu nama lainnya. Iqbaal menghela napasnya. Kemudian berjalan mendekat ke arah gadis yang sejak kemarin menjadi mantan pacarnya itu.
"Kamu gak tidur semalem? Kantung mata kamu kelihatan," katanya yang membuat semua siswa perempuan di situ menahan napas. Bukan rahasia lagi jika Iqbaal Reksa Pratama si ketua OSIS SMA Garuda adalah pacar dari gadis super posesif, Salshabilla Valencia.
'Lo pikir gue bisa tidur nyenyak di saat nomor telpon dan line lo ngilang gitu aja?' kata Salsha dalam hati.
"Pasti belum sarapan kan?" ujarnya lagi, kali ini dengan gerakan menyampirkan rambut Salsha ke belakang telinga. Sukses! Gadis di samping Salsha menahan napas membuat dia langsung melotot dengan tatapan 'gue botakin rambut lo'.
"Eum, Baal. Si Salsha dikenain poin tambahan gak? Kaos kakinya warna pink," kata si Celine, gadis yang menjabat sebagai wakil ketua OSIS sekaligus gadis yang pernah jadi korban semburan Salsha.
Iqbaal mengalihkan pandangan ke arah bawah. Benar, kaos kaki gadis di depannya ini bewarna mencolok. Untuk kesekian kali ia membuang napasnya berat. Ia memandang gadis di depannya dengan pandangan pengertian.
"Kamu ikut aku ya," katanya sembari memegang tangan Salsha, "Cel, kamu yang urus mereka ya. Kalau udah suruh masuk ruang kelas, biar Salsha aku yang urus." Dan Iqbaal pun menarik tangan Salsha menjauhi lapangan.
"Makin lama gayanya makin songong. Kasian gue sama Iqbaalnya," kata salah satu rekan OSIS.
"Maksudnya?" jawab satu lainnya.
"Ya kasian aja. Iqbaal tuh baik, cakep juga. Kok mau-mau aja dapet cewek bar-bar kayak dia!"
"Hus! Udah gak baik bicarain orang mulu." Celine yang sejak tadi sibuk mencatat menatap ke arah Alya dan Rena yang tak henti membicarakan pacar sahabatnya itu.
"Aduh Cel.. Kamu tuh gak inget dia pernah ngelabrak kamu?" Celine mengangkat bahu acuh menanggapi ucapan Alya. Dia lebih memilih tuk mengurus data siswa sebelum diproses oleh guru BK.
***
"Nih." Iqbaal menyerahkan sepasang kaos kaki yang baru saja dia beli di koperasi sekolah.
Salsha menaikkan alisnya. "Buat apa?" jawabnya sok ketus.
"Kamu pakai ini. Biar poin kamu gak nambah lagi. Hari ini kamu ada jamnya Miss Syifa kan?" Salsha menjawabnya hanya dengan anggukan malas. Jujur saja, dia masih marah pada lelaki itu.
Iqbaal hanya mampu menghela napas ketika gadis di depannya membuat muka. Ia kemudian berjongkok melepas sepatu bertali beserta kaos kaki si gadis. Jangan tanya bagaimana perasaan Salsha saat ini. Gadis itu cengo tak menyangka akan perbuatan si lelaki.
"Kamu harusnya pakai kaos kaki putih biar gak menuhin buku pribadi," katanya sembari menaruh kaos kaki pink Salsha ke dalam kantung plastik. Kemudian ia memasangkan sepatu bertalinya dan berdiri dari posisi jongkok.
"Done! Kamu kembali ke kelas langsung ya, biar gak ketinggalan pelajaran." Iqbaal mengacak rambut Salsha gemas membuat gadis itu menahan napas. Pipinya memerah dan hatinya berbunga. Sekarang, Salsha yakin jika ucapan Iqbaal kemarin hanya candaan semata.
***
Salsha masuk ke dalam ruang kelas XI-S2 tanpa salam. Gadis itu menyelodor masuk membuat beberapa siswa yang belum keluar untuk istirahat kaget. Matanya menatap nyalang keseisi kelas. Kemudian, bibirnya menarik garis senyuman ketika menemukan sosok yang dicarinya.
"Itu dia pelakornya." Dia berjalan mendekat ke arah meja nomor tiga sebelah pojok kiri itu.
Tangannya menggebrak meja dengan kencang. Tak perduli hasil memerah yang akan ia dapatkan nantinya. Sontak saja, tindakannya membuat seluruh penjuru mata menatap ke arahnya.
"Jadi elo yang udah ngerebut cowok gue!" Gadis bertittle tetangga kelas itu menggeleng kaku.
"E..enggak, Salsh," jawabnya takut.
"Tsk! Mana ada yang mau ngaku sih, Sha?" celetuk gadis yang sejak tadi mengikutinya, Steffi.
"Nah! Langsung ke inti gak nih? Tangan udah gatel nih pengen jambakin dia. Sok polos banget mukanya," celetuk satu lainnya, Jeha.
Salsha tanpa di duga maju ke depan menarik rahang gadis itu. Menariknya maju membuat kuku tajam berpolesnya mengenai kulit halus si gadis. Tentu saja tindakannya membuat siswa yang ada di kelas kaget. Bahkan ada yang mulai maju tuk menengahi.
"Eh, Salsha! Jangan main kasar dong! Bicarain baik-baik, bisa kan?" kata gadis yang duduk di belakang mangsanya. Gadis itu memandang Salsha dengan tatapan menantang membuat Jeha gatal ingin mencocol mata itu.
"Tangan gue udah gatel nih buat gampar pipi orang." Jeha maju selangkah membuat Salsha langsung menahan lengan sahabatnya itu.
"Biar gue." Jeha menghela napas memberi ruang bagi Salsha untuk maju mendekat ke arah gadis bername tag Melati Irawan itu.
"Jangan ikut campur urusan orang. Ini masalah gue sama nih cabe," kata Salsha sembari melirik ke arah gadis yang masih duduk diam itu, "dan elo! Gaada hak buat ikut campur." Salsha menunjuk bahu Melati dengan kuku bercatnya.
"Jelas ada kaitannya karena dia temen gue. Oh ya, dia punya nama dan namanya Zidny. Masih bisa ngucapin kan?"
"Ooh, dia punya nama. Gue kira dia terlahir dengan sebutan cewek gatel atau mungkin perebut pacar orang?" Salsha melipat tangannya di dada dengan sombong membuat gadis di depannya, Melati mendecih.
"Jangan mentang-mentang lo ada hubungan saudaraan sama ketua yayasan bisa semena kayak gini!" kata Melati ketus.
"Terus kalau gue semena-mena lo mau apa?"
Salsha mendecih. "Lo mau tau apa yang mau gue lakuin?" Dia menumpukkan tangan kiri ke meja Zidny. Gadis yang sejak tadi hanya diam memandang kotak bekalnya.
"Ini. Gue mau lakuin ini." Tanpa diduga Salsha merebut kotak bekal bewarna oranye itu, menuangkan spagetti di dalamnya yang masih banyak. Semua terdiam, menatap Zidny yang tersiram kotak bekalnya sendiri. Sausnya mengenai seragam putihnya, sukses menciptakan noda. Belum lagi dengan pasta yang bergelantungan di sela sela rambutnya, beberapa ada yang masih di atas kepalanya.
"Elo..."
"Salsha!" Semua kontan menoleh ke arah sumber suara itu. Dia di sana. Iqbaal berdiri di depan pintu kelas dengan tatapan tajam yang sama sekali belum pernah Salsha lihat.
***
What do you think about this part?
Cium beceq
-Bieber.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Sweetest Ex
Teen FictionProtektif dan diktator adalah sifat yang mendarah daging gadis itu, hingga membuat Iqbaal jengah dan memutuskan mengakhiri semua. Tak perduli secantik dan sepopuler dia. Namun ketika ia melepas diri gadis itu, semua terasa berbeda. Bukan kebebasan y...